Kecelakaan yang membuatnya cacat dan berakhir menggunakan kursi roda membuat Zenita sang Nona muda gagal menikah dengan kekasihnya. Ia terpaksa harus menikah dengan supir pribadinya karena mempelai pria tidak datang ke pernikahan. Namun bagaimana jadinya jika keduanya sudah memiliki pujaan hati masing-masing namun dipaksa untuk bersama?
Apakah keduanya akan saling jatuh cinta seiring berjalannya waktu? Ataukah berakhir dengan perceraian?
Sementara sang mempelai pria yang tidak datang ke pernikahan itu kembali ke kehidupannya setelah pernikahan itu terjadi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sagita chn, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
6. Di blokir
Setengah jam berlalu. Mobil Devin sudah memasuki area masuk hotel mewah itu. Ponselnya pun mulai diaktifkan kembali karena daya baterainya sudah lumayan terisi. Banyak sekali jejak panggilan Zenita dari pagi hingga siang menjelang pernikahan. Kurang lebih ada bekas 48 panggilan disitu. Bahkan beberapa pesan pun sudah dihapus tuntas oleh Zenita saking marah dan kecewanya pada Devin.
Ya Tuhan. Zenita pasti sangat marah kepadaku.
Devin lansung masuk ke gedung hotel itu. Ia berharap mereka semua masih berada disana.
Ia ingin menerjang begitu saja penjaga yang sedang berjaga didepan pintu masuk gedung pernikahan itu.
"Maaf Mas. Berikan kartu undangan Anda terlebih dahulu sebelum masuk kedalam." Pekik salah satu penjaga yang bekerja dengan amanah.
"Aku hanya ingin memastikan acara didalam." Devin memaksa masuk tanpa undangan ke gedung acara itu. Membuat penjaga keamanan tampak gaduh karena berusaha menyergapnya namun tak kunjung berhasil. Devin tetap menerjang kedua orang itu dan langsung masuk ke dalam gedung pesta tentunya. Dan ternyata hanya ada acara pernikahan orang lain yang sangat meriah disitu. Sementara pestanya memang sudah bubar 2 jam yang lalu.
Ia hanya mampu terdiam melihat semua itu. Devin sungguh kecewa dengan keadaan yang ada. Bahkan sekarang ia sudah ditangkap oleh dua petugas penjaga gedung itu dengan tak berdaya. Membuat pandangan semua orang tertuju kepadanya, namun sedikitpun Devin tidak memperdulikan semua itu.
Lalu bagaimana dengan acara pernikahanku hari ini? Zenita pasti batal menikah kan? Dia pasti tidak menikah dengan orang lain kan?
Devin semakin tak berdaya mengikuti langka dua orang yang sudah menangkapnya itu.
"Lepaskan! Saya bisa pergi sendiri." Devin akhirnya menggertak kedua penjaga itu saking kesalnya. "Aku juga bukan penjahat!"
Ia pergi dari ruangan itu dengan kesal.
Pada akhirnya Devin memberanikan diri untuk langsung menelpon nomor Zenita. Karena ia sungguh berniatan untuk menjelaskan semua ini padanya.
Zenita yang kebetulan sedang memegang ponselnya langsung kaget mendapati panggilan itu.
"Mau apa orang ini menelpon ku?! Menjijikkan sekali!" Zenita langsung menolak panggilan itu saking bencinya sekarang. Ia pun segera mengirim pesan dan mencaci maki lelaki itu untuk meluapkan apa yang dirasakannya sekarang.
"Mau apa kau menelpon ku?! Sudah puaskah kau menyakitiku hari ini! Aku sangat membencimu!!!"
"Bee maafkan aku. Kamu dimana sekarang? Aku ingin bicara denganmu sekarang. Aku akan jelaskan semua ini"
"Tadi pagi sampai siang kau menghilang! Dan sekarang kau muncul kembali. Apa kau waras?? Jangan pernah menelponku lagi! Apalagi berani muncul dihadapanku. Aku sungguh membencimu!!!" Zenita sudah sangat kesal,hingga berakhir dengan memblokir nomor lelaki itu setelah pesan terkirim.
Astaga malah diblokir!
Balasan pesan Devin tidak bisa tersampaikan kembali karena Zenita langsung memblokir nomornya begitu saja.
Ya Tuhan. Aku harus bagaimana sekarang??
Devin tidak tahu harus bagaimana lagi. Ia merasa tak berdaya sekarang. Pada akhirnya ia memilih untuk memesan kamar dan beristirahat dihotel itu saja untuk memenangkan diri.
*
*
Setelah membersihkan dirinya Franz sudah wangi dan tampak segar. Ia memilih duduk disofa kecil yang menghadap ke arah dinding kaca hotel untuk melihat pemandangan indah diluaran sana.
"Hiks.. Hiks.. " Baru saja ia duduk ia langsung dikejutkan dengan isakkan tangis sang Nona. Membuatnya bingung dan berdiri lagi.
"Anda kenapa Nona?"
Zenita hanya menatap lelaki itu sekilas. Ia sedang ingin menangis dan meluapkan apa yang dirasakannya. Terlebih karena Devin menghubunginya kembali membuat hatinya terkoyak lagi. Padahal tadi hujan sudah reda, namun karena Devin menghubunginya lagi membuat badai hujan semakin besar lagi dihatinya. Yang membuatnya tak mampu dan menangis sekarang.
Astaga! Sudah tahu Nona sedang sedih malah bertanya kenapa. Sudah pasti ia tidak menginginkan semua ini.
"Apa yang bisa saya lakukan supaya anda tidak menangis lagi Nona?" Ujarnya lembut. Franz juga berharap ia bisa menenangkan Nona mudanya.
"Tidur saja. Aku hanya ingin menangis"
Mendengar semua itu Franz hanya mampu terdiam. Ia langsung mendekatkan tempat tisu untuk Nona mudanya yang menangis.
"Apa Nona tidak nyaman dengan kehadiran saya? Saya akan pergi dari kamar ini Nona?" Franz berusaha keras untuk mengerti akan hati sang nona.
"Sudah ku bilang aku hanya ingin menangis! Kalau mau pergi pergi saja! Kenapa harus bertanya terus!" Kesal sekali Zenita. Ia tidak bisa merendam amarahnya. Semua itu ia luapkan pada Franz sekarang.
"Baik Nona." Franz pun mulai melangkahkan kakinya ke arah pintu setelah mendengar perkataan Nona mudanya itu. Sepertinya Nona Zenita memang menginginkannya pergi. Pikirnya.
"Kau mau kemana?? Ihh..duduk disini kenapa harus pergi!!" Kesal Zenita lagi melihatnya yang akan pergi.
Franz yang sudah memegang handle pintu langsung melepaskannya. Ia kembali menghampiri Nona mudanya dan ternyata benar-benar susah dimengerti perempuan itu.
"Menangislah dengan nyaman Nona. Jangan menganggap kehadiran saya disini." Akhirnya hanya kata itu yang mampu terucap dari mulut Franz sambil menemaninya menangis.
Sekitar hampir 20 menit Zenita menangis tak henti. Franz hanya terdiam duduk di samping ranjang itu sambil memegangi keningnya yang dipenuhi dengan banyak pikiran.
"Aku ingin bicara mengenai pernikahan ini."
Tiba-tiba Zenita mulai mengajaknya berbicara setelah air matanya habis dan matanya pun sembab.
"Iya Nona. Pernikahan ini sepenuhnya saya serahkan pada Anda." Tak ada harapan apapun bagi Franz. Ia justru merasa tidak enak diri pada Nona Zenita karena merasa tak pantas bersanding dengannya.
"Aku tahu pernikahan ini atas dasar keterpaksaan. Kita juga tidak saling mencintai. Tapi terimakasih kau sudah bersedia menikah denganku hari ini. Selebihnya kita akan bersikap biasa saja selagi diluar rumah. Namun saat dirumah kita harus bersikap selayaknya suami istri. Kau juga bisa menjalani kehidupanmu seperti biasanya tanpa memikirkan pernikahan ini kedepannya. Dan apabila aku sudah sembuh kau ceraikan aku saja. Aku tahu Mama menyuruhmu untuk menikahiku selain untuk menjaga nama baik keluarga namun juga agar kau lebih leluasa untuk menjagaku dalam keadaan seperti ini. Tapi aku sendiri juga tidak tahu sampai kapan aku akan seperti ini"
Aku sudah sangat tahu isi hatimu Nona. Kau pasti akan mengatakan semua ini.
"Iya Nona. Anda pasti akan segera sembuh. Yang penting Nona rajin kontrol dan terus mengikuti arahan dokter untuk menuju kepulihan."
Thok.. Thok!
Ketukan pintu terdengar memecahkan pembicaraan mereka. Tentu saja mama Lisa yang datang untuk mengajak keduanya makan malam.
"Franz. Zenita. Kau mau makan malam disini atau mau makan malam dibawa Zen?."
"Disini saja Ma. Zenita sangat capek."
"Baiklah.Pelayan akan segera datang kesini membawakan makanan untuk kalian berdua. Franz Mama makan dulu ya."
"Iya Ma" Rasanya berbicara sesingkat itu saja sudah membuat lidahnya terasa kelu. Biasanya ia selalu memanggil Nyonya dan sekarang harus memanggil Mama.