Sekretaris Meresahkan
Sekretaris Meresahkan
Deskripsi
POV Devan
Mimpi apa aku semalam, mendapatkan sekretaris yang kelakuannya di luar prediksi BMKG.
"MAS DEVAAAAAAANNN!!!" Teriakan kencang Freya berhasil menarik perhatian semua orang yang ada di sekitarnya.
"Teganya Mas meninggalkanku begitu saja setelah apa yang Mas perbuat. Mas pikir hanya dengan uang ini, bisa membayar kesalahanmu?"
Freya menunjukkan lembaran uang di tangannya. Devan memijat pelipisnya yang tiba-tiba terasa pening. Dengan langkah lebar, Devan menghampiri Freya.
"Apa yang kamu lakukan?" geram Devan dengan suara tertahan.
"Kabulkan keinginan ku, maka aku akan menghentikan ini," jawab Freya dengan senyum smirk-nya.
"Jangan macam-macam denganku, atau...."
"AKU HAMIL ANAKMU, MAS!!! DIA DARAH DAGINGMU!!"
"Oh My God! Dasar cewek gila! Ikut aku sekarang!"
Dengan kasar Devan menarik tangan Freya, memaksa gadis itu mengikuti langkah panjangnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ichageul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Devan vs Freya #1
BRUK!
Di tengah-tengah meeting tiba-tiba saja Freya terjatuh dari kursi yang didudukinya. Devan yang duduk di sebelahnya dibuat terkejut. Dia segera berjongkok menghampiri Freya yang tergeletak di lantai. Ditepuknya pipi gadis itu beberapa kali namun dia tetap bergeming. Rafael dan Davis yang hadir dalam rapat segera mendekat.
"Itu sekretaris kamu kan?" tanya Rafael.
"Iya, Pa."
"Dia kenapa?" tanya Davis.
"Ngga tahu, Om."
"Ayo angkat, bawa ke ruangan kamu."
Mau tidak mau Devan mengangkat tubuh Freya. Ketika dia mengangkat tubuh gadis itu, Devan sadar kalau Freya tidak pingsan. Karena bobot tubuh orang yang pingsan dan sadar itu berbeda. Dalam hatinya dia merutuki Freya yang kembali mengerjainya. Dengan langkah panjang, pria itu menuju ruangannya. Kebetulan ruang meeting memang berada di lantai yang sama dengan ruangannya.
Kepala Devan menoleh ke belakang, ternyata Papa dan Omnya mengikuti dirinya sampai ke ruangan. Andai tidak ada mereka, mungkin Devan sudah menjatuhkan Freya ke lantai. Berhubung dua orang penting di perusahaan terus mengikutinya, terpaksa Devan membaringkan Freya di sofa dengan gerakan pelan.
"Coba kasih minyak putih atau parfum supaya dia cepat sadar," titah Rafael.
"Kasih kaos kaki aja, Pa. Pasti langsung sadar," kesal Devan.
"Kamu tuh! Cepat ambil minyak kayu putih. Minta ke OB atau siapa."
Pintu ruangan Devan terketuk. Sekretaris Rafael segera masuk dengan membawa minyak kayu putih. Dia mengoles jarinya dengan minyak kayu putih lalu mendekatkannya ke hidung Freya. Devan mengambil botol minyak kayu putih tersebut kemudian mengoleskannya ke dekat hidung Freya. Rasa panas langsung menjalari kulit Freya yang terkena olesan minyak kayu putih, dengan cepat dia membuka matanya. Matanya langsung menatap Devan. Pasti pria itu yang sudah mengoleskan minyak kayu putih padanya.
"Kamu baik-baik saja? Apa yang kamu rasakan?" tanya Rafael.
"Saya.."
KRIUK
Bunyi perut Freya menyahut lebih dulu sebelum gadis itu menyelesaikan kalimatnya. Bunyi raungan perutnya yang cukup kencang terdengar jelas di telinga semua orang yang ada di ruangan. Rafael Langung melihat pada anaknya lalu menatap lagi pada sekretaris anaknya.
"Kamu belum makan?"
"Iya, Pak. Dari pagi saya baru makan bubur," jawab Freya malu-malu.
"Jadi kamu pingsan gara-gara belum makan?" sebisa mungkin Davis menahan tawanya ketika bertanya. Baru kali ini dia melihat orang pingsan gara-gara telat makan siang.
"Memangnya kamu belum makan siang? Bukannya kalian tadi meeting sekaligus makan siang dengan klien?" Rafael melihat pada anaknya.
"Iya, Pak. Tapi tapi saya dapat pekerjaan lumayan banyak, jadi belum sempat makan siang. Maaf sudah merepotkan. Tapi saya baik-baik aja Pak. Ngga makan siang sekali, ngga bakal bikin saya mati. Paling cuma lemas aja."
"Keterlaluan kamu, Devan! Sekretarismu ini manusia bukan robot! Sana pesankan makanan untuknya."
Devan hanya berdecak saja. Dia yakin Freya berpura-pura pingsan demi meraih simpati ayahnya. Dengan kesal pria itu menuju meja kerjanya. Mengangkat telepon ekstensi untuk menghubungi OB yang berada di pantry. Dia meminta OB membelikan makanan untuk Freya. Suaranya sedikit mengecil ketika menyebutkan menu apa yang harus dibeli.
"Kamu istirahat saja. Devan, ayo kita lanjutkan meeting."
Freya beranjak dari tempatnya. Dia memilih menunggu makanan di mejanya saja. Devan kembali ke ruang meeting bersama Rafael, Davis dan sekretaris Papanya. Freya mendaratkan bokongnya di kursi putar miliknya. Dia memutar kursi sambil bersenandung kecil, menunggu OB yang akan mengantarkan makanan padanya. Sudah bisa dibayangkan pasti Devan memesankan makanan enak untuknya. Tanpa sadar senyumnya mengembang.
Sepuluh menit kemudian OB yang ditunggu datang dan memberikan pesanan Devan pada Freya. Gadis itu terpaku melihat bungkusan berwarna hitam. Dia mengeluarkan makanan yang dibungkus kertas nasi. Harapannya mendapatkan makanan dari restoran ternama buyar. Ternyata Devan meminta OB membelikan makanan di warteg yang lokasinya tidak terlalu jauh dari kantor Kharisma Group. Bukannya pilih-pilih makanan, hanya saja dia sudah terlalu sering memakan menu sejuta rakyat ini. Sekali-kali dia juga ingin mencicipi makanan dari restoran bintang lima, seperti yang tadi dijadikan tempat meeting.
"Dasar bos pelit," gerutu Freya.
Dibukanya bungkus makanan di depannya. Tumis kangkung, tempe orek dan balado terong sudah tercampur dengan nasi yang porsinya cukup banyak juga. Freya segera menyendokkan nasi beserta lauk ke dalam mulutnya. Karena perutnya sudah lapar, maka Freya langsung menyantapnya. Saking laparnya, porsi nasi yang cukup banyak, bisa disantap habis olehnya.
***
"Hasil meeting kamu tadi dengan Pak Bagas cukup baik. Padahal Papa lumayan was-was karena Pak Bagas itu cukup licik. Papa takut kamu terperangkap dengan kata-katanya. Tapi melihat isi perjanjian ini, Papa puas," ujar Rafael setelah meetingnya berakhir.
"Sebenarnya hampir saja aku terbawa arus kata-katanya. Tapi beruntung Freya mengingatkanku. Dia sudah menandai bagian mana saja yang berpotensi dijadikan keuntungan oleh Pak Bagas."
"Kamu beruntung mendapatkan sekretaris seperti dia. Harus dipertahankan, apalagi Mama bilang dia anak yang cekatan."
"Iya, Pa."
"Besok kamu ada meeting dengan PT. Citra Buana. Kamu harus memberikan kesan yang baik. Pak Rega itu orang yang perfeksionis. Kalau kamu berhasil mendapatkan proyek darinya, maka akan memberikan keuntungan besar untuk perusahaan kita."
Kepala Devan mengangguk paham. Pria itu berjalan keluar dari ruang meeting bersama ayahnya. Ketika pria itu melewati meja yang ditempati Freya untuk kembali ke ruangannya, nampak gadis itu sedang membuat laporan hasil mereka tadi.
"Freya, ke ruangan saya."
"Baik, Pak."
Freya bangun dari duduknya lalu masuk ke ruangan, tepat di belakang Devan. Atasannya itu segera duduk di belakang meja besarnya, sementara Freya berdiri di depan meja. Menunggu instruksi dari Devan. Pria itu masih belum mengatakan apa-apa. Dia masih memandangi Freya yang berdiri di depannya dari atas sampai bawah.
"Apa kamu sudah makan?"
"Sudah, Pak."
"Bagaimana? Enak?"
"Enak, Pak. Bapak tahu saja makanan kesukaan saya," sindir Freya.
"Sebagai atasan yang baik, tentu saja saya harus tahu apa makanan kesukaan bawahan saya. Kalau begitu biar saya minta OB membelikan makanan itu untukmu setiap hari."
"Terima kasih atas perhatiannya, Pak."
"Sama-sama."
Jika ada tropi untuk atasan paling menyebalkan, sudah pasti Devan akan mendapatkan predikat tersebut. Dibanding Rafael dan Davis, pria di depannya ini memiliki tingkat menyebalkan yang sangat tinggi. Tapi bukan Freya namanya kalau dia menyerah begitu saja.
"Besok kita akan bertemu klien penting."
"Siap, Pak."
"Kamu harus sudah berada di kantor, setengah jam sebelum jam masuk kerja."
"Siap."
"Kamu juga harus mempelajari proposal penawaran kita dan buat ringkasannya seperti tadi."
"Baik, Pak."
"Dan satu lagi, ubah penampilanmu."
"Ada apa dengan penampilan saya, Pak?" tanya Freya polos.
"Cari kaca terus berkaca. Penampilanmu sudah seperti anak SD. Besok saya mau kamu mengubah penampilanmu. Jangan pakai kemeja seperti ini, pakai blazer. Lalu sepatunya juga jangan yang seperti itu. Sudah pendek, kamu tambah kelihatan pendek pakai flat shoes seperti itu."
"Maaf Pak, saya ngga punya blazer dan sepatu ber-hak tinggi."
Kepala Freya menunduk ketika mengatakan itu. Dia sadar penampilannya dengan penampilan sekretaris Rafael ibarat bumi dan langit. Nadia, sekretaris Rafael tidak hanya cantik, tapi pakaiannya juga sangat bagus dan membuatnya sangat berkelas. Walau tidak terlalu tinggi, tapi high heels yang dikenakannya membuat wanita itu terlihat lebih tinggi. Sementara dirinya, persis yang dikatakan Devan padanya. Penampilannya memang mirip anak SD.
"Kalau begitu kamu ikut saya sekarang. Kita belanja baju untuk kamu kerja. Saya tidak mau kamu terlihat memalukan saat berhadapan dengan klien."
"Yang benar, Pak? Bapak mau membelikan untuk saya?"
"Iya, tapi ngga gratis. Bayarannya dipotong dari gaji kamu!"
***
Yang udah baca dan ngga mau baca ulang, dimohon BUKA BAB MINIMAL DUA MENIT, BARU LIKE. JANGAN BUKA BAB, SCROLL, LIKE TERUS KELUAR HANYA DALAM HITUNGAN DETIK. Kalau kaya gitu ngga akan kehitung sama sistem entun. Dan retensi bakalan ambyar. Kalau retensi ngga tercapai, aku ngga bisa ajuin kontrak. Kalau ngga bisa dikontrak di sini, dengan berat hati aku ngga akan lanjutin cerita ini di sini atau di sebelah. Jadi tolong kerjasamanya, biar kita sama² enak. Buat yang baca ulang, aku ucapkan terima kasih🙏🏻
susulin mas Devan...