Judul: KEBANGKITAN PENDEKAR ABADI
Deskripsi:
Ling Chen, seorang pemuda tangguh yang penuh dengan pengalaman pertempuran, terjebak dalam perjalanan menuju takdir yang lebih besar. Setelah terluka parah oleh makhluk tingkat Emperor Bintang 9 di Hutan Terlarang, ia menemukan dirinya berada di ambang kematian. Namun, sebuah kekuatan misterius, Sistem Dewa Alam, terhubung dengannya, membuka jalan baru yang penuh dengan peluang dan tantangan.
Dengan bimbingan sistem dan hadiah luar biasa yang diterimanya, Ling Chen bertekad untuk menguasai kekuatan baru, memperbaiki kesalahan masa lalunya, dan menaklukkan dunia yang dipenuhi makhluk-makhluk legendaris. Dalam perjalanan ini, ia tidak hanya harus melawan kekuatan besar dari luar, tetapi juga menghadapi ambisi dan kesombongannya sendiri yang perlahan ia ubah menjadi kebijaksanaan.
Akankah Ling Chen berhasil mencapai puncak kekuasaan dan membalas dendam
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Axellio, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 20 AKU TIDAK SEPERTI DAHULU LAGI
BAB 20 PERTARUNGAN YANG MENEGANGKAN
Ling Chen memandang surat yang masih tergenggam di tangannya, otaknya bekerja keras mengolah setiap kata yang tertulis di sana. Xue Liuying sudah keluar dari kamarnya, meninggalkan Ling Chen sendirian dalam hening. Di luar, langit malam semakin gelap, tetapi Ling Chen merasa seolah dunia semakin terang. Sebuah perasaan yang tidak bisa ia jelaskan—entah itu keberanian atau justru kebodohan—membuatnya merasa lebih siap menghadapi tantangan yang datang.
Dia tidak terburu-buru untuk bertindak. Sebagai seorang yang selalu tenang dan berpikir rasional, Ling Chen memutuskan untuk tidak langsung menuju ke Gunung Penempa. Alih-alih, dia lebih memilih untuk merenung dan mempersiapkan diri lebih baik. Melawan Wang Tianhao bukan hanya soal kekuatan fisik, tetapi juga soal persiapan mental dan kekuatan yang lebih besar dari sebelumnya.
Ling Chen berjalan menuju sudut kamar dan duduk di depan meja. Di sana, ia membuka lembaran buku tua yang berisi catatan tentang peningkatan kekuatan. Dalam pertempuran melawan Zhao Lin, ia sudah merasakan batas kemampuannya. Tetapi di saat yang sama, dia juga menyadari bahwa potensi dalam dirinya jauh lebih besar dari yang dia kira. Ini adalah waktu yang tepat untuk memanfaatkan poin yang ia dapatkan dari pertempuran tersebut. Tidak ada waktu untuk ragu. Dia perlu melangkah lebih jauh jika ingin bertahan hidup di dunia yang penuh bahaya ini.
Ling Chen menutup matanya dan mulai memusatkan perhatian pada energi dalam tubuhnya. Dengan menggunakan sistem yang ada dalam dirinya, dia mengakses menu poin statistik yang sebelumnya telah dia kumpulkan.
Status Ling Chen:
Ranah Kultivasi: Pembentukan Inti, Bintang 1 (+)
Teknik Utama:
Lingkaran Cahaya Roh
Serangan Gelombang Angin
Gerakan Bayangan Angin
Seni Pedang Mengalir
Kekuatan Fisik: 150 (+)
Tekad: 150 (+)
Atribut Khusus: Jiwa Pedang Merah Darah
Poin Sistem: 9.200
Poin Stat: 2000 (Membutuhkan 10 poin untuk peningkatan 1+)
Dengan satu gerakan tangan, Ling Chen mulai mengalokasikan poin statistik yang dia miliki. Poin stat yang dia punya cukup banyak untuk meningkatkan kekuatan fisiknya dan juga beberapa aspek lain yang dia anggap perlu. Namun, dia tahu bahwa kekuatan fisik hanyalah bagian kecil dari teka-teki. Fokus utamanya adalah pada ranah kultivasinya.
Poin yang tersedia: 2000
Tanpa ragu, Ling Chen mengalokasikan poinnya untuk kekuatan ranah, berharap bisa mempercepat proses kultivasinya. Poin-poin yang dia kumpulkan dari pertempuran melawan Zhao Lin dihabiskan dalam sekejap. Sistem menanggapi peningkatan ini dengan cepat.
Status Ling Chen setelah peningkatan:
Ranah Kultivasi: Pembentukan Inti, Bintang 6 (+)
Teknik Utama:
Lingkaran Cahaya Roh
Serangan Gelombang Angin
Gerakan Bayangan Angin
Seni Pedang Mengalir
Kekuatan Fisik: 150 (+)
Tekad: 150 (+)
Atribut Khusus: Jiwa Pedang Merah Darah
Poin Sistem: 6.000
Poin Stat: 0
Ling Chen bisa merasakan energi yang melonjak dalam tubuhnya. Rasanya seperti ada aliran baru yang mengalir melalui tubuhnya, memadatkan kekuatan yang sebelumnya tersebar. Saat matanya terbuka, dia merasa lebih kuat—lebih siap menghadapi segala ancaman yang datang.
Namun, peningkatan kali ini lebih dari sekadar kekuatan fisik. Dengan ranah kultivasinya yang kini berada di Bintang 6, Ling Chen merasa energi dalam dirinya terorganisir dengan lebih sempurna. Proses pembentukan inti bintang yang semula terasa jauh, kini seolah berada dalam jangkauannya. Meningkatkan ranahnya dengan cara ini adalah langkah yang diperlukan untuk menghadapinya, bukan hanya karena tantangan yang ada, tetapi juga karena dirinya sendiri.
Kekuatan ini memberinya ketenangan yang lebih besar. Ling Chen tidak merasa terkejut atau bahkan bangga dengan pencapaiannya. Itu adalah hasil dari latihan dan pengorbanan yang telah dia jalani. Semua langkahnya terasa natural. Dia tidak pernah terburu-buru, selalu memperhatikan setiap keputusan yang diambil.
Ling Chen menarik napas dalam-dalam, menenangkan dirinya lebih lanjut. Tak ada waktu untuk merayakan peningkatannya. Hari esok menantinya dengan tantangan baru yang harus dihadapi. Dalam dunia ini, setiap langkah yang diambil selalu berisiko, dan dia tidak akan membiarkan dirinya lengah.
Dia memeriksa gulungan surat dari Wang Tianhao sekali lagi. Kali ini, dia tidak merasa tertekan. Alih-alih, dia merasa seperti sebuah ujian yang harus ia jalani. Sebuah langkah yang harus ia hadapi, tanpa emosi yang berlebihan, hanya dengan tekad yang tenang.
Ling Chen berdiri, menatap diri di cermin yang tergantung di dinding. Matanya berkilau dengan ketenangan yang dalam. "Aku siap," bisiknya pada dirinya sendiri. "Tantangan ini hanyalah bagian dari jalanku."
Dengan langkah mantap, Ling Chen berjalan menuju pintu. Tak ada keraguan dalam langkahnya. Tidak ada rasa takut yang menghalangi jalan di depannya. Dia tahu apa yang harus dilakukan. Sekarang saatnya untuk menuju Gunung Penempa dan menghadapi Wang Tianhao, apapun yang akan datang.
Ling Chen membuka pintu, keluar dari kamarnya, dan melangkah ke luar. Malam yang gelap terasa lebih terang dengan setiap langkah yang diambilnya.
Ling Chen berjalan dengan langkah tenang menuju arena yang sudah dipenuhi oleh banyak murid dan tetua dari Gunung Penempa. Sinar matahari sore menyinari puncak gunung yang menjulang tinggi, menciptakan bayangan panjang yang menambah kesan misterius pada tempat itu. Di sekelilingnya, tampak patung-patung naga yang terukir indah dan garang, berdiri megah di setiap sudut arena. Patung-patung itu seolah memperhatikan setiap gerakan yang terjadi, memberi kesan bahwa seluruh arena ini tidak hanya sebagai tempat bertarung, tetapi juga sebagai saksi bisu sejarah sekte Tianwu.
Ling Chen tidak merasa terpengaruh dengan keindahan atau keangkeran tempat ini. Baginya, ini adalah arena tempat pertarungan hidup dan mati. Arena ini dilindungi oleh sebuah array pelindung yang sangat kuat, membuat suasana terasa sedikit lebih menegangkan. Setiap langkahnya mantap, dan meski hatinya tidak berdebar kencang seperti kebanyakan orang yang akan bertarung, ada ketenangan yang dalam mengalir dalam dirinya.
Di sisi lain arena, Wang Tianhao sudah berdiri dengan tubuh tegap, mengenakan jubah pertempuran sekte Penempa. Wajahnya penuh percaya diri, namun ada kilatan kecemasan di balik matanya. Ia tahu bahwa Ling Chen adalah lawan yang tidak bisa dipandang sebelah mata lagi. Mereka tidak lagi berada di tempat yang sama seperti dulu.
Murid-murid dari kedua gunung, baik dari Gunung Penempa maupun Gunung Pendekar, sudah mengelilingi arena, siap menyaksikan pertempuran yang sangat dinanti-nantikan ini. Beberapa tetua dari Gunung Penempa juga hadir, menonton dengan seksama, menilai potensi para murid yang mereka latih. Di antara mereka, terlihat beberapa wajah yang sangat garang dan penuh pengalaman, mata mereka mengikuti setiap gerakan yang terjadi dengan tajam.
Tetua Mei, yang juga hadir di tempat itu, berdiri dengan tenang di sisi arena. Matanya tetap fokus pada Ling Chen, murid pertama yang diterimanya. Ia tidak menunjukkan ekspresi apapun, namun setiap gerakan tubuhnya memberikan kesan bahwa ia sangat memperhatikan pertarungan ini. Jin Feng dan Xue Liuying berdiri di belakangnya, keduanya juga menantikan jalannya pertarungan ini dengan penuh perhatian.
“Pertarungan ini bukan hanya tentang siapa yang menang, tetapi juga tentang siapa yang lebih mampu mengendalikan potensi dalam dirinya,” kata Tetua Mei dengan suara yang hanya bisa didengar oleh murid-muridnya.
Ling Chen menatap Wang Tianhao dengan tatapan tajam, siap menghadapi segala yang akan datang. Wang Tianhao, yang tidak bisa menyembunyikan rasa gugup di matanya, akhirnya mengangkat tangannya sebagai tanda bahwa pertarungan akan segera dimulai.
“Mulailah,” seru wasit yang berdiri di tengah arena, seorang tetua hukum dari Gunung Penempa yang berwibawa.
Suara gong yang keras memecah keheningan, menandakan bahwa pertarungan telah dimulai. Dalam sekejap, Ling Chen sudah melesat ke depan, tubuhnya bergerak lincah seperti angin yang berdesir. Serangan pertama dilancarkan dengan cepat, pedangnya berkilauan menyusuri udara dengan gerakan yang begitu halus. Wang Tianhao dengan sigap menghindar dan langsung membalas dengan serangan bertubi-tubi, memanfaatkan kekuatan fisik dan teknik pedangnya yang tajam.
Di luar arena, para tetua mengamati dengan seksama, mencatat setiap gerakan dan taktik yang digunakan oleh para murid. Tetua Mei terlihat sangat serius, matanya tidak pernah beralih dari Ling Chen yang bergerak dengan kontrol sempurna.
Namun, saat Ling Chen mengayunkan pedangnya, ia merasakan kekuatan baru yang kini mengalir dalam tubuhnya. Dengan peningkatan ranahnya ke Bintang 6, tubuhnya terasa jauh lebih kuat dan cepat. Setiap gerakan pedangnya kini lebih presisi, lebih menghancurkan, seolah kekuatan yang terkandung dalam dirinya membentuk suatu keharmonisan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.
"Tak secepat itu!" seru Wang Tianhao, mencoba untuk mendekati Ling Chen dan memanfaatkan kesempatan. Namun, Ling Chen sudah mengantisipasi gerakan itu. Dengan gerakan bayangan angin, tubuhnya menghilang dalam kilatan cahaya, berpindah tempat dengan kecepatan luar biasa, meninggalkan Wang Tianhao terkejut.
Serangan Wang Tianhao hanya mengenai udara kosong, dan seketika itu juga, Ling Chen sudah muncul di belakangnya. Dengan satu gerakan halus, pedangnya meluncur ke arah belakang Wang Tianhao, namun hanya berhasil mengenai bajunya, sementara Wang Tianhao cepat memutar tubuh dan menangkis dengan pedang.
“Berhenti sejenak!” teriak wasit, menghentikan sementara pertarungan untuk memastikan tidak ada yang terluka parah.
Tetua Mei tetap diam, tidak menunjukkan ekspresi apapun meskipun ia jelas memperhatikan dengan seksama. “Ling Chen mengendalikan kecepatan dan ketepatan dengan sangat baik,” pikirnya dalam hati, “Tapi, Wang Tianhao belum sepenuhnya mengeluarkan potensinya. Ini akan menjadi pertarungan yang menarik.”
Wang Tianhao mengusap peluh di dahinya dan menatap Ling Chen dengan tatapan tajam. “Aku tidak akan menyerah begitu saja, Ling Chen!” serunya dengan suara penuh amarah.
Wang Tianhou:" Aku yang sekarang bukan aku yang dulu Ling Chen"
Ling Chen hanya tersenyum tipis. “Aku tahu. Tapi ini bukan soal menyerah atau tidak,” jawabnya dengan tenang. “Ini soal siapa yang dapat bertahan sampai akhir.”
Dengan tekad yang semakin bulat, pertarungan pun dilanjutkan. Kali ini, kedua murid itu mulai mengeluarkan jurus-jurus terbaik mereka, saling melancarkan serangan yang semakin brutal. Di balik setiap gerakan, keduanya menyimpan potensi luar biasa yang sudah mulai terungkap.
Arena ini bukan hanya tempat pertarungan, tetapi juga tempat di mana para tetua menilai siapa yang akan menjadi kekuatan masa depan sekte Tianwu. Setiap gerakan, setiap serangan, bahkan setiap napas yang dihela, menjadi bahan pertimbangan mereka untuk menentukan siapa yang lebih layak untuk memperoleh pengakuan.
Pertarungan ini akan menentukan lebih dari sekadar hasil akhir. Ini adalah ujian bagi Ling Chen dan Wang Tianhao untuk menguji batas kekuatan mereka dan memahami potensi sejati yang ada dalam diri mereka masing-masing.