NovelToon NovelToon
Cinta Yang Tertunda

Cinta Yang Tertunda

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Diam-Diam Cinta / Cinta Seiring Waktu / Persahabatan / Romansa / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:42.3k
Nilai: 5
Nama Author: winsmoon

Di sebuah taman kecil di sudut kota, Sierra dan Arka pertama kali bertemu. Dari obrolan sederhana, tumbuhlah persahabatan yang hangat. Setiap momen di taman itu menjadi kenangan, mempererat hubungan mereka seiring waktu berjalan. Namun, saat mereka beranjak remaja, Sierra mulai merasakan sesuatu yang berbeda. Perasaan cemburu tak terduga muncul setiap kali Arka terlihat akrab dengan gadis lain. Akankah persahabatan mereka tetap utuh, ataukah perasaan yang tumbuh diam-diam akan mengubah segalanya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon winsmoon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 29

Siera terburu-buru melangkah masuk ke dalam studionya, napasnya sedikit terengah setelah berlari dari parkiran. Tanpa basa-basi, ia langsung menghampiri Diki, salah satu pegawai kepercayaannya yang sedang duduk di depan layar monitor.

“Gimana, Ki?” tanya Siera dengan nada mendesak, sorot matanya penuh harap.

Diki memutar kursinya, mendekat ke meja dan menunjuk layar komputer. “CCTV-nya kayaknya ada yang dihapus, Kak. Udah aku cek berulang kali,” jawab Diki dengan suara ragu, namun jelas ada kekhawatiran yang terpendam.

“Gimana bisa gitu, Ki?” Siera mengernyitkan dahi, mencoba mencerna informasi itu. Ia melipat tangan di depan dada, tubuhnya mulai menegang.

“Entahlah, Kak. File rekamannya hilang dari sistem. Seperti ada yang sengaja ngapus,” jawab Kiki, wajahnya bingung.

“Tapi siapa ya, Ki?” tanya Siera sambil memijat pelipisnya, wajahnya tampak serius, mencoba menghubungkan setiap kemungkinan. “Di sini kan cuma beberapa orang. Tiwi sering sibuk ngelayanin pelanggan, kamu lebih sering nyiapin minuman didepan, Mbak Tata sibuk di dapur, dan aku… ya, di meja kasir seperti biasa.”

Diki mengangguk pelan, namun sebelum sempat memberi jawaban lebih lanjut, langkah kaki terdengar mendekat. Tiwi tiba-tiba muncul, tangannya masih memegang buku menu yang ia bersihkan.

“Kak Sie,” ucap Tiwi sambil menatap Siera dengan ragu, “bukannya aku nuduh atau gimana, tapi anak baru part-time itu, akhir-akhir ini sering banget ada di belakang pas nggak ada pelanggan. Sok sibuk, tapi entah ngapain.”

Siera menoleh cepat, matanya menyipit. “Maksudmu Chika?” tanyanya, memastikan.

Tiwi mengangguk. “Iya, Kak. Aku nggak bilang dia pelakunya, tapi ya aneh aja.”

Siera terdiam sejenak, pikirannya mulai berputar. Chika, anak baru di studionya, memang belum terlalu ia perhatikan. Tapi kejadian ini membuatnya merasa perlu bertindak.

“Nanti biar aku awasi Chika,” gumam Siera dengan nada tegas, lebih pada dirinya sendiri. Ia tidak bisa langsung mengambil keputusan bahwa orang itu pelakunya tanpa bukti yang jelas.

Namun, di tengah-tengah perasaan itu, Siera menyadari ada hal lain yang lebih mendesak. Workshop hari Minggu harus tetap berjalan sesuai rencana, dan sebagai pemilik studio, ia bertanggung jawab memastikan semua perlengkapan untuk peserta tersedia.

“Kalau gitu, sambil kita selidiki siapa pelakunya, barang yang hilang harus segera diganti dulu,” ucap Siera sambil melirik Tiwi dan Diki.

“Mau aku temenin cari barang yang kurang, Kak Sie?” tawar Tiwi dengan semangat.

Siera tersenyum tipis dan menggeleng. “Nggak usah, Wi’. Biar aku aja yang urus. Kamu bantuin Diki jaga kafe nanti.”

Tiwi mengangguk patuh meski terlihat sedikit khawatir. “Oke, Kak. Kalau butuh bantuan, bilang aja, ya.”

Siera mengangguk singkat, lalu berbalik meninggalkan ruangan penyimpanan.

***

Suasana di dalam café pagi itu mulai sibuk. Tiwi tengah membersihkan meja kasir, sedangkan Diki memeriksa stok bahan minuman yang ada. Tiba-tiba terdengar suara pintu yang dibuka oleh seseorang.

“Maaf, Kak, kita belum buka…” ucap Siera tanpa menoleh, sibuk membersihkan meja di dekat pintu. Namun, suaranya terhenti begitu matanya menangkap sosok yang baru saja melangkah masuk ke café sepagi ini.

“Hi, Sie,” suara berat nan akrab itu membuat Siera langsung mendongak.

Ia mengangkat alis, terkejut sekaligus heran. “Ngapain lo di sini?” tanyanya, kini berdiri dengan tangan terlipat di depan dada, mencoba terlihat santai meski dadanya sedikit berdebar.

Arka tersenyum santai, memasukkan satu tangannya ke dalam saku celana sambil menatap sekeliling café. “Tadi aku mampir ke rumah, mau jemput kamu,” jawabnya dengan nada tenang. “Tapi kata Bunda, kamu buru-buru berangkat bahkan nggak sempat sarapan.”

Siera menghela napas panjang, merasa sedikit bersalah. Pagi itu memang kacau baginya, dan ia keluar rumah tanpa pikir panjang. “Ya, tadi ada hal penting yang harus dipastikan,” katanya singkat, sambil menghindari tatapan Arka.

Arka yang memahami itu kemudian mengangkat sebuah kantong kertas cokelat dan menyodorkannya ke Siera. “Makanya, aku bawain sarapan. Ini sekalian buat yang lainnya juga.”

Siera menatap kantong itu beberapa detik, lalu menerimanya dengan ragu. "Makasih," gumamnya, suaranya hampir tak terdengar.

Tiwi dan Diki yang mendengar percakapan itu langsung saling bertukar pandang. Wajah mereka tampak cerah, tetapi tak bisa menyembunyikan rasa penasaran yang membuncah. Sejak kapan ada seorang pria datang mengantar makanan untuk bos mereka sepagi ini? Mereka berdua hampir bisa mendengar pikiran satu sama lain: "Siapa dua?"

"Oh iya, Sie. Pulang nanti aku jemput, ya? Kabari aku aja kalau udah selesai," kata Arka, dengan nada ringan namun jelas terdengar perhatian.

Siera meletakkan kantong sarapan itu di meja, menatap Arka dengan alis terangkat, mencoba untuk tetap tenang. "Kayaknya gue bakal pulang lebih awal," jawabnya, membuka kantong kertas itu. Aroma roti panggang langsung menyapa indra penciumannya, mengingatkan pada pagi-pagi yang lebih santai. "Beberapa barang workshop yang kurang, harus cari dulu gantinya."

“Barang yang hilang itu, ya?” Arka mencondongkan tubuh sedikit, suaranya pelan, mengingat obrolan mereka semalam.

Siera mengangguk kecil, matanya masih sibuk memeriksa isi kantong. “Iya, Ka.”

“Biar aku temenin,” Arka menawarkan, suaranya ringan namun tegas.

“Nggak usah, Ka. Gue bisa sendiri kok,” tolak Siera, dengan senyuman kecil yang dipaksakan.

Arka menatapnya lebih lama, ekspresinya serius. “Selagi aku ada, kenapa kamu harus sendiri? Andalin aku, Sie. Aku bakal selalu ada buat kamu.”

Siera terdiam, matanya sedikit melembut. “Lo nantinya terlalu repot, Ka,” ujarnya akhirnya, berusaha terdengar tegas meski ada keraguan di suaranya.

“Repot itu kalau aku nggak peduli. Tapi kalau peduli, namanya perhatian,” balas Arka sambil tersenyum tipis, tatapannya tak lepas dari Siera, membuatnya seolah kehilangan kata-kata.

Siera menunduk sejenak, mencerna kalimat Arka. Dalam keheningan itu, ia bisa merasakan ketulusan dalam setiap kata yang diucapkan Arka, tapi di sisi lain, ia juga tahu pria itu terlalu keras kepala untuk menerima penolakannya begitu saja.

Tiba-tiba, suara Tiwi yang mengintip dari balik meja kasir terdengar pelan, nyaris berbisik, namun tak bisa disembunyikan. “Fix! Ini romantis banget!”

Siera yang menyadari kini menjadi pusat perhatian hanya bisa menghela napas. Wajahnya memerah sedikit, berusaha meredakan suasana canggung.

“Yaudah, iya Ka,” katanya, dengan nada menyerah. “Tapi mending lo sekarang berangkat kerja deh. Nanti lo telat ke kantornya.” Ia sedikit mendorong tubuh Arka ke arah pintu, mencoba mengakhiri percakapan tanpa membuat suasana semakin tegang.

Arka hanya tersenyum melihat sikap Siera yang seperti itu, tatapan penuh makna masih terjaga. “Oke, aku ke kantor dulu. See you later, cantik,” godanya dengan senyum menggoda yang tak bisa disembunyikan.

Siera menggigit bibir bawahnya, berusaha menahan tawa, namun ada perasaan hangat yang menyusup di hatinya. “Duh, lo bikin gue malu aja,” gumamnya pelan, meskipun senyum tipis tetap menghiasi wajahnya.

Dengan langkah ringan, Arka keluar dari café, meninggalkan Siera yang masih terdiam, mencoba meresapi semua yang baru saja terjadi. Tubuhnya terasa kaku, seolah perasaan yang baru saja muncul belum bisa ia pahami sepenuhnya.

Tiba-tiba, ponselnya bergetar. Sebuah pesan masuk.

"Semangat kerjanya, Cantik. Kalau butuh bantuan, kabari aku kapan saja."

Siera menatap layar ponselnya, jantungnya berdebar kencang. Tanpa sadar, senyumnya kembali merekah, namun detik berikutnya, matanya terhenti pada sesuatu yang membuat tubuhnya menegang, sebuah nama di bagian atas layar yang bukan milik Arka.

Pesan itu datang dari seseorang yang tak pernah ia duga.

1
Endang Fitriani
luar biasa
Alise Daris
memang suka banget aku ceritanya kirain apa isi kamar itu ga taunya lukisan Siera mantap deh si Arka
Alise Daris
ceritanya bagus ada banyak hal yg tdk terduga dl tisp episodnya .sangat menarik...mantap 👍👍
suharlina
menarik
Anonymous
apa kiraw yg diliat sie y...
Yuli Yuliawati
Luar biasa
Anonymous
yahhh ga seru sie.../Frown/
Anonymous
cindy the best suggestion ny...
Anonymous
kak othor...karakter sie jgn dibuat gampang galau dong...yg seterong...tetep menarik kok novel yg karakter cewe yg kuat...mangat thor/Determined/
Alise Daris
suka banget ceritanya bagus....mantap
Anonymous
kak, aq ninggal jejak dulu y...bismillah, smoga sp tamat nulis novel nya y kak othor...mangat.../Good/
Nasriah
klo ceritanya bgni lbh banyak lika likunya upnya hrus banyak... klo upnya cm satu2 sj ngegantung trus... pembaca cape lari nanti.
Rizkyyy
bisaa ini mahh baca sampai selesai
Rizkyyy
keren banget penulisan cerita nya, seru, favorite ini mahh, buat yang bikin makasih telah bikin cerita ini, semangat selalu
Senpai Shila
kerennn bangettt
Nasriah
up...
walah sipa yah...
Anonymous
jjk
Cute
ceritanya bikin nagih
Cute
kelamaan y
Cute
Hadir jg kak
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!