Cinta Sang Berandal

Hari ini Alya memaksa untuk ikut ke sekolah. Hampir dua minggu di rumah, dia merasa jenuh. Guntur tetap menolak Alya ikut.

“Nanti siang, gue mau ke kantor Papi. Lo boleh ikut deh, tapi sekarang nggak usah ikut ke sekolah dulu.”

“Kenapa sih, kamu nggak mau aku ke sekolah. Memang ada apa? Kamu pacaran dengan salah satu penggemarmu?” tanya Alya sambil mengerucutkan bibirnya.

“Mulut kamu ngomong jangan sembarangan,” ujar Guntur sambil meraup bibir Alya dengan tangannya. Kalau bukan karena Alya sedang dalam periodenya, sudah pasti diajaknya bergulat di ranjang.

Namun, Guntur agak tenang karena ulahnya kemarin-kemarin tidak membuat Alya hamil. Setelah ini dia harus hati-hati saat menyentuh Alya, karena sepakat akan meneruskan pendidikan. Apalagi umur mereka masih sangat muda. Guntur tidak  yakin dia sudah siap jadi Ayah atau Alya memang sudah siap jadi Ibu.

“Kayaknya nggak seneng banget aku ke sekolah,” keluh Alya lagi.

“Buat apa lo ke sana, belajar juga nggak. Punya temen juga nggak. Yang ada lo dilirik-lirik, gue nggak suka milik gue dilirik orang lain,” ungkap Guntur.

“Gombal.”

“Ini bukan gombal, Alya Kania. Memang harus dengan cara apa lagi sih gue kasih tahu lo kalau gue tuh cinta sama lo,” tutur Guntur.

 “Semalam kamu ikut balapan lagi?” tanya Alya karena semalam sempat tidak melihat Guntur di sebelahnya saat terjaga.

“Nggak, gue sempat ke bawah. Main game. Sumpah Al, gue takut lo kebangun. Tahu sendiri kalau mabar gue berisiknya macam mana.”

Wanita itu hanya mengangguk. Dari raut wajah guntur, Alya sudah bisa membedakan mana yang jujur dan mana saat guntur bercanda.

“Gue jalan ya,” pamit Guntur mengusap kepala Alya lalu keluar dari kamar.

Sampai di sekolah, Guntur menemui Jati dan Kanta yang nongkrong di warung sebrang gerbang sekolah. Ada refan juga di sana.

“Woy bro, dateng juga lo. Gue pikir lebih milih jalan sama si Alya,” ejek Refan.

Guntur ber high five, dengan teman-temannya setelah melepaskan helm.

“Tau nih, sekarang udah lupa nongkrong di kontrakan gue,” seru Jati.

“Ck, apaan sih. Banyak yang harus dipertimbangkan cuy. Kita ‘kan mu naik kelas jadi mahasiswa, jangan sampai salah jurusan bisa berabe.”

“Undah insyaf jadi joki apa gimana nih? Kok lo jarang datang sih,” tanya Refan lagi.

“Untuk Joki, sudah cukuplah kemarin main-main. Sekarang waktunya serius, demi masa depan.”

“Sok bijak, apa karena udah deket sama si cupu ya?” ejek Kanta.

“Tapi udah nggak cupu loh, waktu kapan gue lihat lo sama si Alya. Sempet pangling, udah cantik si Alya. lo apain sih?” tanya Jati sambil menepuk bahu Guntur. “Kalau Cuma main-main, mending oper ke gue. Gue siaplah jadi bebepnya Alya.”

“Macem-macem lo,” pekik Guntur pada Jati.

Belum ada yang tahu kalau Guntur dan Alya sudah menikah. Guntur akan mempublish statusnya kalau pendaftaran pernikahan yang dilakukan oleh orangtuanya sudah selesai.

“Hei sayang,” sapa Mona yang baru datang langsung duduk merapat pada Refan yang merangkul bahu wanita itu.

“Emang lo mau terusin, tantangan dari gue ‘kan udah beres,” ujar Refan lagi.

“Bac0t,” cetus Guntur. “Itu urusan gue, mau lanjut atau nggak.”

“Lagi ngomongin si cupu ya? Emang nggak ada hal lain yang lebih menarik untuk kalian bicarakan,” seru Mona.

“Terserah kita-kita dong, kenapa jadi lo yang sewot,” ujar Jati.

“Diem loh!” sentak Mona yang sudah bersedekap lalu menatap Guntur. “Lo didamba para cewek tapi selera lo ke cewek rendah banget sih. Masih oke juga, sahabat-sahabat gue,” ejek Mona.

“Gue heran sama lo Fan, masih betah sama yang begini. Kalau gue sih ogah.” Guntur balas mengejek Mona.

“Rasanya masih enak, entah kalau udah nggak enak,” balas Refan.

“Eh. Maksud kamu apa?” tanya Mona pada Refan yang sudah berdiri menghardik pria itu.

“Tuh ‘kan, jadi drama rumah tangga. Cabut aja yuk,” ajak Kanta dan disetujui Jati juga Guntur.

Akhirnya Mona dan Refan bertengkar, bahkan Mona harus gigit jari karena diacuhkan oleh Refan. Padahal dia sudah merajuk dan merengek.

“Dasar Guntur, gara-gara dia gue jadi ditinggal Refan,” keluh Mona. “Gue akan balas ulah lo ini,” ujar Mona sambil tersenyum sinis lalu membuka ponselnya dan menghubungi seseorang.

Ponsel Mona sudah ditempelkan di telinga, menunggu jawaban dari kontak yang dihubungi. Tidak lama ….

“Halo, halo. Nggak usah sok akrab. Eh cupu, lo jangan merasa bangga karena Guntur sekarang ada dipihak lo,” ujar Mona. “Asal lo tahu, gue punya rahasia Guntur yang mungkin nggak akan pernah lo bayangkan,” tutur Mona lalu terdiam mendengarkan suara di ujung sana.

“Kalo penasaran, lo datang ke café biasa. Satu jam lagi gue tunggu lo di sana.” Mona mengakhiri panggilan telepon lalu mengirimkan pesan pada Mona CS agar berkumpul di café biasa.

“Dasar cupu, mau aja dibe_goin si Guntur.”

Sedangkan di tempat berbeda, Alya yang baru saja mendapatkan telepon dari Mona ragu untuk memenuhi permintaan wanita itu atau tidak. Namun, dia penasaran tentang rahasia Guntur dan dirinya.

“Mona mau kasih tahu apa sih,” gumam Alya. “Kalau aku berangkat, Guntur marah nggak ya? Tapi aku penasaran.”

Alya pun memenuhi ajakan Mona, tanpa memberitahu Guntur dia keluar rumah menggunakan ojek online. Tempat pertemuan yang disebutkan Mona tentu saja Alya sudah tahu, café yang pernah didatangi olehnya bersama Guntur.

Sampai di lokasi, Alya menatap sekeliling mencari keberadaan Mona. Tentu saja tidak sulit, karena Mona CS dengan gaya dan penampilannya yang glamour bahkan terkadang penampilannya tidak mencerminkan kalau mereka masih SMA.

Mona CS masih asyik tertawa, entah apa yang dibicarakan. Alya mendekati meja kumpulan wanita itu.

“Mona,” panggil Alya.

Mona dan yang lainnya menatap Alya dan mengernyitkan dahinya. Menatap wanita yang berdiri mengenakan dress biru langit selutut dan flat shoes putih membawa sling bag dengan warna senada dengan sepatunya. Rambut yang digerai dan tersemat jepitan di sebelah kiri, membuat penampilan Alya terlihat girly.

“Lo … Alya?” tanya Mona ragu-ragu.

“Iya,” sahut Alya.

Mona dan teman-temannya saling tatap lalu kembali menatap Alya. Penampilan Alya menurut mereka sangat berbeda. Alya yang biasa mengenakan kacamata dan rambut yang dikuncir, juga model seragamnya tidak di model membuatnya terlihat begitu norak.

“Hm, maksud kamu di telpon tadi apa ya?” tanya Alya masih berdiri.

“Oh, duduk dulu deh,” seru Mona. Sebenarnya wanita itu ingin mengadu domba Guntur dan Alya, tapi melihat penampilan Alya sekarang, wajar saja kalau Guntur terus menempel pada Alya.

“Eh, lo kok berbeda sih?” tanya rekan Mona pada Alya.

“Berbeda gimana?”

“Ya beda aja. Kayak bukan lo gitu? Yang lo pake juga bukan dress biasa, lo jadi sugar baby ya?”

“Hahh.”