"Kulihat-lihat, Om sudah menua, apakah Om masih sanggup untuk malam pertama?" ucap Haura menatap Kaisar dengan senyum sinis.
Kaisar berjalan ke arah Haura dan menekan gadis itu ke tembok. "Harusnya saya yang nanya, kamu sanggup berapa ronde?"
-
Karena batal menikah dengan William, cucu dari konglomerat terkenal akibat perselingkuhan William. Haura Laudya Zavira, harus menerima dijodohkan dengan anggota keluarga lain atas dasar kerjasama keluarganya dan keluarga William.
Tapi siapa sangka, laki-laki yang menggantikan William adalah Kaisar Zachary Zaffan—putra bungsu sang konglomerat, pria dewasa yang tidak pernah dia bayangkan sebelumnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Tiga
Sampai di kos, Haura langsung mengemas semua barang pemberian William. Dia bermaksud akan mengembalikan besok ke rumah orang tua pria itu.
Setelah semua dia masukan ke dalam dus, gadis itu lalu terduduk di tepi ranjang. Tak menyangka jika percintaannya akan berakhir begini. Dia sudah merencanakan semua dengan matang.
William adalah sandaran baginya, karena kedua orang tua yang telah tiada beberapa bulan lalu karena kecelakaan saat perjalanan menuju kampung halaman.
Saat itu dunianya telah runtuh, dia tak memiliki siapa-siapa. Dan di saat bersamaan, sang kekasih William menyatakan perasaannya dan ingin menjadikan dirinya sebagai ratu dalam rumah tangga yang akan di bina.
Rasa sedih yang dia rasakan karena kehilangan kedua orang tuanya sedikit terobati. Walau tak mungkin bisa menggantikan posisi ayah dan ibunya, tapi kehadiran William sedikit mengobati rasa kesedihannya.
Haura duduk di meja kerjanya, memandangi tumpukan barang-barang kenangan bersama William. Dengan perlahan, dia mengambil satu per satu barang itu—cangkir yang mereka gunakan untuk minum kopi bersama di kedai favorit mereka, kalung kecil yang pernah diberikan William di ulang tahunnya, dan foto-foto candid mereka yang tertangkap di ponsel. Semua barang ini seolah menceritakan kisah cinta yang indah, namun kini, semuanya terasa hampa.
“Tidak bisa dipertahankan. Aku harus mengakhiri hubungan ini,” gumam Haura, menghela napas panjang. Matanya terpejam sejenak, mengingat kembali momen-momen manis saat mereka berdua masih bersama. Namun semua itu sirna begitu saja setelah dia melihat dengan mata kepalanya sendiri, William dan Kayla, sahabatnya, bercinta di apartemen. Suatu pengalaman yang mengguncang hatinya dengan keras.
Dia pun kembali menatap barang-barang tersebut, merasakan rasa sakit yang tiba-tiba muncul kembali. “Saatnya mengembalikan ini semua,” katanya pada dirinya sendiri. Kebencian dan kesedihan bercampur aduk di dalam hatinya. Dia harus menutup bab ini.
Setelah berjam-jam menata dan mengemas barang-barang itu ke dalam kotak, Haura merasa lebih tenang. Dengan berani, dia segera menuju rumah William, meskipun hatinya masih bergetar. “Ayo, Haura, kamu bisa lakukan ini,” bisiknya dalam hati.
Perjalanan menuju rumah William terasa lebih lambat dari biasanya. Setiap detik seakan menjadi satu jam. Taksi yang dia sewa terasa sangat lamban terasa, suara radio di dalamnya hanya menjadi latar belakang yang tidak berarti. Sesekali, dia melirik ke kaca spion, berusaha menenangkan dirinya. “Dia bukan lagi siapa-siapa bagimu,” dia mengingatkan, “Tapi kamu gak bisa melupakan semuanya.”
Begitu sampai di depan rumah William, jantungnya berdebar kencang. Mengambil napas dalam, dia menggenggam erat kotak di tangannya, berusaha meyakinkan diri bahwa semua ini adalah jalan yang terbaik.
Dia mengetuk pintu dengan agak ragu. Tak lama kemudian, pintu dibuka oleh sosok yang tidak dia duga—Oma Kartini, nenek William.
“Haura, Sayang! Apa kabar, Nak!” sapanya ceria dengan senyuman lebar, seolah tidak menyadari kegundahan di hati Haura.
“Halo, Oma. Aku sehat,” jawab Haura, berusaha tersenyum meskipun hangatnya senyuman itu terasa sulit.
“William belum pulang. Dia ada urusan di luar. Tapi kamu masuk saja. Apa ada yang bisa Oma bantu?” tanya Oma Kartini, mengundangnya masuk.
Haura merasa terjebak. Di satu sisi, dia tidak ingin mengecewakan Oma, yang selalu bersikap baik kepadanya. Namun, hatinya sudah bulat untuk pergi dan mengakhiri hubungan ini. “Sebenarnya, aku datang untuk mengembalikan beberapa barang,” jawab Haura, sambil mengangkat kotak dus yang cukup besar di tangannya. “Barang-barang ini … milik William.”
Oma Kartini terlihat bingung. “Mengembalikan? Kenapa? Ada apa ini, Nak?”
Haura menunduk sejenak, membiarkan air mata menetes tanpa bisa ditahan. “Ini tentang hubungan kami, Oma. Aku tidak bisa melanjutkan hubungan ini lagi.”
“Oooh, kenapa? Apakah ada yang salah?” suara Oma menjadi lembut, matanya mulai berkaca-kaca. “William dan kamu saling mencintai. Dia sering bicara tentangmu …”
“Maafkan aku, Oma. Aku melihat William bersama Kayla … Dia berselingkuh,” jawab Haura, suaranya semakin serak.
Mendengar itu, ekspresi Oma Kartini berubah drastis. “Kamu yakin? Itu sahabatmu, Kayla!”
"Benar, Oma. Aku menyaksikan sendiri," ucap Haura kembali mencoba meyakinkan Oma Kartini.
Oma Kartini tampak menarik napas. Dia percaya dengan apa yang gadis itu katakan, karena tahu bagaimana sifat sang cucu.
"Haura, Sayang," Oma Kartini berkata, dengan suara yang lembut dan penuh dengan kasih sayang. "Oma minta maaf atas nama William. Oma tahu dia telah menyakiti hatimu, dan Oma sangat menyesal atas hal itu."
Haura menatap Oma Kartini dengan mata yang masih terlihat sedih. "Oma, aku tidak bisa memaafkan William begitu saja," Haura berkata, dengan suara yang masih terlihat sedih. "Dia telah menyakiti hatiku dengan sangat dalam, dan aku tidak bisa melupakan hal itu begitu saja, Oma."
Oma Kartini mengangguk, dengan wajah yang masih terlihat sedih. "Oma mengerti, Haura." Oma Kartini lalu berkata. "Oma juga tidak meminta kamu untuk memaafkan William begitu saja. Oma hanya ingin kamu tahu bahwa Oma sangat menyesal atas hal tersebut, dan Oma ingin membantu kamu untuk melupakan hal itu."
Haura menatap Oma Kartini dengan mata yang penuh tanda tanya karena pernyataan wanita paruh baya itu, tapi kemudian dia mengangguk. "Terima kasih, Oma," Haura berkata, dengan suara yang masih terlihat sedih. "Aku sangat menghargai perhatianmu, Oma."
Oma Kartini tersenyum, dan berkata, "Oma,.,,, akan selalu ada untuk kamu, Haura," Oma Kartini berkata. "Oma akan selalu membantu kamu untuk melupakan hal itu, dan Oma akan selalu ada untuk mendukung kamu."
Haura merapatkan tubuhnya ke arah wanita paruh baya itu. Dia memeluk erat. Saat keduanya sedang larut dalam kesedihan, terdengar suara pintu dibuka.
Perhatian Haura dan Oma langsung tertuju ke arah asal suara. Mereka cukup terkejut saat melihat ada William yang datang. Tak kalah terkejutnya pria itu.
Wajah Oma langsung berubah tegang. William dapat melihat wajah neneknya memerah menahan amarah. Dia berjalan mendekati sofa tempat kedua orang wanita itu berada.
"Oma, Haura ... Selamat Sore!" seru William dengan gugup.
"Duduk ...!" perintah Oma Kartini dengan suara yang penuh penekanan. Dia menatap wajah William dengan mata tajam.
Tanpa bantahan dan tanpa suara William duduk. Dia tak berani menatap Oma. Wajahnya menunduk memandangi lantai.
"Apa ada yang ingin kamu katakan tentang hubunganmu dengan Haura?" tanya Oma.
William tampak gugup. Duduk dengan gelisah. Jika berbohong takutnya Haura telah mengatakan semuanya, dan jika jujur, maka kemarahan Oma yang akan dia terima. Pria itu menarik napas dalam sebelum menjawab.
"Maaf, Oma. Aku mengaku salah. Aku khilaf. Aku tak bisa menahan godaan," jawab William dengan nada rendah, nyaris tak terdengar.
Selingkuh penyakit yang berulang
baru juga nikah
lanjut thor