Kehidupan bebas membuat Delilah harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Bersama Nayaka, kekasih yang selalu ia perlakukan buruk. Demi Delilah, Nayaka rela menerima setiap penghinaan serta pengkhianatan. Apa yang terjadi selanjutnya ? Apa cinta mereka bisa bersatu terlebih ada sosok pria yang Delilah cintai?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon renita april, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Setuju
"Jika kau tidak mengijinkanku untuk bersama Kyomi, aku akan membawa ini ke jalur hukum," kata Delilah. "Aku ibunya dan aku berhak atas dirinya. Terlebih Kyomi baru berumur enam tahun dan ayahnya tidaklah mampu untuk mengurusnya."
"Kau bilang aku tidak mampu? Kyomi tidak akan bisa tumbuh sebesar itu jika aku tidak mampu merawatnya," ucap Nayaka.
"Jangan menantangku, Kak. Kau tidak akan bisa melawanku. Jika kau masih bersikeras, maka aku tidak akan segan."
Nayaka tertawa. "Kita lihat, Delilah. Apa kau bisa menunjukan Kyomi di hadapan orang lain? Kau bisa menunjukkan putrimu di depan tunangan dan keluargamu? Apa jadinya jika mereka tahu kalau kau mempunyai anak dari seorang pria yang ibunya adalah wanita malam. Apa kau bisa menyangkalnya bahwa perempuan kaya itu sendiri begitu tergila-gila padanya?"
Langkah demi langkah membuat Nayaka berada dekat di depan Delilah. Ia terus mendesak sampai tubuh wanita itu terbentur dinding rumah.
Nayaka mengulurkan tangan, menelusup ke tengkuk belakang kemudian mencengkeramnya. Keduanya saling menatap. Nayaka memiringkan kepalanya kemudian mendaratkan kecupan di sana.
Delilah membalas kecupan lembut itu. Ia terbuai atas apa yang terjadi saat ini. Lembut, mendesak hingga membawanya terbakar hasrat.
"Kau memang murahan," ucap Nayaka.
Delilah tersentak. Nayaka tersenyum karena berhasil membuai wanita itu dalam belenggu gairahnya. Nayaka menarik diri, menyeka bibirnya dari ludah yang disebabkan oleh dua mulut saling bertaut.
"Kau lebih rendah dari ibuku. Kau menyerahkan dirimu secara cuma-cuma, sedangkan ibuku melakukannya dengan bayaran yang mahal."
"Nayaka!" bentak Delilah.
"Pergi dari sini," ucap Nayaka.
"Kau menyakitiku," kata Delilah.
"Pergi!" bentak Nayaka.
Sekali lagi Delilah terusir. Ia langsung pergi dari hadapan ayah dari anaknya itu. Tanpa melihat Delilah lagi, Nayaka langsung menutup pintu dan menguncinya.
"Papa," panggil Kyomi yang keluar dari kamar.
Nayaka merentangkan tangannya. Kyomi berlari masuk dalam pelukan sang ayah. "Maaf, Sayang. Kyomi pasti takut karena mama dan papa bertengkar."
Kyomi menggeleng. "Dia bukan mama Kyomi. Papa jangan sebut dia lagi mama."
Teringat akan rencana Delilah yang akan menempuh jalur hukum jika Nayaka sampai menghalangi dirinya untuk bersama sang anak. Tidak akan Nayaka menyerahkan putrinya. Anak yang telah ia besarkan selama ini. Delilah tidak berhak meski dia yang melahirkan Kyomi.
"Papa sangat takut, Kyomi," ucap Nayaka dengan memeluk putrinya erat. "Papa tidak ingin kehilangan dirimu."
Kyomi diam saja karena ia tidak mengerti apa maksud dari ucapan Nayaka. Ayahnya yang tiba-tiba menangis sembari memeluknya dengan erat.
"Papa kenapa?" tanya Kyomi. "Pasti ibu tiri yang buat Papa takut."
Nayaka tersenyum. Ia mengusap lelehan air matanya. "Sayang, jangan sebut mama seperti itu."
"Papa jangan takut. Ada Kyomi di sini."
Nayaka mengangguk. "Iya, kita lupakan kejadian ini. Lebih baik kita kemasi barang belanjaan yang tadi kita beli."
Kyomi melompat girang. Dalam sekejap ia melupakan tentang kesedihan Nayaka dan kedatangan Delilah tadi.
"Asik! Kyomi mau lihat boneka yang tadi kita beli." Seraya meraih kantung belanjaan yang diletakkan Nayaka di atas sofa.
Sungguh Nayaka sangat takut jika Delilah menempuh jalur hukum untuk mengambil Kyomi. Ia hanya punya Kyomi di dunia ini dan tidak ada keluarga yang lain. Ibu serta neneknya telah tiada, sedangkan keluarga lain tidak peduli.
Nayaka ingin marah kepada Penciptanya. Kenapa ia dilahirkan dengan keadaan yang serba kekurangan? Kenapa ia tidak dilahirkan menjadi orang kaya? Dengan uang segalanya menjadi benar. Dengan uang apa pun bisa didapatkan.
"Kyomi tidak sabar buat sekolah," ucapnya.
Sekali lagi air mata itu menetes. Nayaka tidak ingin kehilangan senyum di bibir putrinya. Keceriaan yang selalu Kyomi tunjukkan. Ia akan mati jika semua itu diambil darinya. Meski Nayaka harus mengemis lagi, maka ia akan melakukannya.
...****************...
Hari ini Delilah tidak lagi datang pada waktu jam istirahat kantor selesai. Kebetulan yang sama sekali tidak diharapkan. Begitu Nayaka keluar dari area parkiran motor, Delilah tiba dengan diantar oleh Juno.
Nayaka melihat bagaimana tunangan Delilah itu mendaratkan kecupan mesra di kening. Delilah tersenyum, melambaikan tangannya ketika Juno masuk mobil dan berlalu dari sana.
Ini yang dinamakan dengan cinta? Membiarkan perasaan pasangan terluka, lalu mengemis mengatakan bahwa itu sebenarnya adalah cinta. Menyakiti, membiarkan hati ini hancur untuk kesekian kalinya. Cinta itu luka. Belum terluka berarti belum merasakan cinta.
Nayaka berjalan saja melewati Delilah tanpa menyapa wanita itu. Tindakannya tentulah mengundang perhatian terlebih ada beberapa karyawan yang datang bersamaan. Mereka menyapa sang atasan, sedangkan Nayaka tidak peduli akan hal itu.
"Nayaka," tegur Delilah.
"Aku menunggu di ruanganmu," ucap Nayaka, lalu masuk lift bersama lainnya.
Delilah mengembuskan napas kasar. Ia masuk ke dalam lift khusus petinggi yang membawanya langsung menuju lantai teratas.
"Nela, kau turunlah ke bawah," kata Delilah ketika sampai di lantai ruangannya.
"Ada apa, Bu?" tanya Nela.
"Turun saja ke lantai bawah. Jangan naik ke atas sampai aku memanggilmu, dan katakan pada yang lain juga."
Nayaka muncul. Nela memandangnya kemudian ia mengangguk, lalu berjalan menuju lift. Delilah yang melihat Nayaka tiba, membuka pintu ruangannya. Ia diam saja di depan pintu sampai pria itu masuk dengan sendirinya.
"Surat pengunduran diriku," ucap Nayaka dengan meletakkan surat yang ia buat semalam di meja.
"Kau tidak bisa berhenti kerja begitu saja. Kau belum menyelesaikan pekerjaan yang telah kau mulai."
"Bukan urusanku."
"Oh, kau ingin melamar di perusahaan lain?" tanya Delilah. "Perusahaan mana yang akan memperkerjakan dirimu, Nayaka? Kau sudah masuk dalam daftar hitam," kata Delilah.
Nayaka tersentak. Pantas saja tidak ada panggilan kerja untuknya. Rupanya ini semua karena campur tangan dari Delilah.
"Kau keterlaluan!"
"Apa yang ingin kau berikan kepada Kyomi, Kak? Membiarkan dia hidup dalam kekurangan? Silakan jika kau ingin keluar dari sini. Ini bagus untukku mendapatkan hak asuh Kyomi," ucap Delilah.
"Kau pikir aku takut? Aku terbiasa untuk hidup susah sejak Kyomi masih kecil. Aku tidak akan takut padamu. Aku keluar dari perusahaan ini sekarang juga."
"Kau sudah menandatangani kontrak kerja selama tiga bulan. Kau tidak bisa pergi dari sini." Delilah meraih surat itu, lalu merobeknya. "Aku hanya ingin kita berhubungan baik, Kak. Aku ingin kita bersama merawat Kyomi. Aku tidak akan mengambilnya darimu."
"Mudah sekali kau memintanya, Delilah. Seolah apa yang kau lakukan bukanlah hal besar."
"Aku salah. Aku mohon maaf untuk itu."
"Baik," jawab Nayaka. "Kau mendapat apa yang kau inginkan. Kau bisa mendekati Kyomi, tetapi ingat ini. Aku tidak akan melakukan apa-apa jika Kyomi menolakmu."
Wajah Delilah berbinar mendengar persetujuan Nayaka. "Iya, aku akan berusaha sendiri untuk mengambil hatinya."
Bersambung