NovelToon NovelToon
Hello Tuan Harlan

Hello Tuan Harlan

Status: sedang berlangsung
Genre:Mengubah Takdir / Kelahiran kembali menjadi kuat / Balas dendam dan Kelahiran Kembali
Popularitas:4.2k
Nilai: 5
Nama Author: Redwhite

Kesempatan kembali ke masa lalu membuat Reina ingin mengubah masa depannya yang menyedihkan.

Banyak hal baru yang berubah, hingga membuatnya merasakan hal tak terduga.

Mampukah Reina lari dari kematiannya lagi atau takdir menyedihkan itu tetap akan terjadi?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Redwhite, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kemalangan Astrid

Reina mengayuh sepedanya dengan perasaan bahagia. Dulu dia selalu skeptis pada orang.

Hubungan selalu datang atas timbal balik. Jika kamu memberikan sesuatu maka orang akan mendapatkan sesuatu juga darimu.

Oleh sebab itu Reina dulu selalu berpikir di dunia ini tak mungkin gratis. Pasti ada harga yang akan di bayar jika kamu mendapatkan keinginanmu.

Namun, hidupnya yang baru ini sedikit membuka matanya, jika masih ada orang yang peduli pada sesamanya.

Seperti Miss Rose, yang merelakan uang sepuluh juta hanya demi bisa menjaga harta berharganya.

Ingatannya kembali pada sesaat lalu, di mana akhirnya sang ibu tiri menyerah dan tak rela jika suaminya akan menggelontorkan uang sebanyak itu hanya untuk sebuah gaun yang ingin ia musnahkan.

Namun tentu saja itu semua karena ibu tirinya merengek agar uangnya lebih baik di berikan padanya dan lagi-lagi ayahnya setuju.

Reina ingat sekilas tadi ia melihat binar mata kebahagian, mungkin ayahnya juga tak rela gaun milik mendiang ibunya dimusnahkan.

Miss Rose mengedipkan sebelah matanya saat dia mengucapkan terima kasih tanpa suara.

Semuanya belum berakhir tentu saja. Ibu tirinya masih mencecarnya setelah makan malam.

Dia bertanya di mana Reina mendapatkan gaun itu, sebab seingatnya semua barang milik Tatyana telah ia musnahkan.

"Gaun? Oh gaun yang tadi Reina pakai ya mih?" sela Elyana yang baru saja kembali dari pesta kelulusan.

Entah dari mana gadis itu, ayah dan ibu tirinya memberi kelonggaran pada gadis itu sedangkan padanya banyak sekali aturan ketat.

Mereka berkata jika Elyana adalah gadis populer yang pasti banyak yang menjaga dan bisa ia juga bisa menjaga dirinya sendiri.

"Iya kamu tahu sayang?" tanya Meike lembut.

"Kalau ngga salah, Reina bilang kalau gaunnya dia temukan di gudang deh."

"Gudang? Perasaan mamah udah bersihin gudang itu dari lama," gumamnya heran.

Elyana hanya mengedikkan bahu tak peduli, sebab melihat kesengsaraan Reina adalah kebahagiannya.

Apalagi hari ini entah karena apa, Edwin mau dia bujuk untuk ikut pesta perpisahan yang ia dan teman-temannya adakan.

Meski tak ada Grace dan Vika, setidaknya dia memang ingin menggait Edwin terlebih dahulu.

Elyana menebak hubungan keduanya pasti sedang renggang. Saat dia memaksa Edwin, pemuda itu juga lantas bercerita jika sikap Reina sangat aneh hari ini.

"Seca!" panggil Meike melengking pada asisten kepercayaannya.

Wanita yang di panggil Meike adalah orang yang Reina benci selain keluarganya. Sikapnya sangat angkuh dan tak sopan.

Meski pelayan lain bekerja untuk Meike, tapi mereka tak memperlakukan dirinya seburuk Seca.

Karena Seca di beri kelonggaran untuk menyiksanya dulu, wanita itu jadi semena-mena padanya.

"Iya Nyonya," jawabnya dengan senyum menjengkelkan menurut Reina.

"Kamu membersihkan gudang dengan benar tidak! Kenapa dia berhasil menemukan gaun usang milik ibunya!" sentak Meike.

Reina melirik Vano yang terlihat terkesiap tadi. Pandangannya tertuju pada kepalan tangan kakak kedua itu.

Ternyata kau juga membencinya. Tapi kalian juga jahat, membuat mereka bersikap seenaknya pada barang-barang peninggakan ibu hanya untuk membuatku sakit hati.

Reina mengalihkan pandangannya tak peduli. Kini tatapannya tertuju pada seringai Seca yang sepertinya tengah mengejek dirinya.

"Maaf nyonya, saya sudah mengerjakan tugas yang nyonya minta dengan baik. Lagi pula, saya yang megang kuci gudang, bagaimana mungkin dia bisa masuk," jawabnya santai.

Meike lantas melirik Reina dengan geram. Lagi-lagi dia di bodohi.

"Gaun itu saya yakin dari Bu Astrid, sebab aku lihat dia masuk ke kamarnya pagi tadi," jelasnya.

Mata Reina membelalak sempurna, ternyata mata Seca sangat awas hingga bisa mengetahui kejadian pagi tadi.

"APA? ASTRID? Panggil wanita tua itu ke sini!" pekiknya lagi.

Tubuh Reina menegang, dia tak rela jika Astrid tertimpa masalah karenanya.

Wanita itu sudah terlalu baik padanya. Tak mungkin dirinya diam saja melihat Astrid di perlakukan buruk oleh ibu tirinya.

Tak lama Seca datang dengan Astrid. Lebih menyebalkannya lagi Seca dengan tidak sopannya menarik lengan Astrid dengan kasar.

"A-ada apa nyonya?" tanya Astrid gugup.

Benar saja, Meike langusng bangkit dan mengayunkan tangannya pada Astrid. Tubuh tua Astrid yang tak siap jelas terjungkal ke belakang karena tamparan yang diterimanya sangat kencang.

"Hentikan!" pekik Reina murka.

Vano mencekal tangannya dan menariknya menjauh dari ruang makan.

Reina memberontak, tapi tubunya yang kecil jelas kalah tenaga dengan Vano.

Vano membawa adiknya ke kamarnya dan mengunci pintu.

"Lepaskan, aku mau melindungi bibi Astrid!" pekik Reina frustrasi.

"Hentikan!" balas Vano tajam.

"Lihat dan ingat. Apa yang kau lakukan kali ini, bukan kau yang menanggung akibatnya, tapi orang lain. Harusnya kamu tahu. Jangan menyeret orang lain dengan keinginan dangkalmu!"

"Keinginan dangkal? Kau tahu apa hah!" balas Reina muak.

"Dia—" tunjuknya pada pintu. "Hanya dia yang masih memperlakukan aku selayaknya manusia. Hanya dia. Yang bukan bagian keluargaku tapi selalu memperlakukan aku dengan baik. Lalu, hak apa yang kamu miliki untuk mengkritikku!"

Vano memasukan kedua tangannya ke dalam saku celana. Menyembunyikan kepalan tangannya di sana.

Reina benar-benar menatapnya penuh dengan kebencian. Adik yang dulu selalu mengikutinya dan sangat ia sayangi kini bahkan membenci dirinya.

Meski mengakui dirinya layak mendapatkan semua itu karena sikapnya pada Reina selama ini.

Namun tak dipungkiri hatinya tetap merasa sakit.

"Harusnya kamu tahu, hanya Bi Astrid yang memedulikanmu dan kau bisa menjaganya. Sekarang aku yakin kamu bahkan akan kehilangan dia juga."

Setelah mengucapkan kata menyakitkan itu Vano keluar dari kamarnya dengan membanting pintu kamarnya dengan keras.

Tubuh Reina luruh. Dalam hati dia setuju dengan ucapan Vano. Harusnya dia tak melibatkan orang lain dalam keterpurukan hidupnya.

Harusnya dia tak mempersulit Astrid dengan menerima bantuan wanita itu. Harusnya dia ingat jika di rumah ini bahkan dinding dan atap mungkin bisa bicara.

Reina menyesal, dia terisak karena mengabaikan semua itu.

Lalu bagaimana kelak nasib Bi Astrid? Reina ingin sekali berlari keluar dan melindungi wanita itu.

Dia menangis cukup lama. Tak bergerak barang sedikit pun dari tempatnya duduk.

Kamar yang dulu sering dia datangi waktu kecil nyatanya tak memberi arti apa-apa lagi baginya.

Setelah cukup tenang, tiba-tiba pintu kamar Vano kembali terbuka, menampilkan sosok Vano yang berjalan dengan angkuh ke arahnya.

"Kamu di tunggu ayah di ruang kerjanya," ucap lelaki itu dingin.

Reina bangkit dan berjalan melewati Vano tanpa peduli.

Vano menghela napas setelah sang adik melewatinya.

"Di mana Bi Astrid?!" seru Reina menahan amarah.

"Duduklah dengan tenang, kami tak akan memberitahumu kalau kamu masih bersikap memberontak seperti ini—" ancam Hendro.

Apalagi ini? Reina tengah mengingat kejadian kali ini. Meski kejadian tadi tak pernah terjadi di masa depannya.

Namun kali ini, rasanya juga tak asing. Ruang kerja. Ayah yang duduk di kursi kebesarannya.

Di sofa duduk ibu tiri serta Elyana. Di kursi single ada kakak pertamanya.

Tiba-tiba matanya terbelalak. Ia tahu apa yang akan ayahnya katakan.

.

.

.

Lanjut

1
Dapllun
semangat kak, aku tinggalkan komentar ku disini
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!