Cinta Untuk Si Gadis Buta

Keyra masih meringkuk di atas kasurnya ketika Dewa mengajaknya sarapan, dia terlalu malas untuk bangun.

Karena setelah menangis seluruh tubuh Keyra terasa sakit, bahkan untuk membuka mata saja rasanya sangat berat.

"Sayang sarapannya sudah siap," ucap Dewa.

Keyra membuka kedua matanya, dia melihat Dewa membawa sarapan untuknya. Lalu Keyra pun menutup kembali kedua matanya.

"Kau tak perlu masuk kantor istirahatlah," ucap Dewa.

Dewa mengecup kening Keyra cukup lama, dia ingat semalam tak terjadi apa apa. Mereka hanya tidur berdua, hanya saling memeluk saja.

Keyra melanjutkan tidurnya, sedangkan Dewa segera bersiap untuk ke kantor. Dia harus segera mendapat bukti, kalau Marco adalah dalang dari penyerangan beberapa tahun lalu.

Dewa meninggalkan Keyra sendirian di kamarnya, lalu Dewa berjalan menuju tangga dia melihat Dimas sedang sarapan.

"Mbak Ayu aku titip Dimas dan istriku," ucap Dewa.

"Baik Tuan," jawab Ayu sambil membungkukkan badannya.

Dewa segera pergi ke dapur, dia mencari mbak Min dan chef Hana.

"Mbak Min!" teriak Dewa.

"Saya Tuan," jawab mbak Min.

Lalu Dewa menjelaskan agar dia menjaga istrinya dengan baik, juga agar chef Hana membuat masakan kesukaan Keyra.

Tak lupa juga Dewa meminta agar semuanya berhati hati, agar selalu mengunci pintu gerbang utama.

Setelah memberi arahan, Dewa segera menuju mobilnya. Rupanya Fahri sudah menunggunya sejak tadi.

"Anda segar sekali hari ini Tuan," ucap Fahri.

"Jadi selama ini aku selalu terlihat kusut begitu?" tanya Dewa.

Dewa menatap tajam ke arah sahabat sekaligus sekretaris kepercayaannya tersebut, membuat nyali Fahri menciut.

"Maksud saya, anda pasti bahagia karena telah bertemu kembali dengan keluarga anda," Fahri meralat ucapannya.

Dewa hanya mendengus sebal, memang sejak dulu antara Fahri dan dirinya tak pernah ada rahasia.

Sebenarnya Fahri pun sudah menduga ada sesuatu di antara tuannya dengan seorang staff dari divisi keuangan bernama Keyra.

Namun dia tak mau buru buru menyimpulkan, dan untung saja Fahri tidak banyak bertanya tentang Keyra.

"Apa semalam anda tidak tidur nyenyak tuan?" tanya Fahri lagi.

Dewa terlihat menguap berkali kali, memang dia semalam tidak bisa tidur nyenyak karena sibuk memandangi wajah Keyra dalam dekapannya.

"Iya aku kurang tidur," jawab Dewa.

"Saya bisa mengerti tuan pasti anda dan Nyonya sudah..." ucapan Fahri menggantung.

Dewa mengarahkan tatapan matanya ke arah Fahri, sedangkan Fahri hanya tersenyum saja.

"Kau tidak usah sok tahu, lagi pula jomblo ngenes kaya kamu mana mengerti urusan perempuan," ledek Dewa.

Fahri mengatupkan mulutnya rapat rapat, dia kesal mendapat julukan jomblo ngenes dari tuannya.

"Dasar tidak punya perasaan, awas saja akan ku buktikan kalau aku juga bisa punya pacar," batin Fahri.

Tak berapa lama mereka pun sampai di gedung kantor tempat di mana mereka bekerja, Dewa turun dari mobilnya lalu segera menuju lift khusus.

"Fahri apa sudah ada kabar baik?" tanya Dewa.

"Masih belum ada pergerakan tuan, kita harus waspada jangan sampai kita lengah," ucap Fahri.

Selama ini hasil penyelidikan Ferdi belum membuahkan hasil, mereka hanya waspada dan berjaga jika tiba tiba ada serangan dadakan seperti beberapa tahun silam.

"Tetaplah waspada, minta anak buah paman Ferdi untuk menjaga rumah Keyra," ucap Dewa.

Fahri mengangguk saja, mereka sedang berada di dalam lift sekarang. Setelah beberapa saat menunggu akhirnya mereka pun sampai, Dewa melangkahkan kaki panjangnya begitu pintu lift terbuka.

Pov Keyra

Aku banyak menemukan keanehan dari sikap tuan Langga, aku selalu mendapatinya sedang menatapku dengan tatapan penuh luka.

Bahkan teman temanku yang satu divisi denganku menyangka kalau tuan Langga itu menaruh hati padaku.

Ku akui dia memang tampan, namun aku merasa tak berhak untuk mengangumi lelaki manapun karena statusku yang sudah menikah.

Meski aku tak tahu di mana mas Dewa berada, tapi aku akan tetap setia menunggunya kembali. Karena berkat cinta dan kasih sayangnya lah aku bisa melihat indahnya dunia yang penuh warna.

Meski di hatiku kini kosong, gelap dan tidak berpenghuni. Nelangsa batinku karena rindu, bahkan hampir setiap hari rindu ini membunuhku dan membuatku mati berkali kali.

Sakit namun tidak berdarah begitulah keadaan hatiku setelah mas Dewa pergi, kadang aku selalu berharap agar malam tidak berakhir.

Karena hanya malam yang bisa mengantarkan mimpi untuk menuangkan rinduku, aku selalu berharap pagi itu tak menyapa, karena jika ku buka kedua mataku dan kenyataan hidup menghampiriku membuatku kembali merasakan sakit karena rindu.

Cinta ini hampir membunuhku dan menghancurkanku berkali kali, hanya malaikat kecil yang dikirim Tuhan untuk setia menemani dan menjadi penawar dari rasa sakitku.

Kadang aku hanya memandang rembulan jika rindu ini kembali memenuhi hatiku, berharap rembulan itu mengabarkan kebahagiaan untukku.

Aku selalu berdo'a dan berharap semoga Tuhan selalu melindungi dan menjaga cintaku dan cintanya di mana pun dia berada, aku akan tetap setia menanti walau harapan itu kian pudar.

Kupeluk rinduku erat dalam hatiku, mencoba berkata pada dunia bahwa aku baik baik saja. Meski langkahku terseok aku tetap berkata aku baik baik saja.

Ya, aku baik baik saja meski isi kepalaku ramai dengan berbagai pertanyaan yang tak ku tahu apa jawabannya.

Berkali kali aku jatuh terduduk dan tak berdaya menggapai langkahku, namun setidaknya senyuman malaikat kecilku menjadikanku kuat sekuat sekarang.

Riang tawa kecilnya mampu menjadi matahari di langit hatiku, meski kadang badai rindu itu kembali memporak porandakan benteng pertahanan di hatiku, kembali hancur sehancur hancurnya.

Dan kini, sentuhanku di wajah tuan Langga seolah mengatakan segalanya. Matanya, hidungnya, pipi bahkan bulu halus yang tumbuh di rahangnya adalah milik mas Dewa.

Ya, dia adalah mas Dewa lelaki yang begitu ku rindukan selama ini, entah berapa ribu tetes air mata yang jatuh karenanya.

Aku ingin menolak, tapi kenyataannya dia ada di hadapanku. Memanggilku dengan suara rindu penuh luka, memelukku erat seolah aku adakah angin yang akan menghilang.

Dari mana saja dia selama ini, bukankah aku adalah rumahnya? Bukankah aku adalah tempat kembalinya setelah bersusah payah seharian, lalu mengapa dia tak pulang dan berkata Rembulanku aku merindukanmu dan maafkan aku.

Ku luapkan segala amarah yang tertanam di hatiku, dia hanya mengusap air mataku seolah tak rela jika pipi ini basah oleh air mata kesedihanku.

Dan diamnya membuatku benar benar marah, tak sengaja aku tertidur di pelukannya, dan aku sadar dia hanya memandangiku penuh rindu dan sayang.

Aku mengharap setitik maaf tulus dari mulutnya, bukan hanya perlakuan manis seperti pagi ini. Aku menutup kembali kedua mataku karena lelah menunggu maafnya.

Dan seharian ini aku hanya diam saja tanpa menyentuh apa pun, aku tak berdaya dan aku benar benar rapuh.