Di tengah reruntuhan planet Zefia, Arez terbangun dari tidur panjangnya—sebuah dunia yang hancur akibat bencana besar yang dikenal sebagai Bang. Setiap seratus tahun, planet ini mengalami Reset, sebuah siklus mengerikan yang membawa kehancuran, memunculkan monster, dan membangkitkan kejahatan dari masa lalu. Dunia di mana perdamaian tak pernah bertahan lama, di mana peradaban selalu bangkit hanya untuk jatuh kembali.
Arez, seorang pahlawan yang terlupakan, bangkit tanpa ingatan tentang masa lalunya. Digerakkan oleh naluri untuk melindungi Zefia, ia harus bergabung dengan para Refor, pejuang pilihan yang memegang kekuatan elemen untuk menjaga keseimbangan dunia. Namun, Arez tidak menyadari bahwa ia adalah kunci dari siklus kehancuran yang terus berulang. Monster dan musuh dari masa lalu mengenali jati dirinya, tetapi Arez terjebak dalam kebingungan, tak memahami siapa dirinya sebenarnya.
Apakah di@ adalah penyelamat dunia, atau justru sumber kehancurannya? Apakah Arez akan berhasil?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Daffa Rifky Virziano, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kesepakatan
Setelah Blaise dan Katerina memperkenalkan diri di taman istana, suasana tegang semakin terasa. Elara, yang sudah bersiap dengan senjatanya, semakin waspada. Namun, sebelum situasi bisa berkembang lebih jauh, Katerina dengan tenang mengangkat tangan kanannya, dan dalam sekejap, sebuah ruang sihir mulai terbentuk di sekitar mereka.
Ruang sihir yang diciptakan Katerina tampak seperti gelembung transparan yang berkilauan dengan cahaya magis. Warna-warna halus berputar di sekitarnya, menciptakan dinding tak terlihat yang memisahkan mereka dari dunia luar. Di dalam ruang itu, suara dari luar tak bisa terdengar, dan mereka pun tak bisa dilihat oleh siapa pun di luar. Hanya mereka berempat yang berada di dalam ruang sihir tersebut.
“Sekarang, tidak ada yang bisa mengganggu kita,” ujar Katerina dengan suara lembut namun penuh keyakinan.
Arez menatap Katerina dan Blaise dengan pandangan penuh tanya, sementara Elara tetap bersiaga, meskipun sedikit melonggarkan ketegangannya. Blaise kemudian melangkah maju, mendekati Arez dengan senyum tipis yang terlihat misterius.
“Kami adalah Excubitores, penjaga kedamaian di dunia ini,” Blaise memulai penjelasannya. “Tugas kami adalah memastikan keseimbangan dan melindungi Zefia dari ancaman yang dapat menghancurkan dunia ini. Dan kau, Arez, memiliki peran yang lebih besar dalam semua ini daripada yang mungkin kau sadari.”
Katerina melanjutkan dengan suara yang lebih lembut, tetapi tidak kalah tegas. “Kami di Excubitores bukan hanya sekadar penjaga. Kami adalah yang dipilih untuk menjalankan dunia dibalik bayang Setiap anggota Excubitores memiliki kekuatan yang istimewa."
Arez, yang mendengarkan dengan seksama, merasakan ada sesuatu yang lebih dalam dari sekadar peran sebagai penjaga kedamaian. “Lalu, apa hubungannya ini dengan diriku?” tanya Arez, ingin tahu lebih jauh.
Blaise memandang Arez dengan serius. “Kau bukan orang biasa, Arez. "
Katerina mengangguk setuju. “Kami di sini bukan untuk mengancammu, tetapi untuk memberitahumu bahwa kami memperhatikanmu. Apa pun yang terjadi, kami berharap kau berada di kami.”
Arez terdiam, merenungkan kata-kata Blaise dan Katerina. Hatinya dipenuhi dengan keraguan, berusaha mencerna semua informasi yang baru saja ia terima. Bagian dari mereka yang hilang? Apa maksudnya? Kenapa dia merasa seolah terjebak dalam sesuatu yang jauh lebih besar daripada dirinya sendiri?
Melihat Arez terdiam, Blaise melanjutkan dengan nada yang lebih lembut namun tegas, "Kami telah menunggu dirimu, Arez. Kau adalah bagian dari kami yang hilang, bagian yang selama ini kami cari."
Namun, sebelum Blaise bisa melanjutkan lebih jauh, Elara Dengan nada skeptis ia memotong pembicaraan, "Bila kalian sudah menunggu Arez dan mengetahui begitu banyak tentangnya, mengapa kalian tidak memberitahu semuanya sekarang? Kenapa harus ada rahasia? Apa yang sebenarnya kalian rencanakan?"
Katerina, dengan ekspresi tenang dan senyuman tipis di wajahnya, menjawab dengan lembut namun penuh makna, "Kami hanya membicarakan hal-hal penting, Elara. Sisanya, biarkan Arez yang mengingat dan memutuskan sendiri. Kami tidak akan memaksakan apapun padanya. Ingatan dan pilihannya adalah miliknya sendiri. Kami hanya di sini untuk memastikan bahwa ketika waktunya tiba, Arez tahu jalan mana yang harus ia tempuh."
Kata-kata Katerina terdengar misterius, menambah lapisan kebingungan dalam pikiran Arez. Ia menyadari bahwa meskipun mereka tampak menawarkan jawaban, pada kenyataannya mereka justru meninggalkan lebih banyak pertanyaan. Namun, satu hal yang jelas—Arez harus mencari kebenaran tentang dirinya sendiri
.Arez, masih bingung dengan semua yang terjadi, mengumpulkan keberanian untuk menanyakan tentang Sang Dewi yang disebutkan dalam ingatannya. Namun, Blaise dan Katerina hanya saling tersenyum, seolah mereka tahu sesuatu yang lebih dari yang mereka ungkapkan. Saat Blaise hendak membuka mulut untuk menjawab, tiba-tiba ruang sihir yang dibuat oleh Katerina retak dan hancur seketika.
Cybele muncul, wajahnya dipenuhi kemarahan dan kewaspadaan. Dia langsung berjalan ke arah Arez, memastikan dia baik-baik saja. "Apakah kalian tidak apa-apa?" tanya Cybele, nadanya tegas. Namun, pandangannya segera beralih ke Blaise dan Katerina. "Siapa kalian?" suaranya penuh dengan ancaman.
Blaise hanya tersenyum tipis, "Ups, sepertinya ada gangguan," katanya dengan nada santai.
Tanpa peringatan, Elara yang sudah merasakan ketegangan dari situasi ini segera menarik busur panahnya dan menembakkan sebuah anak panah langsung ke arah Blaise. Namun, Katerina dengan cepat menggunakan sihirnya untuk menciptakan perisai es, menangkis serangan Elara dengan mudah.
"Permainan yang menarik," kata Katerina dengan senyuman tenang. Dia kemudian mengangkat tangannya, dan sihir esnya mulai mengalir keluar, membentuk tombak-tombak es yang mengarah ke Elara dan Cybele. Dalam sekejap, pertarungan pun pecah di tengah taman istana. Blaise dan Katerina melawan Elara dan Cybele, dua sisi dengan kekuatan yang luar biasa.
Arez, yang berada di tengah-tengah kekacauan ini, mencoba menghentikan pertarungan. "Berhenti! Jangan bertarung!" serunya dengan putus asa, namun suaranya tenggelam dalam gemuruh pertempuran.
Blaise dan Cybele saling bertukar serangan, kapak besar Blaise beradu dengan pedang Cybele, menghasilkan percikan api yang membakar udara. Di sisi lain, Katerina dan Elara saling bertukar sihir, dengan Elara berusaha menghujani Katerina dengan anak panah sementara Katerina membalas dengan serangan es yang mematikan.
Saat Elara mengeluarkan panah api dari tangannya, ia memusatkan energinya dengan kuat, membentuk sebuah anak panah yang bercahaya dengan intensitas tinggi, cukup untuk menembus pertahanan es Katerina. Sihir api Elara melesat cepat ke arah Katerina, tapi Katerina, yang sudah bersiap, segera mengaktifkan jurus pamungkasnya, "Glacial Thorns."
Dalam sekejap, duri-duri es tajam muncul dari tanah, membentuk pertahanan sekaligus menyerang Elara. Serangan ini mengenai Elara, membuatnya terluka parah dan tersungkur ke tanah. Cybele, menyadari bahaya yang mengintai Elara, segera mundur untuk mengamankannya.
Arez yang melihat Elara terluka, amarahnya memuncak. Dengan cepat ia mengeluarkan pedang miliknya yang memancarkan kilauan cahaya dan kegelapan, simbol kekuatan ganda yang ia miliki. Arez kemudian melancarkan jurusnya, "Twilight Slash," sebuah tebasan kuat yang memadukan energi cahaya dan kegelapan, mengarah langsung ke Katerina.
Namun, sebelum serangan itu bisa mencapai Katerina, Blaise dengan sigap menangkisnya, menggunakan salah satu kapak besarnya. Blaise kemudian mendekat ke Arez, berbisik dengan suara tenang, "Sepertinya sampai di sini saja. Aku akan memberi tahumu sesuatu, Arez. Kau pasti ingat tentang Gunung Cageves."
Seketika, Arez merasakan sakit yang hebat di kepalanya, menyebabkan dia terjatuh dan kehilangan keseimbangan. Blaise dan Katerina memanfaatkan kesempatan itu untuk menghilang, meninggalkan Cybele yang hanya bisa berusaha menolong Elara dan Arez yang terbaring kesakitan.
Dalam bayang-bayang, saat Blaise dan Katerina menghilang, Blaise membisikkan kata-kata terakhirnya kepada Arez, “Kita akan membuat kesepakatan yang baik, Arez. Sampai jumpa.” Setelah itu, suasana sekitar menjadi tenang, dan prajurit istana berdatangan untuk memberikan pertolongan.
Cybele, dengan penuh perhatian, langsung memeriksa kondisi Elara dan Arez. Prajurit lainnya dengan sigap merawat luka-luka mereka dan memastikan bahwa situasi terkendali. Meskipun pertempuran singkat ini meninggalkan jejak kekacauan, upaya untuk mengatasi kerusakan dan memberikan pertolongan berlangsung dengan cepat.
Arez, dalam keadaan pingsan, segera dibawa ke tempat pengobatan di istana untuk perawatan intensif. Elara, yang terluka parah, juga mendapatkan perhatian medis yang mendalam. Di sebelah Arez, Cybele merasa bersalah karena tidak dapat memberikan bantuan yang cukup dan membiarkan Blaise serta Katerina melarikan diri.
Cybele bergumam pada dirinya sendiri, “Aku akan mencari tahu lebih banyak dan membantu mu, Arez. Tak perlu khawatir.” Setelah itu, ia melangkah keluar dari kamar rawat dengan langkah tegas, bertekad untuk menyelidiki lebih lanjut dan memastikan bahwa Arez mendapatkan bantuan yang dibutuhkan.
Saat Arez pingsan, ia terhanyut dalam mimpi yang membawa ingatannya jauh ke masa lalu. Dalam mimpi itu, Arez menemukan dirinya berada di puncak Gunung Cageves, 1000 tahun yang lalu. Di sekelilingnya, dunia tampak suram dan bergejolak. Bersamanya ada seorang wanita dan seorang pria misterius, keduanya memancarkan aura kekuatan dan ketenangan meskipun situasi di sekitar mereka sangat mencekam.
Di depan mereka, berdiri sosok mengerikan, seekor naga berkepala tiga yang disebut sebagai penjaga langit. Naga itu mengamuk, menyemburkan api dari ketiga kepalanya dengan ganas, menghancurkan segala sesuatu di sekitarnya. Suara dentingan logam dan gelegar petir memenuhi udara saat ketiga orang itu melawan monster tersebut. Serangan demi serangan mereka lepaskan, tetapi naga itu tidak mudah ditundukkan. Setiap gerakan yang mereka lakukan terasa penuh dengan intensitas dan keberanian.
Di tengah pertempuran itu, suara pria misterius tersebut terdengar jelas dalam ingatan Arez, "Kita harus menghentikannya. Kita bisa menghentikan reset selamanya." Kata-kata itu terdengar penuh dengan tekad, seolah mereka sedang berjuang untuk sesuatu yang lebih besar daripada sekadar mengalahkan naga. Seolah-olah, di balik pertempuran ini, ada sebuah rahasia besar yang harus mereka bongkar, sesuatu yang bisa mengubah nasib dunia.
Tiba-tiba, ingatan Arez melompat ke momen lain yang lebih lembut. Wanita misterius itu mendekatinya, wajahnya penuh dengan kehangatan dan kasih sayang. Ia mencium kening Arez dengan lembut, seolah memberi kekuatan dan harapan sebelum segala sesuatunya berubah. Perasaan hangat dan familiar menyelimutinya, membuat Arez merasa terlindungi di tengah kekacauan yang sedang terjadi.
Tepat saat bibir wanita itu menyentuh keningnya, Arez tiba-tiba terbangun dari mimpinya. Nafasnya memburu, keringat dingin mengalir di wajahnya. Kenangan yang baru saja terungkap masih membekas jelas di benaknya. Semua yang ia alami dalam mimpi itu terasa begitu nyata, seolah-olah itu bukan hanya sekadar bayangan atau ilusi. Ia tahu bahwa apa yang ia lihat dalam mimpinya adalah bagian dari masa lalunya, masa yang telah lama terlupakan namun kini perlahan mulai kembali.
Untuk tulisan bagus dan rapi melebih standar tulisan author2 di sini kebnyakan. Pendeskripsian juga sudah bagus namun aku saran lebih menerapkan showing ke konten yg ada di cerita.
Untuk Alur termasuk lambat, World Building ada untuk pengenalan cukup, ada beberapa narasi yg janggal namun untuk tidak terlalu mengganggu keseluruhan bacanya.
Saranku, lebih eksplor setting Post Apocalyptic-nya dlu baik sebelum bertemu Elara ataupun ketika baru bertemu dengannya.
Feelnya menurutku bukan seperti novel Post Apocalyptic kebnyakan dan malah seperti Novel isekai pada umumnya.
Skrng jadi emas /Facepalm/