Menurut cerita para tetua, jika menjadi pendamping pengantin lebih dari 3 kali, akan sulit mendapatkan jodoh. Akan kah Lia mengalaminya??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Efelin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32
Papa Wira membetulkan selimut yang menutupi tubuh polos mereka, memeluk mama Wina dalam dekapannya dan ikut masuk dalam mimpi seperti istrinya.
Begitulah cara papa Wira dan dan mama Wina menjaga keharmonisan rumah tangganya, saling terbuka dan kerja sama dengan baik. Segala masalah segera dibicarakan agar tidak menimbulkan kesalahpahaman atau mencari jalan keluar agar masalah tidak semakin berlarut sehingga mengganggu pekerjaan di tempat masing-masing.
Keesokan harinya, dengan penuh semangat, Dava mempersiapkan diri untuk berangkat kerja. Ia keluar dari kamarnya membawa jas dan tas kerjanya sambil terus tersenyum dan bersenandung kecil dengan wajah yang sangat ceria.
Di ruang makan, dia mencium kedua pipi mamanya, membuat papanya terheran.
“ Hei, kamu lagi menang tender, kok bahagia banget keliatannya? “ tanya papa Wira yang sudah menebak penyebab keceriaan Dava, pasti ada hubungannya dengan kejadian kemarin sore.
“ Lebih dari menang tender, pa. “ jawab Dava sambil duduk dan mengambil sarapannya.
“ Dava kenapa, ma? “ tanya papa Wira pada mama Wina, pura-pura tak tau.
“ Hatinya lagi berbunga sekebun, pa. “ ucap mama Wina.
“ Sampe jam berapa abang telponan semalam, sudah kayak ABG, ilmu gombalnya tingkat tinggi. “ ucap Dara sambil mengambil minum.
“ Kok kamu tahu? “ tanya Dava menoleh pada adiknya.
“ Karna terlalu fall in love seluas samudra, jadi pintu kamar di tutupnya kurang rapat, ada celah buat nguping deh. “ ucap Dara tak merasa bersalah.
“ Mau sampe jam berapa, itu bukan urusan anak kecil. “ jawab Dava menimpali ledekan adiknya.
“ Abang lagi kasmaran, pa. “ adu Dara.
“ Sama siapa, apa sama sekretarisnya Bara itu? “ tanya papa Wira pura-pura tidak tahu.
“ Papa tahu orangnya? “ tanya Dara.
“ Mama pernah cerita.” jawab papa Wira.
“ Papa itu bukan cuma tahu orangnya tapi kemarin sudah bertemu dan kenalan dengan orangnya. " ucap Dava.
“ Mama kok gak cerita sama aku sih. Papa juga pura-pura minta dikenalin. Jadi sebel akunya." ucap Dara.
" Jadi benar, sekretaris om Bara itu pujaan hati abang? Yang waktu pesta kak Betty ada di sebelahnya? “ tanya Dara.
“ Wah kalo itu sih memang cantik banget. Pantesan waktu abang lihat foto cewek di ponsel malam itu, aku seperti pernah lihat. Jadi benar, abang sudah punya pacar sekarang, kenalin dong. “ lanjut Dara.
“ E-N-G-G-A-K.. nanti kamu kerjain, dia itu orangnya pemalu. “ ujar Dava seperti mengeja kata enggak untuk mempertegas bahwa ia tidak akan memperkenalkan Lia pada Dara.
“ Ih.. abang pelit, gak seru. “ ucap Dara kesal.
“ Nanti aku pulang telat ya pa ma, kali inimau kencan dulu, bukan lembur banyak kerjaan di kantor.“ ucap Dava sambil mengacak rambut adiknya.
" Kencan kok hari kerja. " ucap Dara.
" Itu kalo ABG kayak kamu, kencannya cuma malam minggi, kalo kayak abang sebagai eksekutif muda, itu berbeda, kencannya tiap hari. " jawab Dava.
" Eksekutif muda... gaya abang tuh memang luar biasa, dua jempol untuk abang, tapi langsung KO begitu di cuekin cewek sampe waktu lihatin fotonya, itu mata stop berkedip. " sahut Dara.
Begitu lah jika mereka bertemu, ada saja yang di perdebatkan tapi bukan bertengkar, hanya saling memberi pendapat.
Setelah sarapan selesai, mereka berangkat menuju tempat kegiatan masing-masing.
Sampai di kantor, begitu meletakkan jasnya di sandaran kursi kerjanya, Dava langsung menelepon Lia yang tak ingin di jemput kerja.
“ Adek lagi ngapain? “ tanya Dava begitu melihat wajah Lia di ponselnya.
“ Baru sampai, ini mau cek berkas dulu baru masuk ke meja pak Bara. Abang sudah sarapan? “ tanya Lia.
“ Sudah tadi di rumah. Adek sudah sarapan? “ ucap Dava.
“ Sudah bang. Maaf aku beresin ini dulu ya, nanti kita lanjut, gak enak ini kantor. “ kata Lia.
“ Ia deh, abang ngalah. Atau gimana kalo adek jadi sekretaris abang aja, biar tiap ketemu, gak kangen terus? “ tawar Dava.
“ Ih... abang itu ada-ada aja. Nanti malah abang gak jadi kerja, usilin terus. “ tebak Lia.
“ Habis kangen nih. “ ucap Dava.
Lia yang mendengar pun tersipu.
“ Udah ah bang, gak jadi nanti kita kerja.
Semangat ya, abangku. “ ucap Lia lalu menutup telponnya. Ia masih malu dengan gombalan Dava.
" Hem.. ada yang lagi abang adek ini. " ucap Evan sambil agak berdehem, menyadarkan Dava yang masih memandangi ponselnya.
Ia baru saja mengganti wallpaper ponselnya dengan foto ketika ia dan Lia berada di taman hiburan waktu itu.
" Eh.. kok sudah di sini aja, aku gak denger kamu ketuk pintu. " ujar Dava.
" Gimana mau denger, sekarang itu yang kamu dengerin hanya suara Lia aja. Emang sudah sejauh mana prospeknya. " kata Evan.
" Emang laporan proyek, pake prospek segala. Yang pasti aku lagi seneng, akhirnya aku sama Lia jadian. " kata Dava.
" Om sama tante sudah tahu. " tanya Evan.
" Sudah, kemarin kami jadiannya. " kata Dava.
" Wah, selamat ya. Berapa lama kamu berlutut menunggu jawaban pas kamu nembak dia. " ucap Evan.
Sesaat Dava terdiam. Kenapa dia mengklaim bahwa ia dan Lia sudah jadian? Benar apa kata Evan, dia kemarin tidak ada menyatakan permintaannya ingin menjalin hubungan yang serius dengan Lia. Kemarin hanya pertanyaan dari sang mama pada Lia, bukan pertanyaan dari dia langsung.
" Eh..kok jadi diam. " tanya Evan.
" Aku gak ada nembak dia kemarin, kalo tempo hari baru ada, dua kali. " ucap Dava.
" Terus kok kamu bilang sudah jadian? Itu namanya pengakuan sepihak. Apa Lia menerima hal ini. " ucap Evan.
" Ini nih kalo baru kenal yang namanya cewek, jangan ilmu bisnismu di pakai. " kata Evan.
" Kayak kamu ngerti aja soal seperti begitu, padahal kan kita sama-sama jomblo, tapi kemarin aku sudah tidak lagi. " ucap Dava.
" Iya deh, bos mah bebas. " ucap Evan.
" Ngomong-ngomong, ini berkas kontrak yang kemarin sudah deal kerjasamanya. Coba di periksa, takut ada yang kurang. " kata Evan.
" Baik, terimakasih. Nanti ku pelajari dan akan ku kabari ke kamu jika sudah selesai. " ucap Dava.
" Ok, aku kembali dulu. " kata Evan sambil meninggalkan ruang Dava.
Dava pun melanjutkan pekerjaannya, begitu juga Lia di tempat lain.
Mereka hanya saling berkirim pesan jika ada waktu luang. Tidak mau mengganggu pekerjaan mereka.
Hari demi hari hubungan Dava dan Lia semakin lengket saja. Dava selalu menyempatkan diri menjemput Lia untuk mengantar pulang jika pekerjaannya tidak banyak. Terkadang mereka jalan bersama dulu baru pulang, atau sekedar berbincang di teras kontrakan Lia.
Lia juga sudah menceritakan kepada orang tentang kedekatannya dengan Dava. Orang tua Lia merestui hubungan mereka asal mereka dapat menjalaninya dengan baik dan tidak ada keterpaksaan di antara mereka.