Seira, 25 tahun, istri dari seorang saudagar beras harus menerima kenyataan pahit. Dikhianati suami disaat ia membawa kabar baik tentang kehamilannya. Zafran, sang suami berselingkuh dengan temannya yang ia beri pekerjaan sebagai sekretaris di gudang beras milik mereka.
Bagaimana Seira mampu menghadapi semua ujian itu? Akankah dia bertahan, ataukah memilih pergi?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon aisy hilyah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pengkhianatan
Seira berjalan tergesa memasuki gudang beras milik sang suami. Dahinya mengernyit dalam dikala para karyawan di gudang hanya termangu sambil menatap dirinya. Ia tak akan mengira jika akan ada drama menyebalkan di dalam tempat tersebut.
"Jago, Mas Zafran ada di ruangannya, 'kan?" tanya Seira begitu mendapati mandor gudang menghampiri dirinya.
Mereka berhadapan, laki-laki berjanggut tebal itu memainkan jemari di depan tubuh. Bola matanya bergerak liar, seolah-olah sedang menyusun sebuah rencana persengkongkolan.
Melihat itu, wanita dengan dagu bak lebah bergantung itu semakin mencurigai gudang. Tak menunggu jawaban dari sang mandor, Seira kembali membawa langkahnya semakin dalam memasuki gudang.
"Eh, Bu! Bapak lagi nggak di gudang, Bu. Bapak pesen kalo ada Ibu dateng ke gudang saya diminta menyampaikan itu," sergah Jago dengan gesit menjegal langkahnya.
Seira memicing, gelagat yang ditampilkan laki-laki berwajah beringas itu amat mengganggu ketenangan hatinya. Bukannya tenang, tapi justru menambah was-was yang ada.
"Kalo suami saya lagi nggak di gudang, kenapa Lita juga nggak ada di mejanya? Apa mereka pergi berdua?" selidik Seira sedikit memiringkan kepala demi dapat melihat wajah merah berkeringat milik mandor tersebut.
Jago menunduk menghindari tatapan elang milik Nyonya majikannya. Wanita itu terlihat polos di luar, tapi sesungguhnya dia amat berbahaya. Menolak jika ingin, tak dapat dibantah.
"Anu ... i-itu ... s-s-saya ...."
Tanpa ingin mendengar keterangan darinya, Seira mendorong bahu laki-laki itu hingga menyingkir dari jalannya. Terus berlanjut menuju sebuah lorong di mana ruangan Zafran berada.
Jago menggaruk kepalanya yang tak gatal, lidahnya berkali-kali berdecak juga berdesis karena tak dapat mencegah wanita tersebut. Ia berjalan cepat, niat hati ingin kembali mencegah. Namun, apalah daya, wanita dengan mata setajam elang itu telah berdiri membeku di depan ruangan milik suaminya.
"Gawat! Bos pasti marah sama aku!" gerutunya sambil memukul telapak tangan sendiri. Berkali-kali melirik sang majikan sambil menggigiti kuku-kukunya.
Seira mematung di depan ruangan milik Zafran, sayup-sayup ia dengar suara desah*n bercampur obrolan dua insan di dalam sana. Seira semakin mendekatkan diri pada daun pintu, menempelkan telinga padanya demi dapat mendengar dengan jelas suara tersebut.
"Mas, sampai kapan kita akan begini terus? Kamu nggak main-main, 'kan, sama aku," rajuk suara Lita disela desah*nnya yang terdengar menggiurkan.
Mata dan hidung Seira memanas, ada gumpalan awan hitam menyelubungi wajah. Hatinya perlahan diliputi perih yang mencabik-cabik. Sekuat hati menahan diri agar tidak menangis, dia masih ingin di sana mendengarkan apa yang akan dikatakan laki-laki di dalam sana yang dikiranya setia dan amat mencintainya itu.
"Sabar dulu, sayang. Aku masih mikirin cara gimana wanita yang nggak berguna itu menjauh dari aku," sahut suara lelaki yang tak asing di telinganya itu.
Tidak! Seharunya erangan itu hanya dia yang mendengar. Wajah puas laki-laki itu harusnya hanya saat berhadapan dengannya, bukan dengan wanita lain yang notabene adalah sahabatnya sendiri.
Hancur hatinya menerima kenyataan bahwa lelaki yang dicintainya juga yang ia pikir mencintainya itu tengah memadu kasih dengan wanita lain.
Tega kamu, Mas. Kalo kamu emang udah nggak cinta sama aku, kenapa harus selingkuh? Jahat kamu, Mas.
Batinnya bergumam, tak terasa air mata luruh begitu saja tak tertahan. Namun, disekanya dengan segera, ia tak ingin mengalah pada rasa sakit yang terus menghujam hatinya.
"Hmm ... dia lagi, aku capek tiap kali kamu ngomongin dia kalo lagi sama aku. Bisa nggak, sih, kamu cepetan singkirin dia? Buat apa coba kamu pertahanin perempuan mandul kayak dia itu," ujar Lita lagi terdengar kesal.
Semakin deras air mata yang mengucur dari tempatnya, Seira benar-benar tak menyangka bahwa suami dan sahabat akan tega mengkhianati dirinya. Ia menggelengkan kepala sembari menutup mulutnya agar isak tangis tak menguar.
Lita, ternyata kamu nggak lebih dari pagar makan tanaman. Menusukku dari belakang, nggak sadar siapa yang bawa kamu keluar dari masalah dan hidup enak kayak gini? Jahatnya kalian!
Seira tak tahan lagi, ia membuka pintu ruangan tersebut seraya memekik lantang, "Mas Zafran!"
Kedua manusia laknat itu pun sama-sama menoleh dalam keadaan yang memalukan. Lita cepat-cepat menyambar pakaiannya, dan menutupi apa yang perlu disembunyikan.
"Seira!" Zafran bergumam lirih, ia membenarkan celananya seraya bangkit dan mendekat.
"Memalukan! Jadi begini kelakuan kalian di belakang aku?! Kalian benar-benar binatang. Apa nggak ada tempat lain selain di gudang ini, hah?!" bentak Seira dengan matanya yang memerah dan terasa panas bergejolak.
"Sei ...." Zafran menggigit bibir bingung. Harus seperti apa menjelaskannya pada sang istri, ingin berkilah, tapi Seira telah melihat dengan jelas.
"Apa, Mas? Apa kamu selama ini nggak cukup dapat pelayanan dari aku? Apa kurang aku selama melayani kamu, Mas? Sampai-sampai kamu masih mencari kepuasan dari wanita lain," sambar Seira melirik tajam pada wanita yang tak tahu malu di sofa tersebut.
"Sei, Sei, tunggu! Jangan marah dulu. Coba kamu ingat, akhir-akhir ini kamu sering sakit. Aku nggak tega minta hak aku sama kamu, dan udah hampir satu Minggu juga aku nggak dapat servis. Terus, aku nggak bisa nahan dan ... yah, kayak yang kamu liat inilah," ungkapnya tanpa rasa berdosa sama sekali.
Seira tertawa sumbang, sama sekali tidak menyangka suaminya akan berbicara terang-terangan seperti itu. Benar-benar laki-laki tak punya hati.
"Bener-bener kamu, Mas. Kamu tega ngomong kayak gitu sama aku. Aku cuma lagi nggak enak badan, terus kamu nyari tempat pelampiasan lain? Ini nggak masuk akal. Kamu udah nggak waras, Mas. Kamu udah dikuasai hawa nafsu. Apa kamu nggak sadar apa yang kamu lakuin ini zinah? Dosa, Mas!" Seira menatap Zafran tak percaya.
"Makanya, Sei, kalo punya suami dijagain. Banyak, lho, yang naksir sama Mas Zafran dan mau jadi istrinya," seloroh Lita sama-sama tidak tahu malunya.
Seira melempar lirikan pada wanita yang kini sudah berbusana. Dia kembali tertawa, tapi air mata jatuh begitu saja. Dia sudah kalah.
"Hah, apa kamu bilang? Jagain suami? Banyak yang naksir? Termasuk kamu yang cuma mau hartanya Mas Zafran aja? Heh, wanita l*cur kayak kamu ini emang cuma mau itu, 'kan?" sarkasnya sembari melangkah mendekati Lita yang mendongak cepat.
"Jaga mulut kamu, Sei!"
Seira tertawa terbahak mendengar hardikan suaminya, tawa yang seumur hidup belum pernah Zafran dengar.
"Kamu minta aku buat jaga mulut aku, Mas? Terus kalian ini harus jaga apa? K*mal*an? N*fsu? Apa? Kalian sendiri udah kayak binatang, berzinah tanpa tahu malu. Melakukan dosa besar di depan mata semua orang. Kalian nggak malu?" bentaknya lagi tak ingin kalah.
"Malu sama siapa? Orang kita sama-sama suka, kok," sambar Lita yang terdengar seperti gumaman, tapi masih dapat didengar oleh Seira.
Seira menatap berang perempuan yang sudah kehilangan harga diri itu. Langkahnya melaju cepat, dan tanpa terduga sebuah tamparan yang sangat keras mendarat di pipi Lita hingga meninggalkan bekas kemerahan di wajah lelahnya.
"Sei!"
"Ingat, wanita murahan! Perempuan yang menjadi duri dalam kehidupan perempuan lainnya suatu saat akan menuai luka yang sama seperti yang dia berikan. Karma itu nyata walaupun tidak terlihat apalagi terasa. Kamu-"
Plak!
Tamparan lain mendarat dengan tepat di wajah Seira, tangan yang selama ini bekerja keras untuknya itu justru memberikan luka fisik padanya. Seira menoleh sambil memegangi pipi yang memanas. Lita tersenyum puas meskipun rasa pedih masih melekat di pipinya.
"Kamu tega nampar aku, Mas, cuma demi perempuan rendahan ini!" geram Seira tak percaya.
"Udah aku bilang jaga mulut kamu!" Zafran menudingnya dengan geraham yang saling beradu, "dia bukan wanita rendahan. Dia wanita baik-baik dan terhormat." Dia membentak hingga air liurnya menyembur ke wajah Seira.
Wanita itu mengusap wajah, tawa kecil menguar semakin membuat berang Zafran.
"Wanita baik-baik? Terhormat? Wanita baik-baik akan selalu menjaga harga dirinya agar tidak ternoda. Wanita terhormat selalu menjunjung tinggi harkat dan martabatnya sebagai seorang wanita, tapi dia ... masih kamu sebut wanita baik-baik? Wanita terhormat? Wanita baik-baik tak akan melakukan kecurangan seperti yang dia lakukan. Wanita terhormat tak akan melakukan hal yang tidak bermoral seperti yang dia lakukan. Masih kamu-"
"DIAM!"
"Argh!"
Zafran mendorong tubuh Seira cukup kuat hingga membentur dinding. Wanita itu mengerang sambil memegangi perutnya.