Reffan Satriya Bagaskara, CEO tampan yang memiliki segalanya untuk memikat wanita. Namun, sejak seorang gadis mengusik mimpinya hampir setiap hari membuat Reffan menjadikan gadis dalam mimpinya adalah tujuannya. Reffan sangat yakin dia akan menemukan gadis dalam mimpinya.
Tanpa diduga terjebak di dalam lift membuat Reffan bertemu dengan Safira Nadhifa Almaira. Reffan yang sangat bahagia sekaligus terkejut mendapati gadis dalam mimpinya hadir di depannyapun tak kuasa menahan lisannya,
“Safira…”
Tentu saja Safirapun terkejut namanya diucapkan oleh pria di depannya yang dia yakini tidak dikenalnya. Reffan yang mencari dan mengikuti keberadaan Safira di hotel miliknya harus melihat Bagas Aditama terang-terangan mendekati Safira.
Siapakah yang berhasil menjadikan Safira miliknya? Reffan yang suka memaksa atau Bagas yang selalu bertindak agresif?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aisy Zahra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Baju Pengantin
Safira memeriksa apakah Reffan sudah pergi dari rumahnya, dilihatnya mobil Reffan sudah pergi menjauh tak terlihat lagi.
Reffan, laki-laki yang tiba-tiba hadir dalam kehidupannya dua pekan ini. Dan selama dua pekan ini kehidupannya menjadi penuh kejutan. Dadanya sering berdebar membuatnya jadi lambat berfikir saat di dekat Reffan.
Cinta, hadirnya seringkali tanpa diminta. Sebenarnya cinta adalah fitrah manusia. Siapapun bebas bisa mencintai. Hanya saja yang menjadi pembeda satu di antara yang lain adalah bagaimana pemiliknya memperlakukan cinta. Cinta yang tetap pada fitrahnya membuat pelaku cinta dapat mengendalikan cinta tanpa melanggar batas yang ada. Cinta tetap menyala, mesti tak bertemu sumbunya. Cinta sejati yang mungkin tak mudah untuk padam tetap menerangi walau tak memiliki dan suatu saat cinta itu akan terganti dengan cinta lain yang lebih indah sesuai rencana Sang Pemilik Kehidupan. Namun cinta menjadi petaka saat pelaku cinta sudah menjadi budak cinta yang kehilangan akal melakukan apapun atas nama cinta. Maka benarkah itu masih cinta atau sudah berubah menjadi nafsu semata?
Safira baru saja selesai dengan pekerjaannya. Di kantor berita tentang pernikahannya sudah menyebar dengan cepat setelah Safira mengajukan cuti menikah. Pernikahannya menjadi topik yang hangat untuk dibicarakan di depan atau di belakang Safira. Hanya satu orang yang enggan membicarakannya bahkan dia langsung marah saat orang lain membicarakan pernikahan Safira di depannya. Siapa lagi jika bukan Bagas, Bagas masih sangat kecewa dengan keputusan Safira yang akan menikah dengan orang lain.
Bagas merasa dialah yang pantas memiliki Safira, sejak pertama kali dia menginjakkan kaki di kantor mereka empat bulan yang lalu, netra Bagas tak bisa lepas dari wajah Safira. Semakin dia memandangnya, rasa untuk memilikinya semakin besar. Safira yang dingin tak tersentuh laki-laki membuat egonya melambung tinggi jika dapat memiliki Safira. Tak peduli Safira yang selalu menjaga jarak dengannya, Bagas selalu mendekat di setiap kesempatan. Bagas pikir suatu saat Safira akan jatuh dalam pelukannya, namun nyatanya pertama kali saat kakinya menginjak rumah orangtua Safira, juga merupakan saat terakhir kali untuknya ke sana. Hatinya sangat sakit saat mendapati Safira sudah mempunyai calon suami.
Di kantor Safira berusaha menghindari bertemu Bagas apalagi bersitatap dengannya. Hari ini Safira akan ke butik milik teman mama Raisa, mamanya Reffan memilihkan gaun pengantin untuknya.
"Ir, aku pergi duluan ya." Pamit Ira pada sahabatnya yang masih nyaman duduk di kursi kerjanya.
"Mau kemana, buru-buru amat pergi?" Ira menimpali.
"Mau nyoba baju, waktunya dah deket nih jadi kejar tayang." Senyum Safira menghiasi wajah ayunya.
"Cie... calon pengantin.." Ira menggoda sahabatnya.
"Hush jangan rame-rame ntar ada yang denger." Safira clingukan kuatir suara sahabatnya memancing kericuhan karena semakin banyak yang menggodanya.
"Hehe... ada yang dibantuin gak nih buat acara pernikahan. Kalau butuh bantuan bilang aja." Ujar Ira.
"Aku aja gak ngapa-ngapain sudah disiapin semuanya Ir."
"Tuan putri ma inih."
"Udah ah, aku duluan ya sudah ditungguin. Assalamu'alaikum." Safira melangkahkan kakinya keluar ruangan.
"Wa'alaikumsalam.. Hati-hati di jalan calon pengantin." Ira tertawa masih ingin menggoda Safira yang mendapat balasan tatapan tajam dari Safira dengan bola mata yang melebar.
Safira baru saja akan membuka handle pintu mobilnya.
"Safira ayo naik!" suara dari sebelah kanannya membuat tubuh Safira berputar menghadap ke sumber suara. Seorang pria di bangku depan sebelah kiri mobil hitam menampakkan wajahnya.
"Saya naik mobil sendiri saja Pak Reffan. Biar mudah nanti baliknya." Jawab Safira.
"Ada mama di belakang, cepat naik!" Seperti biasa memerintah tanpa mau ada penolakan.
Safira sebenarnya enggan semobil dengan Reffan, tapi karena ada Mama Raisa akhirnya Safira menurut juga dan masuk ke bangku belakang.
"Hai sayang, cantik banget walaupun sudah sore. Pantesan anak mama terpesona." Sapa mama Raisa memeluk Safira.
Safira malu-malu mendengar pujian dari mama Raisa. Pipinya yang putih tampak merona. Sepanjang perjalanan Safira lebih banyak menjawab pertanyaan dari mama Raisa, tentang pekerjaannya, apakah Safira sudah mengajukan cuti dan persiapan akad nikah di rumah Safira.
"Sayang, mama memang sudah punya pilihan baju pengantin untuk kamu, tapi kalau Safira merasa kurang pas dan punya pilihan yang lain gak papa. Nanti Safira bilang aja ya." Ujar mama Raisa.
"Iya tante. Terimakasih." Jawab Safira sopan.
Setelah sampai di butik. Mama Raisa, Reffan dan Safira disambut oleh seorang wanita paruh baya yang cantik dan harum. Aroma perfumnya jelas berkelas, siapapun yang mencium aromanya jelas akan tahu.
"Ini calon pengantinnya. Safira ya... Selamat datang. Langsung dicoba saja bajunya. Tante yakin bajunya akan pas dengan postur tubuh kamu."
"Iya Tante." Safira berjalan ke ruang ganti diikuti dua karyawan butik yang akan membantunya.
Sebuah gaun pengantin putih dengan payet yang berkilau indah sudah melekat di tubuh Safira. Jilbab berwarna senada juga sudah terpakai di kepala Safira.
Reffan tak berkedip jelas terpukau dengan gadis di depannya. Walaupun belum ada riasan yang berarti, wajah Safira sudah bersinar mengisyaratkan dialah Ratu yang akan membuat semua orang iri saat melihatnya.
Mama Raisa dan temannya mendekat. Mencoba meneliti gaun yang melekat di tubuh Safira.
"Ah, sesuai dugaan mama. Baju ini akan pas di tubuh kamu."
"Betul Raisa, tubuh Safira tinggi dan bagus, gaunnya sudah pas. Tapi hijabnya nanti dililit ke belakang aja. Biar lebih elegan ya Safira."
"Jangan tante, Safira ingin hijabnya menutupi dada saja. Safira suka begini." Safira mencoba berpendapat.
"Benar kata temen mama Safira. Gaunnya akan terlihat lebih bagus jika tidak ditutupi hijab karena di bagian dada ada payet-payet yang bagus banget sayang kalau tertutup hijab. Ini kan sekali aja di acara pernikahan, penampilan kamu akan perfect dengan keindahan gaun ini nanti." Ujar mama Raisa.
"Maaf ya tante, justru karena ini acara yang sangat penting, Safira ingin keseluruhannya tidak membuat Allah murka. Apalagi pakaian Safira yang akan dilihat banyak orang." Safira menundukkan pandangannya.
"Maksudnya Safira?"
"Allah yang memerintahkan untuk menutupkan jilbab hingga ke dada tante. Maaf tante, Safira hanya berusaha melaksanakannya." Ujar Safira sopan.
"Ada perintah yang seperti itu Safira?" Mama Raisa penasaran dengan jawaban Safira.
"Ada tante, di Qur'an surah ke 24 An Nur ayat 31. Maaf ya tante Safira tidak bermaksud.."
"Tidak papa Safira. Ini pernikahan kamu, kamu bisa mengenakan gaun senyamanmu." Mama Raisa mengelus punggung Safira.
"Bisa diatur kok Raisa, nanti aku tambahkan payet di kerudungnya Safira, jadi kerudungnya tetap bisa cantik dengan model begitu."
"Terima kasih tante." Senyum kelegaan menghiasi wajah cantik Safira yang sejak tadi tak luput dari pandangan Reffan.
"Saat diam saja kamu sudah sangat mempesona Safira apalagi saat berbicara kamu sungguh sangat memikat." Ujar Reffan di dalam hatinya.
Safira berganti baju dengan kebaya untuk akad nikah didampingi teman mama Raisa langsung karena pemakaian kebaya yang lebih ribet dari gaun. Mama Raisa duduk menunggu bersama Reffan. Mama Raisa membuka smartphonenya mencari ayat al Qur'an yang diucapkan Safira tadi. Bibirnya bergumam lirih membaca terjemah ayat.
"Dan katakanlah kepada para perempuan yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara ***********, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali yang biasa terlihat. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, ...."
"Ah, kamu benar Safira..." Gumam mama Raisa.
Reffan memandang lekat mamanya meraih tangan kiri mamanya dan menggenggamnya.
"Sayang, kita seperti menemukan harta karun." Ujar mama Raisa menatap Reffan yang mengangkat sebelah alisnya.
"Kita memiliki apa yang tidak Safira punya, kekayaan yang sanggup membeli apapun. Tapi bersama Safira, mama merasa tak ada apa-apanya. Dia punya yang kita tak punya Reffan, Safira punya hati yang tak tergoda dari dunia yang indah ini. Dia memandang dunia hanya sewajarnya tak membuatnya lupa diri pada perintah penciptanya."
Reffan tersenyum mengelus lembut tangan orang yang disayanginya. Kini keduanya menatap gadis cantik dengan balutan kebaya yang berjalan malu-malu.
"Ma.."
"Apa?"
"Seharusnya kita jemput Pak Salman sebelum menjemput Safira."
"Kenapa?" Melirik Reffan sambil mengernyitkan dahinya
"Biar bisa langsung menikahkan Safira denganku."
Mama Raisa mencubit pinggang Reffan. "Jangan melihat Safira seperti itu, Safira bisa lari gara-gara kamu."
secara pasangan menikah itu halal tp BKN muhrim jd ttp membatalkan wudhu...
pasal 2 boss salah, kembali ke pasal 1
wkwkwkwk
makasi yaa....
sukses terus utk outhorx semangat selalu utk berkarya lbh baik lg
next kisah anak² reffan lagi ya thor😁
Terimakasih semua sudah mendukung dan membaca hingga akhir.
Sempetin nengok novel Jejak di Pipi Membekas di Hati ya 😉