Bukan ingin Elea terlahir dari rahim seorang istri siri yang dicap sebagai pelakor, sejak sang ibu meninggal, Eleanor tinggal bersama ayah kandung dan istri sah sang ayah.
Sejak kecil ia tak merasakan kasih sayang dari ayah kandungnya, tinggal di rumah mewah membuatnya merasa hampa dan kesepian. Bahkan dia dipekerjakan sebagai pelayan, semua orang memusuhinya, dan membencinya tanpa tahu fakta yang sebenarnya. Elea selalu diberikan pekerjaan yang berat, juga menggantikan pekerjaan pelayan lain.
"Ini takdirku, aku harus menerimanya, dan aku percaya bahwa suatu saat nanti Ayah bisa menyayangiku." Doa Elea penuh harap.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nopani Dwi Ari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab.31
"Ayo kita bertemu Tiana," cetus Bara, membuat tangan Elea terhenti dan menatap Bara.
"Tiana?"
Elea menatap Bara tak percaya, apa katanya tadi. Dia mengajak untuk bertemu dengan Tiana?
"Apa aku, gak salah dengar. Mas?" tanya Elea dengan menunduk, dia meremas bolpoin yang ada ditangannya. Menyalurkan rasa sakit dihatinya.
"Engga, bagaimana pun dia adalah kakak mu. Elea," ucap Bara, tidak peka sama sekali.
"Kalau aku menolak, bagaimana?" Kini Elea memberanikan diri, menatap Bara yang juga menatapnya.
"Tidak masalah, kita bisa pergi jalan-jalan dulu." Bara tersenyum, kini dia mengerti akan kegundahan hati Elea.
"Ya sudah ayo kita jenguk, Tiana." Putus Elea, karena dia juga penasaran bagaimana keadaannya.
Bara tersenyum pada Elea, dia membantu Elea membereskan meja kerjanya. Lalu keluar bersama, bertepatan dengan Bima yang juga keluar dari ruangannya.
"Kalian, mau pulang sekarang?" tanya Bima.
"Iya, Pa." Balas Elea.
"Kita mau jenguk, Tiana. Katanya sore ini pulang," sambung Bara, Bima mematung menatap anak dan menantunya.
"Tiana pulang?" gumam Bima, masih didengar oleh Elea dan Bara.
"Iya, Papa. Tiana hari ini pulang," kata Bara.
"Baiklah, kita kesana bersama." Bima lebih dulu masuk, diikuti oleh Elea dan Bara.
Didalam lift mereka sibuk dengan pikirannya masing-masing, sementara Elea memikirkan apakah ini keputusan yang tepat atau bukan, bertemu dengan Tiana.
"Ya Tuhan, semoga gak ada drama." Batin Elea, dia sudah parno duluan jika Tiana meminta Bara menikahinya.
Memikirkannya sudah membuat Elea merinding sekaligus sesak nafas, Elea mendesah dengan pelan.
"Ayo," ajak Bara.
"Apa?" Elea menatap Bara.
"Kamu mau didalam lift, terus sayang?" tanya Bara, Elea menatap pintu lift yang sudah terbuka dan di tahan oleh Bima.
"Ahh maaf, aku melamun." Lirih Elea.
"Tidak apa-apa sayang, Papa paham apa yang kamu rasakan." Ucap Bima, yang kini berjalan disisi Elea.
Bima membisikan sesuatu pada Elea, membuat Elea tersenyum. Sementara Bara yang ada di belakang tampak penasaran apa, yang dibisikkan Bima pada Elea.
"Kamu sama Papa, saja El. Biar Bara sendiri." Celetuk Bima, saat mereka sampai di tempat parkir.
"Tapi Pak, Elea..."
"Sudah jangan membantah, Papa hanya ingin menghabiskan waktu dengan Elea." Sela Bima, lelaki paruh baya tersebut menarik tangan Elea dan menyuruhnya cepat masuk.
"Pak Bima." Panggil Bara. Namun, mertuanya itu tidak mendengarkan panggilan Bima dan memilih melajukan mobilnya meninggalkan halaman kantor.
"Ohh, shit! Untung dia mertua gue, kalau bukan. Udah habis dia," kesal Bara. Bara masuk kedalam mobil, mengikuti mobil Bara.
Didalam mobil Bima, Elea menatap jalanan dimana menuju rumah Bima. Dimana dia tumbuh besar, tidak ada yang berubah dari jalan menuju rumah tersebut.
Bima sendiri dia melirik ke arah Elea, betapa hatinya sangat merindukan Mina.
Berpuluh menit kemudian, mereka sudah sampai dikediaman Bima. Elea belum turun, dia masih mematung menatap rumah mewah tersebut. Dimana banyak terdapat kenangan menyakitkan, dibanding menyenangkannya.
"El, kenapa?" tanya Bima, saat melihat Elea melamun.
"Maafkan, Papa. Elea," lirih Bima, dia menyadari bahwa Elea mungkin enggan masuk kedalam. Tidak ada kenangan manis dirumah tersebut.
"Tidak apa-apa, Pa. Aku baik-baik saja," jawab Elea tersenyum, dia turun dan menormalkan perasannya. Trauma, apakah dia trauma?
Dori sendiri yang membuka pintu, dia terkejut karena Elea yang datang bersama Tuannya.
"Ayo masuk, El." Ajak Bima.
"Iya, Papa."
Dori memperhatikan Elea dari ujung kaki, sampai ujung kepala dan tersenyum dengan sinis.
"Bagaimana penampilanmu, kamu tetap anak pelakor. Elea, gak akan bisa berubah jadi Cinderella atau putri raja lainnya." Bisik Dori, dari belakang Elea.
Elea menutup mata, akan semua hinaan Dori yang berikan. Dia akan melawan.
"Mau seperti apa pun penampilan ku, kamu tetap tidak akan suka kan. Dori," cibir Elea, kini dia tidak memakai embel-embel 'Mbak'.
"Kamu..."
"Jika kamu tidak suka wajah dan penampilanku, maka hilangkan saja matamu. Tidak perlu ada yang aku ubah, aku ya aku bukan orang lain." Kata Elea, mendadak teringat kata-kata salah satu idol k-pop
"Ohh ya, aku tidak perlu jadi orang lain untuk menarik perhatian orang lain." Desis Elea dengan berbisik, dia tersenyum menepuk pundak Dori. Lalu pergi meninggalkan Dori, yang menatap Elea tak percaya.
"Kurang ajar, jal*ng kecil. Beraninya dia awas saja kamu," geram Dori, dia ingin menutup pintu dengan kencang. Tapi Bara sudah lebih dulu ada dihadapannya.
"Mas Bara," sapa Dori.
"Siapa yang kau sebut, jal*ng kecil?" tanya Bara.
"Itu, anu mas anu. Aduh maaf mas aku lupa, lagi masak air permisi." Dori pergi dengan cepat dari hadapan Bara, membuat Bara heran.
"Dasar aneh." Gumam Bara, dia mencari Elea.
Bara memutuskan untuk masuk kedalam, dan menuju taman belakang dimana ada taman bunga milik Elea. Dan benar, Elea sedang menatap tanaman bunga miliknya. Dimana sebagian bunga ada yang layu ada yang sudah berbunga.
"El."
"Sayang, semua bungaku rusak." Adu Elea, dia memeluk Bara dengan erat.
"Tidak apa-apa, nanti kita urus bunganya sampai cantik." Balas Bara.
"Tapi, itu artinya aku harus ada disini?"
"Tidak, kita pindahkan semuanya kerumah. Kita beli yang baru, gimana?"
"Benar?" Elea menatap mata Bara, tidak ada keraguan dan kebohongan dimatanya tersebut. Yang ada hanya rasa cinta dari Bara untuk Elea, membuat Elea tersenyum lebar dan balas memeluk Elea.
"Aku mencintaimu, Eleanor." Bisik Bara, Elea hanya tersenyum.
Bersambung...
Maaf typo