Menggapai Langit
Seorang gadis cantik dengan tubuh mungil, rambut panjang hitam dengan ujungnya yang sedikit bergelombang tampak mondar-mandir, di area Stasiun kereta, satu tangannya menenteng koper besar berwarna pink muda, sedangkan satu tangannya yang lain menggenggam erat ponselnya.
Sesekali bibir mungilnya mengerucut menatap benda pipih yang berada digenggaman nya tersebut, berharap ada notifikasi yang menandakan bahwa pesan chatnya telah dibalas.
Ia memejamkan mata dengan des ahan kecil, merasakan sengatan teriknya matahari yang menembus kulit halusnya yang tampak putih bercahaya.
Suasana Ibukota siang ini memang cukup panas dari biasanya, bahkan para penjual asongan yang biasa berkeliling pun, siang ini memilih berteduh sejenak diemperan toko.
Gadis itu menghela napas untuk yang kesekian kali, saat ingatannya membawanya kembali pada kenangan di kota Jakarta, tempat yang menjadi kota kelahirannya, serta menjadi tempat ia tinggal selama enam belas tahun silam, sebelum kemudian ia memutuskan meninggalkannya untuk menuntut ilmu.
Melanjutkan studinya di Jogja.
Dan tentu karena suatu alasan yang lain.
Hari ini ia kembali dengan berbagai alasan, yang pertama karena dia sudah sangat merindukan suasana Ibukota, yang kedua karena ia sudah sangat merindukan keluarganya, meskipun mereka sering mengunjunginya selama berada di Jogja.
Dan alasan yang ketiga, karena dia sudah selesai menempuh pendidikan nya hingga Sarjana.
Jadi, tidak ada alasan lagi bagi dirinya untuk tidak kembali.
*
*
Cafe Darren.
"Kerja lembur bagai kuda! benar-benar Lo ya Lang, sudah jadi bos juga masih saja ngebut!" ujar Adam yang tampak jengah dengan kelakuan sahabatnya yang satu itu.
Bagaimana tidak, setiap kali mereka beristirahat bersama, Langit selalu membawa laptopnya, tak pernah ketinggalan barang sekalipun.
"Apakabar kita yang masih berstatus karyawan biasa, lewat pokoknya." Andre menimpali dengan mulut penuh.
Sementara yang menjadi bahan obrolan mereka tetap tenang dengan aktifitas nya, tanpa merasa terganggu sedikitpun.
"Oh iya Sat, minggu depan si Tiara married bro, Lo di undang nggak?" seru Haikal menahan tawa, ia tentu masih ingat dengan jelas kejadian tiga tahun yang lalu yang membuat Satria semakin membenci wanita yang berstatus mantannya itu.
"Gila aja kalau dia masih punya muka buat ngundang si Satria keacara nikahannya, secara dia sudah membuat babang tampan kita murka setengah mati." timpal Adam sembari menggerus sisa rokoknya yang hampir habis.
Kebiasaan mereka disiang hari, sesaat setelah selesai makan siang bersama saat beristirahat dari pekerjaannya masing-masing.
"Dengar-dengar si Tiara tekdung duluan nggak sih, parah kan?!" Andre ikut menimpali dengan suara pelan, yang nyaris seperti berbisik.
"Eh seriusan lo, jangan sembarangan kalau ngomong! bisa-bisa lo kena arak-arakan warga se Desa, kalau sampai nyebarin fitnah yang nggak-nggak." Adam tak setuju.
"Elah! seriusan ini, gue serius! dua rius malah, suaminya kan tetangga si Ipung, karyawan emak gue yang di pecel lele, katanya sih itu suaminya si Tiara memang bukan cowok baik-baik, tapi bapaknya cukup terkenal dengan sebutan juragan Kardun, si raja beras."
"Bos beras begitu maksudnya?" Adam mulai penasaran.
"Malah ghibah bocah!" Satria menyumpal mulut sahabatnya dengan Cake yang menjadi hidangan penutup makan siang mereka kali ini.
"Ini bukan ghibah bro, ini hanya sekedar obrolan kecil setelah makan siang."
"Ngomongin orang lain itu namanya ghibah."
"Cie yang belain mantannya." Andre mencibir.
"Ah serah! kampret lo bertiga memang." Satria berdecak kesal, kemudian merogoh ponselnya yang beberapa menit lalu terdengar ada notifikasi pesan chat, yang belum sempat ia buka.
"Aduh kok bisa lupa gue." gerutunya sembari menepuk jidatnya sendiri, dengan raut wajah yang berubah panik.
"Kenapa Lo?" tanya Andre yang tentu ingin tahu, sama halnya seperti yang lainnya.
"Gue lupa siang ini mau jemput adek gue di Stasiun." jawabnya terburu-buru, sembari mencari-cari kunci motornya yang tertindih menu diatas meja.
"Adek?" Langit yang sejak tadi hanya diam fokus pada layar segi empat dihadapannya mendadak kaku, kemudian mendongak menatap Satria yang hendak pergi.
Satria mengangguk pelan, kemudian berpamitan dan melangkah dengan sedikit berlari meninggalkan area Cafe, setelah menitipkan selembar uang pada Andre untuk membayar makanannya.
"Adek yang dimaksud dia Cantika kali ya, sumpah ya sudah lama banget nggak sih kita tidak bertemu dia, secantik apa coba dia sekarang, kira-kira dia balik ke Jakarta dengan alasan apa ya, ada yang bisa nebak nggak nih?!" Andre menatap ketiga sahabatnya.
"Bisa jadi sih mau Married, atau ya mau balik saja, nyokap bokapnya kan memang disini gimana sih lo Udin." Haikal menyentil kening Andre, hingga membuatnya mengaduh dan mengusap-ngusap keningnya yang terasa gatal sekaligus ngilu.
"Eh tapi seriusan ya lama banget kita nggak ketemu Cantika, ada kan enam tahunan." sambung Adam yang terlihat berpikir keras mengingat-ingat kapan pertemuan terakhir mereka.
"Benar sih, ada enam tahunan, waktu itu dia masih agak bocah, umur enam belas kalau nggak salah." sahut Haikal.
Sementara itu, Langit yang semula fokus dengan pekerjaannya, mendadak gelisah setelah mendapat kabar bahwa gadis mungil yang pernah ia lukai perasaannya enam tahun yang lalu itu kini telah kembali.
*
*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 67 Episodes
Comments
HR_junior
crita dah lama ya 2022 dah 2 THN baru mampir
2024-06-06
0
Anonymous
keren
2024-05-30
0
sakura
...
2024-05-29
0