Cinta Sang Berandal
“Guntur, nih!”
Refan melempar kardus berisi ponsel terbaru. Guntur menerimanya sambil terkekeh. Ponsel dengan icon buah tergigit keluaran terbaru dengan harga di atas dua puluh jutaan berhasil Gundur terima karena menang taruhan dari Refan.
Guntur, bukan siswa kekurangan uang sampai tidak mampu beli ponsel terbaru. Saat ini mereka berada di kantin SMA Bina Bangsa, SMA swasta di Jakarta dengan biaya pendidikan bukan kaleng-kaleng. Bahkan ada kalangan orangtua siswa terkadang berlomba-lomba untuk memberikan dukungan fasilitas dan bantuan untuk sekolah tersebut.
Orangtua Guntur termasuk salah satu donatur tetap sekolah, jadi masalah ponsel terbaru tadi bukan sebuah pencapaian. Hanya sebagai hiburan saja.
“Ayo, kita mau dengar,” ujar Refan didukung oleh antek-anteknya.
“Lo yakin, mau lakuin di sini. Arba tuh cewek,” bisik Jati pada Guntur.
“Emang gue ada bilang, Arba itu benc*ng?” Guntur menatap perempuan yang baru saja bergabung di kantin. Perempuan itu bernama Arba, yang akhir-akhir ini selalu menempel kepadanya seperti perangko.
“Semangat ya, ponselnya kalau nggak kepake buat gue aja,” usul Kanta.
“Tuh lihat, nggak usah gue cari dia datang sendiri. Udah kayak magnet nggak sih gue sama dia,” canda Guntur.
“Hai sayang,” sapa Arba yang ingin memeluk Guntur tapi tidak jadi karena pria itu mengangkat tangannya seakan mengatakan “Jangan dekat!”.
Arba tidak habis ide untuk dekat dengan Guntur dan lengan pria itu menjadi pilihan berikutnya. Arba memeluk lengan Guntur, membuat bagian depan tubuhnya menempel pada pria itu.
“Gaes, perhatian sebentar,” ujar Guntur sambil membunyikan gelas dengan sendok. “Ada yang mau gue sampaikan buat lo-lo semua.”
Arba tersenyum, dia menduga apa yang akan disampaikan oleh Guntur tentang dirinya. Entah itu Guntur semakin serius dengannya atau apalah. Yang penting, Guntur menjadi dunianya.
“Gue Guntur dan lo semua pasti sudah kenal. Siapa yang nggak kenal dengan gua. Di sebelah gue ada Arba dan kalian semua juga udah kenal,” tutur Guntur. Arba masih tersenyum mendengar penuturan pria yang masih dia peluk. “Mulai saat ini, gue umumkan kalau gue dan Arba tidak ada hubungan apapun.”
Seisi kantin bersorak karena pengumuman Guntur tidak penting.
“Hah, kok gitu. Maksudnya apa?” Arba melepaskan pelukannya, heran dengan keputusan Guntur.
“Putus ya putus, masa nggak ngerti. Gue, elo kita end. Udahan. Selesai. Tamat,” tutur Guntur lagi.
“Tapi kenapa? Sedangkan semalam kita habis enak-enak. Lo lupa kalau semalam kita ….”
“Make love maksud lo. Justru karena itu kita udahan. Urusan kita Cuma sampai berbagi peluh, terus gue menang dan dapat ini.” Guntur menunjukan dus ponselnya yang baru. “Sebenarnya gue bisa beli berlusin-lusin pake duit gue sendiri, tapi rasanya beda dari gue menang taruhan.”
“Bang sat, jadi gue dijadiin taruhan.”
Suasana kantin semakin riuh, karena perdebatan Arba dan Guntur. Refan bertepuk tangan melihat drama percintaan ala Guntur.
“Memang lo pikir gue beneran suka sama lo? Mimpi ….”
“Bro, udahlah,” ujar Jati sambil menepuk bahu Guntur.
“Tapi, gimana kalau gue hamil karena perbuatan lo semalam,” teriak Arba.
Bukannya takut atau malu, Guntur malah terbahak mendengar kemungkinan yang disampaikan Arba. Kalau dipikir hal itu mungkin saja, Arba hamil karena pergulatannya dengan seorang pria.
“Kalau lo hamil, jelas itu bukan anak gue. Takut lo lupa jadi gue ingetin lagi, semalam gue pake pengaman dan minggu lalu lo masih jalan sama Dio anak A3. Dia terkenal player dan nggak mungkin lo nggak macam-macam sama dia. Sebelumnya juga lo jalan sama ….”
“Cukup! Kalian banci. Gue pastiin lo bakal terima karma dan pembalasan, meski itu bukan dari gue.”
“Ohh, takut,” ejek Guntur sambil berlaga ketakutan.
Arba menghentakan kakinya lalu beranjak dari kantin disambut tawa oleh Guntur dan teman-temannya.
“Gokil, emang lo kepa_rat banget dan teman terbej4t yang pernah ada,” ujar Refan.
“Guntur, lo dipanggil ke ruang guru,” ujar seorang siswa.
“Urusan apa?” tanya Guntur.
Siswa yang menyampaikan pesan itu hanya mengedikkan bahu lalu pergi. Entah karena takut pada siswa paling bermasalah di sekolah itu atau memang ada hal lain yang ingin dilakukan.
“Oke, gue cabut dulu.”
“Mau diusir kali, lo udah nggak layak jadi siswa sini,” ejek Refan.
“Bac0t,” teriak Guntur.
Di sudut kantin, seorang siswa yang sosoknya seakan tidak terlihat melihat semua kejadian itu. dia hanya menggelengkan kepala menyaksikan betapa bobrok dan rusak mental teman-temannya. Walaupun tidak bisa dipukul rata bahwa semua siswa sekurang ajar mereka, tapi yang dilakukan Guntur, Refan dan teman yang mendukung taruhan gila itu cukup mengkhawatirkan.
“Mana PR gue?" teriak Mona kekasih Refan pada Alya.
“Ini," sahut Alya sambil menyerahkan buku pada Mona.
Alya, gadis itu bernama Alya Kania. Siswi paling berbeda dari siswi lainnya, mengenakan kacamata dan rambut diikat ekor kuda. Selalu menyendiri dan menjadi korban perundungan. Salah satunya oleh Mona.
“Awas aja kalau ternyata pada salah lagi,” pekik Mona. “Girls, kita balik ke kelas." Mona dan geng nya meninggalkan kantin, setelah melambaikan tangan pada Refan.
Alya pun ikut meninggalkan kantin menuju auditorium. Dia dihukum membersihkan auditorium karena datang terlambat. Terlambatnya bukan karena Alya malas bangun pagi, dia datang tepat waktu tapi salah satu siswa memaksanya untuk beli paket breakfast di salah satu restoran fastfood yang letaknya satu blok dari sekolah.
Tidak punya teman dan selalu dimanfaatkan. Dua hal itu sudah Alya jalani selama dia bersekolah di SMA Bina Bangsa. Berharap waktu cepat berlalu dan dia bisa segera meninggalkan sekolah ini. Mungkin saja dia pindah agar tidak lagi dapat perundungan, tapi Alya tidak ingin memberatkan orangtua. Pindah sekolah artinya perlu biaya, sedangkan dia diterima di sekolah itu karena beasiswa. Ada rasa sesal karena dia tidak memilih sekolah negeri.
Alya berlari menuju kelasnya karena bel tanda istirahat berakhir sudah berbunyi. dia tidak ingin terlambat masuk kelas, apa lagi ada ulangan harian. Fokus pada jalan, tidak sengaja dia menabrak seseorang bahkan keduanya sampai tersungkur.
“Woy, lo buta ya.”
“Maaf.” Alya berdiri dan menunduk, tidak berani menatap orang yang dia tabrak.
“Dasar cupu,” teriak orang itu.
Alya hanya diam.
“Guntur, ayo ah. Nanti lo kena masalah lagi.”
Alya berani menaikan dagunya menatap siswa yang tadi menghinanya, ketika orang itu sudah jauh.
“Kadang cupu lebih baik, dibandingkan tidak beradab,” gumam Alya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
Rinisa
Karya ke 10 yg aku baca. 🤗
2024-10-01
0
Al Fatih
mampir kak...
2024-09-30
0
🕊️❦Teteh🕊️Reyna༂🕊️
Setuju Al 👍
2024-09-12
2