"Berapa uang yang harus saya keluarkan untuk membeli satu malam mu?"
Erick Davidson, pria tajir dengan sejuta pesona, hendak menjebak seorang gadis yang bekerja sebagai personal assistan nya, untuk jatuh ke dalam pelukannya.
Elena cempaka, gadis biasa yang memiliki kehidupan flat tiba-tiba seperti di ajak ke roler coster yang membuat hidupnya jungkir balik setelah tuan Erick Davidson yang berkuasa ingin membayar satu malam bersama dirinya dengan alasan pria itu ingin memiliki anak tanpa pernikahan.
Bagaimana kisah cinta mereka? ikuti bersama!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Park alra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
GCTE | Bab 30
Akhirnya pernikahan tetap terlaksana, di pandu oleh Dea dan bu Sintya, Elena kembali bersiap, membetulkan riasannya yang sempat rusak.
"Ini tuan, cincin pernikahan yang anda pinta." seorang ajudan Erick memberikan kotak beludru berwarna merah kepada pria itu. Erick menerimanya lalu mengangguk.
"Kau boleh kembali."
Sang ajudan menunduk patuh lalu berlalu. Erick membuka kotak berbentuk pola hati itu dan terlihatlah sepasang cincin perak berwarna putih yang berkilau.
Apakah semua ini sudah tepat di lakukan? monolognya pada diri saat ini.
"Pak Erick ... "
Erick menoleh ketika ada yang meraba pundaknya dari belakang.
"Saya Widodo ... Ayah nya Bagas." pria paruh baya itu memperkenalkan dirinya. Erick mengangguk, ia sudah tahu soal itu.
"Saya cuma mau berpesan ... tolong jaga nak Elena. Dia gadis baik-baik. Dia tidak punya siapa-siapa lagi setelah Bu Ratna tiada, jadi jangan pernah sakiti dia."
Erick mengangguk paham, sempat tergelitik ada sesuatu yang ingin ia tanyakan. "Sebelumnya maaf pak Widodo, kenapa bapak begitu mudahnya mengijinkan saya menikahi Elena? ... "
Spontanitas pak Widodo tersenyum meski sesaat. "Simpel saja nak, saya ingin anak saya juga bahagia di alam sana."
"Sebelumnya saat hari H sudah akan tiba, Bagas mendadak bicara tentang masalah pribadinya sama saya dan ibunya, sesuatu yang tidak pernah ia lakukan karena dia memang anaknya tertutup."
"Dia bilang seperti nya Elena mencintai pria lain dan dia tak yakin untuk melanjutkan pernikahan nya jika Elena tidak bahagia. Tapi saya mendesaknya, bilang jika ini adalah kewajiban nya karena almarhumah Bu Ratna sudah mempercayakan Elena kepadanya." lenggang sejenak, pak Widodo menjeda kalimatnya, pria yang sudah mulai beruban itu menghela nafas berat.
"Tapi sekarang putra saya sudah tiada, saya telah kehilangan cahaya hidup saya, tapi mau bagaimana? hidup tetap harus berjalan kan? setidaknya dengan ini anak saya tidak akan terbebani dengan tanggung jawab yang belum sempat ia laksanakan ... karena ada pak Erick yang akan mewakilkan."
"Oleh sebab itu, tolong jaga nak Elena baik-baik. Bu Ratna dan Bagas sudah mempercayakan Elena pada mu. Jadi lindungi dia dan cintai dia."
Mendengar penuturan pak Widodo entah kenapa netra Erick mengeluarkan kaca-kaca nya, ia tersanjung sekaligus terharu.
"Saya pasti akan melindungi dan mencintai Elena dengan segenap jiwa dan raga saya."
Pak Widodo mengangguk, matanya yang memerah ia usap dengan ujung jari. Pria tersebut menepuk-nepuk punggung Erick dengan bangga.
...***...
Setelah kedua mempelai siap, akad di laksanakan dengan penuh khidmat, Dea dan Rizal sang kekasih, pak Widodo dan sang istri hadir sebagai saksi atas bersatunya dua insani dalam simpul pernikahan. Juga ada pak Edy di sana ikut turut menyaksikan peristiwa sakral itu.
Erick menoleh pada Elena, gadis itu terlihat masih terisak dengan tubuhnya yang bergetar. Perlahan Erick mengambil sebelah tangan Elena, menyematkan cincin pernikahan di jari manis gadis yang kini sudah sah sebagai istrinya. Pun hal yang sama di lakukan Elena, meski dengan sedikit bantuan Dea karena Elena masih terlihat tak berdaya.
Setelah itu, Erick menarik lembut kepala Elena, melabuhkan kecupan di kening gadis itu cukup lama dan penuh penghayatan.
Dea menangis haru, ia mengusap air matanya yang mengalir deras, Rizal melihat pun membawa gadis itu ke pelukannya. Hal yang sama di rasakan pak Widodo, ia tersenyum namun bulir bening itu tak bisa ia tahan, bu Sintya sigap menyeka air mata sang suami, mereka berdua saling merangkul dengan kebahagiaan yang terjadi.
...***...
PLAK! satu tamparan keras mendarat mulus di pipi sang model cantik itu. Clarissa tak menyangka ayahnya bisa melakukan kekerasan fisik padanya seperti ini. Padahal yang ia kenal ayahnya sangat menyayangi nya bahkan tak pernah berbicara dengan nada tinggi padanya.
"Bodoh! benar-benar idiot. Kau membiarkan Erick pergi untuk menyusul wanita itu? dan kau sendiri di sini seperti barang sudah tak terpakai? di mana otak mu Clarissa hah?!" murka tuan Edward, meradang.
Pesta pertunangan terpaksa di hentikan karena Erick tak kunjung datang membuat semua orang terpaksa menelan kekecewaan. Suasana pecah seketika, pak Rey pun sama murka nya, pria itu sudah mengerahkan anak buah nya untuk mencari keberadaan sang putra.
Sementara Clarissa yang di mintai keterangan tak kunjung bersuara sampai malamnya gadis itu baru jujur pada sang ayah.
Berharap mendapatkan simpati dari sang ayah atas kemalangan yang ia terima, justru yang di dapatkan nya adalah kekerasan dan caci maki.
"Dad, aku melakukan sesuai yang hati nurani ku katakan, kenapa Daddy bisa semarah ini?"
"Kau tanya kenapa?! dasar dungu.Dengar Clarissa, perjodohan ini bukan hanya tentang cinta-cintaan saja, tapi lebih dari itu, ini demi bersatunya dua perusahaan besar. Keuntungan yang akan kita dapatkan, dan kau menghancurkannya begitu saja karena rasa kemanusiaan mu yang sebenarnya adalah pikiran paling bodoh yang pernah ada!"
Clarissa melongo, menatap tak percaya. "Apakah kehidupan putri mu ini tak lebih dari bisnis dad?"
"Ya. aku lebih peduli apa yang akan terjadi pada perusahaan ku dan pada dirimu!" karena kemarahan spontanitas pak Edward melayangkan perkataan itu.
Kalimat yang paling menyakitkan dari kritikan dan hujatan apapun yang pernah Clarissa terima selama hidupnya. Bahkan kenyataan jika Erick tak bisa ia miliki tak ada apa-apa di bandingkan perkataan sang ayah.
"Kau jahat dad! you really hurt me!" Clarissa menangis histeris, sang ibu mendekati memeluk punggung putrinya.
"Sudahlah Ed, anggap ini adalah kesialan. Mungkin Clara kita memang tak berjodoh dengan Erick."
"Ah, dam*n it! anak dan ibu sama saja!" tuan Edward lalu berlalu dari sana, menyisakan nyonya Sandra yang memeluk putrinya erat dengan tangis yang sama.
...***...
"Semoga pernikahan kalian sakinah mawadah warahmah, semoga kalian selalu di hujani kebahagiaan." Pak Widodo menatap kedua insani yang kini resmi menjadi pasangan suami-istri itu secara bergantian dengan senyum kebahagiaan yang tak pernah luput, ia mengusap kepala keduanya dengan kasih sayang yang tercurah di sana.
"Terimakasih pak. Terimakasih untuk semua kebaikan bapak selama ini," ujar Elena dengan masih menatap nanar.
"Ssst ... jangan jangan mengucapkan terimakasih, bagaimana pun kamu tetap saya anggap seperti anak saya sendiri. Bagas juga pasti sedang tersenyum bahagia atas pernikahan kalian."
Elena tak kuasa menahan embun di matanya, ia memeluk tubuh tua itu, pak Widodo membalasnya dengan merangkul pundak Elena.
Setelah pelukan terlepas, Elena kini beralih menatap bu Sintya, ia dan Erick juga meminta restu pada ibu Bagas itu.
Beberapa bulan mengenal, hubungan antara Elena dan kedua orang tua Bagas memang sudah terjalin erat.
"Ibu turut bahagia untuk pernikahan kalian berdua, semoga kalian selalu bahagia," ucap Bu Sintya mengusap kepala Elena pelan juga pada Erick, ia melakukan yang sama.
"Seperti kata suamiku, di atas Bagas juga pasti sedang tersenyum bahagia melihat kalian bersama."
"Semoga pernikahan kalian selalu di berkahi."