Naura memilih kabur dan memalsukan kematiannya saat dirinya dipaksa melahirkan normal oleh mertuanya sedangkan dirinya diharuskan dokter melahirkan secara Caesar.
Mengetahui kematian Naura, suami dan mertuanya malah memanfaatkan harta dan aset Naura yang berstatus anak yatim piatu, sampai akhirnya sosok wanita bernama Laura datang dari identitas baru Naura, untuk menuntut balas dendam.
"Aku bukan boneka!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Dua Puluh Lima
Naura memandang keluar jendela, melihat hujan yang mulai turun dengan deras. Suara tetesan air menemani pikirannya yang melayang-layang. Dia berusaha mengalihkan pikiran dari masa lalu, masa kelam yang selalu berhasil menghantuinya sejak pertemuan dengan mantan mertuanya. Namun, hari itu terasa berbeda. Ada sesuatu yang menggerakkan hatinya untuk menemui teman-temannya, Lina dan Rasya, dan berbagi cerita.
“Naura! Akhirnya kamu datang juga?” seru Lina ketika Naura memasuki kafé kecil tempat mereka janjian berkumpul. Senyum manis Lina selalu bisa mencerahkan suasana hati Naura.
“Iya, aku datang. Maaf aku datang telat. Darren tadi sempat rewel,” jawab Naura sambil melangkah menuju meja. “Ada yang baru?”
“Banyak! Tapi mungkin nggak sepenting yang kamu alami,” celetuk Rasya sambil menyodorkan segelas cappuccino hangat ke arahnya. “Mau cerita?”
Naura mengangguk, lalu mengatur posisi duduknya. “Bentar, aku ambil makanan dulu,” Naura bangkit dan menuju ke counter. Dia lalu menitipkan anaknya pada Lina.
Setelah memesan dan kembali ke meja, Naura melihat kedua temannya menunggu, keduanya baru pulang kerja. Naura berencana besok akan mulai kerja. Rasya telah mencarikan seorang baby sitter untuk bayinya.
“Jadi, apa kabar? Ada cerita menarik?” tanya Lina, sorot matanya penuh harap.
“Hmm … begini,” Naura menghela napas dalam-dalam. “Tadi aku baru aja ketemu… mantan ibu mertuaku, Ibu Rini.”
“Kamu serius? Gimana bisa?” Rasya langsung bersikap antusias, matanya berbinar. “Jadi, gimana reaksinya?”
Naura menggigit bibirnya, merasakan kembali ketegangan yang sama saat bertemu Ibu Rini. “Sumpah, rasanya aneh banget. Saat pertama melihatnya lagi."
Bersamaan dengan ceritanya, wajah Naura terlihat makin serius. Dia mulai mengenang pertemuan itu. “Jadi, saat itu aku sedang belanja di supermarket ...."
Naura lalu menceritakan tentang pertemuannya dengan Ibu Rini di supermarket tadi siang.
“Akhirnya aku bilang seperti itu, dan beruntungnya dia percaya.”
“Wow! Kamu hebat, Naura! Kamu harus siap-siap karena pasti akan banyak pertemuan-pertemuan selanjutnya. Siapkan hatimu, agar tak terbawa suasana," ucap Lina penuh kekaguman.
“Entah, mungkin dia cuma ragu karena penampilan aku yang berubah, begitu juga wajahku yang sedikit berbeda karena hasil operasi kemarin,” jawab Naura.
“Tapi aku yakin mulai dari saat itu dia berpikir dan teringat kamu. Pasti dia ada sedikit keraguan karena berpikir kamu telah tiada," jawab Rasya.
"Tapi beruntung pertemuan pertama hanya dengan mantan mertua, jadi aku bisa belajar darinya bagaimana mengahadapi orang-orang dari masa laluku," balas Naura.
“Ya, tapi ada rasa aneh dalam hatiku. Meskipun aku senang bisa menghindar, kenangan itu sedikit mengusik pikiranku,” keluh Naura, menyentuh gelasnya.
“Kamu nggak sendirian, Naura. Kami selalu ada untukmu,” jamin Lina. "Kadang, berjuang mengatasi masa lalu adalah bagian dari healing."
Dan saat itu, mereka bertiga saling memandang dan tersenyum. Kebersamaan seperti ini adalah hal yang mereka butuhkan, menghangatkan hati Naura yang biasanya dingin.
"Ingat Naura, selama ini semua masih berjalan lancar. Jangan pernah berpikir mundur dan takut. Semua harus kamu hadapi dengan penuh keberanian. Bukankah ini juga demi Darren. Harta mu harus kembali!" seru Rasya.
"Rasya benar. Kamu jangan pernah merasa takut menghadapi mereka. Walau mereka curiga nantinya, tapi kamu harus bisa meyakinkan jika kamu Laura bukan Naura," ujar Lina.
Darren tertidur dalam gendongan Lina. Sepertinya begitu nyaman.
Naura menggelengkan kepala sambil tersenyum. Keberadaan Lina dan Rasya adalah pengingat bahwa dia tidak sendiri. Mereka adalah sinar dalam hidupnya, memberi kekuatan untuk melangkah maju. Dia harus bisa merebut kembali semua miliknya.
“Sekarang kita bicara tentang pertemuan mu dengan Alex besok. Kamu akan berperan sebagai sekretarisku. Jika perlu kamu harus banyak bertatap muka dengannya, buat dia penasaran dengan kehadiranmu, seorang wanita yang mirip dengan mantan istrinya."
Mereka bertiga lalu menyusun rencana bagaimana tindakan yang harus Naura lakukan saat bertemu pertama kali dengan suaminya Alex dan bagaimana sikapnya nanti.
Setelah beberapa saat dan merasa tak ada yang perlu diomongin lagi, mereka pamit. Naura harus bisa menyiapkan mental untuk pertemuan besok dengan mantan suaminya Alex.
Ketika mereka beranjak pergi, Naura mengucapkan selamat berpisah pada temannya dengan penuh rasa syukur. Hujan mulai reda, dan dia merasakan sinar harapan memasuki jiwanya.
Dengan tegas, Naura bertekad untuk melanjuti hidupnya sebagai Laura, bukan Naura yang terikat dengan masa lalu. Kini, dia lebih siap untuk menyambut tantangan berikutnya, serta setiap pertemuan yang tak terduga di depan matanya.
***
Sudah dua hari Weny tak kerumah. Alex juga tak berusaha membujuk karena persiapan untuk meeting hari ini. Dia ingin presentasi dengan salah satu perusahaan besar dan berharap dapat tender yang diinginkan itu.
Setelah berpakaian rapi, Alex keluar dari kamar. Dia melihat sang ibu yang telah mempersiapkan sarapan. Pria itu lalu memeluk ibunya dan mengucapkan selamat pagi.
"Pagi benar kamu ke kantor hari ini," ucap Bu Rini.
"Masih ada yang harus aku persiapkan di kantor untuk meeting nanti dengan perusahaan X, Bu," jawab Alex.
Alex menarik kursi dan duduk. Dia langsung menyantap hidangan yang telah di siapkan ibunya.
"Apa karena itu Weny tak datang dua hari ini?" tanya Ibu Rini.
"Weny ... aku tak tau kenapa dia tak datang. Mungkin masih marah karena ibu yang selalu menyinggung Naura dan juga karena aku tak menanggapi saat dia minta kami menikah secepatnya," jawab Alex.
Ibu Rini mengerutkan dahinya. Tampak berpikir dengan apa yang putranya katakan.
"Jadi mengenai ibu mengatakan bertemu dengan seseorang mirip Naura itu masih saja jadi masalah baginya!" seru ibu Rini.
"Dia juga masalahkan mengenai aku yang belum juga menikahinya," balas Alex.
"Sebenarnya, sejak kamu mengakui kalau hanya dia yang tau kode brankas itu, Ibu sudah mulai tak suka."
"Jangan bilang kalau Ibu masih curiga dengan Weny!" ujar Alex.
"Bagaimana tak curiga jika hanya kamu dan dia saja yang tau kode itu? Siapa lagi yang bisa mengambilnya kalau bukan kalian berdua," jawab Ibu Rini.
"Tapi tak ada bukti yang mengarahkan kalau dia pelakunya."
"Tapi ibu minta kamu berpikir ulang untuk menikahinya. Cari saja wanita lain. Ibu rasa Weny itu kembali padamu hanya karena inginkan hartamu saja," kata Ibu Rini.
"Dulu Ibu sangat mendukungku, sekarang menentangnya. Apa Ibu memang tak mau aku menikah dengannya?" tanya Alex lagi.
"Entahlah, ibu hanya minta kamu berpikir lagi. Kalau ada yang lebih baik, lebih baik orang lain saja."
Alex tersenyum mendengar ucapan ibunya. Kalau memang ada wanita lain yang lebih baik, dia juga pasti lebih memilih orang lain saja.
Setelah sarapan Alex langsung pergi. Dia sudah tak sabar untuk presentasi dengan perusahaan X yang dipimpin Rasya. Berharap akan menang tender.