Sinopsis: Namaku Ebby Zahran. aku seorang OB di sebuah rumah sakit besar, aku selalu di salahkan oleh kakak tiriku, bahkan aku selalu di jadikan layak nya seorang babu. padahal aku putra kandung keluarga mamah. aku putra kedua dari mamah, papah ku sudah tiada, aku kira setelah mamah menikah lagi aku akan bahagia mempunyai kakak tiri . kakak tiriku putra kandung dari papah tiriku. mamah dan papah tiriku belum di karuniai anak.
aku juga belum pernah mendapatkan kebahagiaan dari kakak ku. dia selalu acuh, aku tak tau apa yg membuat nya seperti itu.
Ikuti kisah ku ini, semua tak mudah untukku.
hanya untuk hiburan semata.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon delita bae, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
ep 23" Rindu
Bulir- bulir air mata ku terus bercucuran membasahi kedua pipi ini, aku terisak dalam diam, rasa sakit yg selama ini menyiksa ku serta rindu yg membelenggu di hati ku aku tahan dengan bingkai foto mamah dan almarhum papah.
Aku duduk bersimpuh di lantai yg dingin bersandar pada pintu kamar mendiang papah. Tubuh ini sangat lemas , bahuku juga sesekali bergetar bingkai itu sudah usang .
Aku rindu akan kehangatan kedua nya, sekarang itu tinggal lah kenangan. Suara langkah kaki mulai terdengar aku segera bangkit lalu menaruh kembali bingkai itu di atas meja.aku bersembunyi di balik tirai balkon.
"Mas , aku rindu, aku ingin kita bisa bersama lagi, maafkan aku mas karna aku telah memperlakukan buruk darah daging kita, aku tak pernah menerima kado pemberian nya karna dia lebih mirip dengan mu di bandingkan aku, maaf mas ,aku tau semua ini salahku, aku tau yg telah terjadi memang begitu sakit dan pahit untuk darah daging kita, tapi aku belum siap untuk menerima nya ." Tangis mamah pecah, sambil mendekap erat bingkai foto almarhum papah Zahran.
Aku mendengarkan nya sambil mematung di sana , tanpa sedikit pun gerak dan suara karna aku tidak mau mamah marah kalau dia tau aku masuk ke kamar papah Zahran.
Kerinduan ku pada kedua nya masih tertahan, aku belum di beri kesempatan oleh takdir untuk merasakan kasih sayang mamah.
" Mah , ayo kita ke Mall!" Kak Ryan menghampiri , senyum nya membuat mamah langsung beranjak merangkul pinggang kak Ryan, aku hanya bisa mematung sambil mengintip kedekatan mereka yg aku rindukan.
Setelah mamah dan Kak Ryan keluar , aku langsung membuka tirei nya , aku melangkah lebih cepat sebelum mereka kembali. Lalu menutup pintu kamar papah.
Aku mengeluarkan sepeda , aku ingin ke rumah Gilang untuk hiburan main badminton di sana , kebetulan hari ini aku dan dia libur. saat aku ingin menaiki sepeda tiba- tiba pandangan ku buram aku tertunduk tangan ini memengang kuat stang sepeda .
" Sayang kenapa?" Papah mendekati ku dengan langkah yg cepat, aku tidak memberikan jawaban nya tetapi aku menutup mulut dengan cepat lalu berlari masuk ke kamar mandi. Rasa mual dan sakit menjadi satu.
Papah pun berlari masuk dan mendobrak pintu kamar mandi dengan cepat, aku mengeluarkan semua isi perut ku setelah keluar semua nya aku mencuci tangan dan mulutku, wajah ku sangat pucat desahan nafas yg tak teratur pun terdengar.
" Sayang kenapa? sebenernya sakit apa sih?" papah dengan wajah panik nya tapi aku tidak menjawab lagi pertanyaan nya aku menggelengkan kepala. Pandangan ku mulai kabur dan tubuhku pun tumbang ke pangkuan papah.
Dengan cepat papah membopong tubuhku ke kamar . beliau menghubungi dokter Seno , dokter pribadi nya . tak butuh lama datang lah dokter Seno dengan menggunakan mobil nya.
" Ebby ada gejala apa?" Dokter Seno membawa tas kedokteran nya masuk ke kamar ku, aku masih memejamkan mata.
" Tadi muntah terus kemarin sakit kepala" papah menarik kursi yg ada di ujung dekat lemari. Dokter Seno pun segera mengecek keadaan ku.
"Tensi nya rendah, saturasi oksigen nya pun rendah, harus mendapatkan penanganan serius, kalau di biarkan akan menganggu jantung, otak dan ginjal nya" Dokter Seno menutup lagi tas kedokteran nya lalu duduk di sebelah papah.
" Saya akan membawa nya ke rumah sakit, terimakasih ya dok atas waktu nya" Papah tersenyum sambil mengangkat bahunya.
" Iya , harus segera di tindak lanjuti, saya akan membantu di sana" Dokter Seno tersenyum sambil menenteng tas nya lalu melangkah keluar .
" Oke" Papah mengantarnya keluar , aku mengedipkan mata mencoba menyesuaikan diri dengan cahaya yg memasuki pandangan ku. Saat jelas aku melihat tidak ada satu pun orang yg berada di sampingku.
Aku berusaha bangkit , meraih gelas yg ada di atas meja. lalu meminum nya dengan pelan, rasa haus mulai datang, tenggorokan ku terasa kering. sisa mual nya pun masih ada.
" Sayang kita kerumah sakit aja ya" Papah mendekati ku sambil tersenyum tipis beliau menyembunyikan kesedihan nya di depan ku.
" Nggak pah, buat apa aku kembali segar jika mamah dan kakak tak pernah sudi menerima ku" Aku menolak sambil menghabiskan air itu. Wajah ku sangat pucat di tambah rasa sakit itu masih menguasai ku.
" Kamu punya papah, jangan bicara seperti itu , nenek juga sangat menyayangi mu, mau kamu bahagia sayang" Papah menyelimuti ku dengan penuh kasih sayang.
" Aku tau, tapi aku udah capek pah, aku juga punya batas kesabaran, aku pengen bahagia, ketika aku liat orang lain berkumpul di rumah nya bersama keluarga mereka rasa iri muncul di hati ku, aku selalu berharap dan bertanya kapan aku bisa seperti mereka, aku pengen bahagia" Aku meremas kuat perut yg kembali sakit . membuat papah semakin panik.
"Papah tau ,tapi semua sudah di takdirkan, kita tinggal menunggu waktu nya saja, walau papah tau kamu udah nggak sanggup tapi bertahan lah sampai waktu itu tiba ,papah nggak mau kamu pergi dengan membawa banyak luka seperti ini" Papah memeluk erat tubuh kurus ku.
Aku hanya diam sambil menahan sakit ini, rasa sakit yg tubuh rasakan tak sebanding dengan sakit nya menerima semua penderitaan batin ku.
Sementara di rumah, Ellena memeluk guling dengan erat, di sebelah nya ada foto ku, dua bulir bening jatuh membasahi pipi mulus nya.
" Mas , aku kangen , kapan kita bisa bersama, aku pengen kita nikah" gumam nya di penuhi rasa kerinduan yg tertahan.
" Sabar, tunggu aja waktu nya akan datang" Ucap Om Ari Garmawan sambil mendekati putri cantik nya , Ellena terkejut ketika ayah nya masuk dan mendekatinya.
" Tapi yah, aku udah kangen , pengen membina rumah tangga bersama orang yg aku sayangi dan cintai" Ellena mengusap air mata nya sambil tersenyum tipis rasa kangen sudah terbayar karna ayah nya baru saja pulang, setelah 2 bulan mengurus usaha nya di kampung.
" Udah, sekarang kita makan ya, bunda masak enak dan banyak hari ini" Tante Dwi menghampiri sambil tersenyum lalu mengusap pipi halus putri nya.
" Iya, tapi aku boleh main ke rumah mas Ebby kan bun?" Ellena mengusap pipi tante Dwi , senyum nya sangat menawan.
" Boleh, tapi nanti Adi bikin onar lagi setelah kamu main ke sana, kasian tau Ebby dia selalu di perlakukan kasar terus" Tante Dwi mengecup puncak kepala putri kesayangan nya.
" Betul tuh , kasian Ebby" Eza menghampiri sambil memakai kolor kesukaan nya tubuh kekar itu di bungkus dengan kaos oblong.
Ellena hanya diam sambil menunduk ,lalu Eza membopong tubuh Ellena menuju meja makan. Membuat nya kaget,tapi dia bahagia karna abang nya sangat manis. Tante Dwi dan Om Ari mengikuti nya dari belakang.
Kembali pada ku, rasa sakit itu semakin menguasai ku hingga aku ambruk menyandar ke pundak papah. Kedua netra ku tertutup perlahan. Membuat papah kaget dan panik, dengan cepat beliau membawa ku ke rumah sakit.
" Kenapa lagi anak kesayangan mu mas?!" Mamah menghentikan langkah kaki papah yg membopong tubuh ku.
" Dia sakit, semua karna tekanan yg terjadi di rumah ini!!" Papah melanjutkan lagi langkah nya dengan cepat agar aku segera mendapat penanganan medis.
Mamah hanya diam rasa malas untuk berdebat pun muncul berlalu meninggalkan papah.
Tanpa banyak bicara papah mempercepat langkah nya setelah melihat mamah yg tidak peduli akan kondisi ku.
Singkat, papah segera membopong tubuhku lalu dokter Seno berlari membawa brankar darurat di belakang nya 2 suster .
Aku di bawa ke IGD, Papah menunggu dengan panik tangan nya bergetar ,hatinya gelisah karna aku kesakitan tadi.
Aku sangat bersyukur mempunyai papah tiri seperti papah Nazar, karna beliau sangat baik dan memprioritaskan aku di banding kak Adi putra nya sendiri.Nenek pun menyusul di antar oleh kak Ryan.Walau kak Ryan masih belum mau menunjukkan ke khawatiran nya pada ku, sebenarnya dia sangat khawatir tapi karna ego nya dan mengingat kembali ucapan mamah dia pun terlihat acuh pada ku.