Sekuel Pesona Twins S
"Abang seperti namanya, 'Langit' yang tak mudah untuk digapai."
Sebuah pertemuan yang tidak di sengaja, namun tak mampu terlupakan begitu saja bagi seorang gadis cantik bermata coklat, bernama Emily Cantika Putri.
Dulu saat ia masih duduk dibangku SD ia kira rasa sukanya hanya sebatas kagum saja pada sosok tampan Arbi Langit Perkasa.
Namun, ketika mereka dipertemukan kembali setelah sekian lama terpisah oleh jarak dan waktu, rasa suka Cantika justru semakin bertambah besar terhadap Langit.
Penolakan demi penolakan Langit tak membuat Cantika menyerah.
Hingga perkataan Langit diakhir pertemuannya, membuat Cantika terluka, dan memutuskan untuk pergi dari hidupnya.
Bagaimana akhir kisah mereka?
Menggapai Langit.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mawarjingga, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Melamar
Langit berdeham untuk menyembunyikan perasaannya, yang tiba-tiba canggung, saat menyadari Ando dan Nada menatapnya seolah sedang menguliti dirinya.
Namun tiba-tiba tawa khas Ando menggema, membuat suasana terasa mencair kembali terutama bagi Langit yang dapat bernapas dengan lega.
"Makan dulu Lang, habis itu kita bahas apapun yang ingin kamu bahas." ujar Ando yang terdengar santai berbeda sekali dengan beberapa detik yang lalu.
Bergegas berjalan menuju meja makan, dimana meja tersebut yang sudah dipenuhi berbagai macam menu makanan.
Keempatnya kini menikmati hidangan makan malam itu dalam keheningan, tidak ada yang bersuara satupun, terkecuali dentingan garpu dan sendok yang saling beradu.
Usai makan malam, mereka kembali duduk di sofa ruang tamu, mulai membahas tentang perkembangan perusahaan Langit yang baru berjalan dua tahun terakhir ini.
Membahas soal pekerjaan membuat keduanya larut dalam obrolan panjangnya, begitupun dengan Nada yang ikut menyimak pembicaraan kedua pria beda generasi tersebut.
Berbeda dengan Cantika yang lebih asik memainkan ponsel ketimbang mendengarkan obrolan mereka yang menurutnya tidak dapat dipahami.
Sesekali ia menguap, terkadang menyumpal kedua telinganya dengan headset untuk mengusir rasa bosan dan kantuk yang tiba-tiba menyerang.
"Om." Langit berdeham pelan, menautkan jemarinya yang ditumpu kan diatas kedua pahanya, saat Ando menyudahi pembahasan tentang pekerjaan.
"Kenapa Lang?" seru Ando, saat melihat raut wajah langit yang kini berubah menegang.
Sementara itu Langit kembali berdeham, menstabilkan suaranya yang mendadak tercekat, sungguh hal seperti ini bukan hal yang mudah baginya, sangat gugup dan menegangkan.
Berbeda jauh ketika ia harus berhadapan dengan para petinggi dan kolega bisnisnya ketika berada dikantor.
Namun meski begitu ia bertekad untuk tetap melanjutkan nya, ia ingin segera mengikat gadis manis dihadapannya yang terlihat mulai menguap dengan kedua kuping yang masih tersumpal headset.
"Sebenarnya saya_ kedatangan saya kesini malam ini bukan hanya sekedar memenuhi undangan makan malam dari om dan tante, tetapi saya juga memiliki maksud lain yang sudah jauh-jauh hari ini saya rencanakan."
Nada dan Ando memperbaiki posisi duduknya, keduanya menatap serius kearah Langit.
"Soal apa Lang?"
"Saya__ malam ini tanpa mengurangi rasa hormat saya terhadap om dan tante, saya ingin melamar Cantika secara resmi untuk saya jadikan istri."
Deg!
Keduanya sontak melebarkan kedua matanya, menoleh menatap putrinya yang juga terlihat sama kagetnya.
Gadis itu duduk tegak menarik kedua headset dari kedua kupingnya, "kenapa ayah sama bunda ngelihatin aku gitu banget sih?" protesnya, karena ia memang tidak mengerti apapun.
"Tolong ulangi Lang?" perintah Ando, yang membuat Langit repleks menganggukkan kepalanya.
"Saya ingin melamar Cantika, om tante."
Deg!
Seketika wajah Cantika merona, kemudian menatap kedua orang tuanya dengan bibir bergetar, ia pikir Langit hanya main-main dengan ucapannya, mengingat akhir-akhir ini pria yang masih memenuhi perasaannya itu sedang sibuk-sibuknya dalam pekerjaannya yang sedang berkembang.
Sementara Nada yang semula menegang, karena terlalu kaget, berusaha menetralkan perasaannya, menatap anak gadis satu-satunya dengan senyuman lembut.
Tangannya terangkat mengelus bahu Cantika, "Gimana dek,?"
"Bun_" lidahnya kelu, entah jawaban apa yang harus ia beri, ia bukan dirinya yang dulu yang rela mengorbankan segalanya termasuk harga dirinya demi mendapatkan cinta dari seorang Arbi Langit Perkasa.
"Bagaimana dek?" kini sang ayah yang bertanya.
Dari banyaknya keraguan dalam hatinya, justru ia menangkap ekspresi wajah dari kedua orang tuanya yang terlihat bersemangat seolah mereka menyetujui jika dirinya bersanding dengan Langit.
Memang, disetiap selesai ada pertemuan dengan Langit baik sang ayah ataupun sang bunda selalu membahas tentang dirinya, tentang dia yang rajin, tentang dia yang tenang, tentang dia yang bertanggung jawab, dan masih banyak hal lainnya yang selalu mereka bahas tentang pria yang kini tengah menatapnya dengan raut cemas tersebut.
Lamunan Cantika buyar, saat sang bunda menyentuh lembut punggung tangannya.
"Gimana dek,?"
"Maaf, aku mau kebelakang sebentar." pamitnya, yang kemudian berlari kearah dapur mengambil segelas air dingin dari dalam kulkas kemudian meneguknya hingga tandas tak bersisa.
*
*