Melisa, seorang gadis biasa yang sedang mencari pekerjaan, tiba-tiba terjebak dalam tubuh seorang wanita jahat yang telah menelantarkan anaknya.
Saat Melisa mulai menerima keadaan dan bertransformasi menjadi ibu yang baik, dia dihadapkan pada kenyataan bahwa dunia ini penuh dengan bahaya. Monster dan makhluk jahat mengancam keselamatannya dan putranya, membuatnya harus terus berjuang untuk hidup mereka. Tantangan lainnya adalah menghindari ayah kandung putranya, yang merupakan musuh bebuyutan dari tubuh asli Melisa.
Dapatkah Melisa mengungkap misteri yang mengelilinginya dan melindungi dirinya serta putranya dari bahaya?
Temukan jawabannya dalam novel ini, yang penuh dengan misteri, romansa, dan komedi!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon aif04, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Meninggalkan
Setelah melihat portal yang ia cari bersama dengan pria itu ada di depan matanya, Melisa dengan cepat pergi kembali ke arah kastil itu berada. Dia harus memberitahu Ian agar mereka bisa pulang bersama. Jika saja mereka bisa bersabar maka Ian tidak perlu untuk pergi ke tempat yang penuh dengan bahaya sendirian.
Mereka hanya perlu menunggu hingga kalung itu datang pada mereka tanpa melakukan apapun yang berbahaya seperti saat ini. 'Kau harus baik-baik saja Ian agar kita bisa pergi bersama dan tidak perlu lagi terjebak di tempat aneh ini,' gumam wanita itu dengan berlari sekuat tenaganya.
Hingga akhirnya Melisa bisa tersenyum dengan begitu senang saat kastil tua telah terlihat. 'Sedikit lagi,' batinnya. Tapi, sedetik kemudian kastil tersebut meledak begitu saja.
"DUAR." "BLASH." Suara gemuruh yang menggelegar dan debu yang beterbangan membuat Melisa merasa seperti sedang berada di dalam mimpi buruk. Ia merasa seolah-olah berada di tengah-tengah badai yang menghancurkan segalanya.
Jantungnya seakan-akan berhenti saat mengetahui bahwa kastil itu telah hancur. Melisa merasa seolah-olah telah kehilangan sesuatu yang sangat berharga. Ia merasa sakit dan kehilangan yang mendalam, seperti ada bagian dari dirinya yang telah terpisah.
"DEG." "Ti-tidak…" "TIDAK IAN..!." Teriaknya lalu dengan sekuat tenaga berlari pada reruntuhan itu. Melisa bahkan hampir terjatuh beberapa kali tapi ia sama sekali tidak memperdulikan itu. Ia hanya terus berlari, dengan hati yang berdebar dan pikiran yang penuh dengan kekhawatiran.
"BUGH.." Melisa langsung saja menjatuhkan dirinya di depan reruntuhan itu, dengan napas yang terengah-engah dan mata yang berair. "TU-TUAN !" panggilnya dengan terus menyingkirkan batu-batu dari reruntuhan itu, dengan tangan yang bergetar dan jari-jari yang terluka.
"Ian…kau di mana?" suaranya terasa bergetar saat memanggil nama pria itu, bahkan saat ini jari-jarinya sudah terluka karena memaksa untuk membuka batu-batu itu. "Ian aku mohon jawab…IAN!" Teriak Melisa dengan terus menyingkirkan batu-batu reruntuhan, dengan harapan bahwa ia akan menemukan Ian yang masih hidup di bawah reruntuhan itu.
"Kau su-dah berjanji untuk baik-baik sa-ja dan tidak meni-nggalkanku sendiri hiks…kau sudah berjanji Ian hiks hiks kau ti-dak boleh mengingkarinya hiks hiks," Wanita itu hanya bisa menangis di atas tumpukan batu itu dengan keadaan yang begitu berantakan.
"Apa yang sedang kau tangisi?" tanya sosok pria yang saat ini telah berdiri di belakangnya.
"Ian dia sudah terkubur di dalam sini padahal dia sudah berjanji tidak akan meninggalkanku kenapa dia hiks hiks hiks.." jelas Melisa masih dengan menggali reruntuhan itu dengan tangannya, dengan air mata yang terus mengalir.
"Dia tidak akan melupakan janjinya dan meninggalkanmu," ujar pria itu dengan suara yang penuh keyakinan, membuat Melisa menyadari sesuatu.
"Ini?" gumamnya lalu dengan perlahan melihat ke arah belakang, dimana pria itu sudah berdiri dengan baik dan tanpa kurang apapun. Bahkan pakaian pria itu tampak masih sangat bersih tanpa debu sedikitpun, membuat Melisa merasa bahwa ada sesuatu yang tidak beres. Tapi apapun itu dia sangat bahagia melihat pria itu baik-baik saja.
"HIKS HIKS HIKS…HUA…KA-KAU TI-TIDAK TAU BAGAIMANA JANTUNGKU RASANYA MAU BERHENTI HUA…HIKS.." tangis Melisa pecah saat melihat bagaimana pria itu dengan gagahnya berdiri di sana. Jika didalam drama maka Melisa seharusnya berlari pada pria itu namun berbeda dengan nya, wanita itu justru langsung terduduk lemas di tempat itu dengan tangisnya yang semakin kuat.
Hingga Ian yang melihat itu tersenyum pelan lalu berjalan ke arah Melisa. "PUK." "PUK." Ia meletakkan tangannya tepat di pucuk kepala Melisa lalu menepuk pelan hingga mengelus dengan begitu lembut.
"Aku..." jedanya. "Aku sudah kembali ayo pulang," gumam pria itu dengan terus mengelus pucuk kepala Melisa. Suaranya yang lembut dan hangat membuat Melisa merasa tenang dan aman.
Sedangkan Melisa tersenyum di tengah tangisnya lalu mengangguk dengan patuh, merasa bahwa ia telah menemukan sesuatu yang sangat berharga, yaitu kehadiran Ian yang selamat dan utuh di sampingnya.
Sedangkan disisi lain saat ini Raymond tengah tersenyum lembut saat melihat apa yang ada pada cermin itu. "Semua baik-baik saja, syukurlah," gumamnya lalu meninggalkan tempat itu dengan perlahan.
Sedangkan beberapa saat setelah kejadian itu, Melisa dan Ian berjalan menuju portal yang tadi telah ditemukan oleh Melisa. Melisa berjalan di samping Ian dengan langkah yang cepat, mencoba untuk mengikuti langkah Ian yang panjang.
"Apa kau sebegitunya takut jika aku mati?" tanya Ian dengan sedikit bercanda.
"Tentu saja Anda adalah teman saya, tidak mungkin saya akan tertawa saat teman saya sedang dalam bahaya," jawab Melisa yang terdengar begitu tulus.
"Teman? apa kau menganggapku seperti itu?" Tanya pria itu mencoba memastikan.
"Iya...apa Anda tidak ingin menjadi teman saya?" Melisa benar-benar ingin menjalin hubungan yang baik dengan pria ini.
"Tidak mau," jawab Ian dengan ketus lalu pergi begitu saja meninggalkan Melisa yang berjalan di belakangnya itu. Melisa merasa sedikit kecewa dengan jawaban Ian.
"Dasar aneh, padahal aku menganggapnya teman tapi dia justru menganggapku musuh," gumam Melisa dengan begitu kecewa.
Beberapa saat akhirnya mereka telah tiba di portal. "Cepat masuk, tidak akan bagus jika kita terlalu lama ada di tempat ini," perintah Ian saat melihat langkah kaki Melisa yang begitu lambat.
"Hmm," jawab Melisa lalu dengan cepat masuk ke dalam portal yang akan membawa mereka pulang.
'Akhirnya perjalanan yang begitu panjang kini berakhir dengan baik,' pikir Melisa saat menyadari bagaimana perjuangan mereka hingga bisa bebas dalam keadaan selamat seperti saat ini.
"Selamat tinggal hutan ruang dimensi," gumamnya sebelum benar-benar menghilang ke dalam portal yang berkilauan dengan cahaya. Melisa merasa lega dan bahagia karena akhirnya mereka bisa kembali ke dunia mereka sendiri, meninggalkan hutan ruang dimensi yang penuh dengan bahaya dan misteri.
Beberapa saat kemudian, dua orang itu telah tiba di kamar yang mereka masuki tadi dengan cermin yang membawa mereka untuk masuk masih tampak sama seperti biasanya.
"BUGH" "AW!" teriak Melisa saat lagi-lagi ia harus mencium lantai kamar yang cukup dingin itu. Ia merasa kesal karena harus jatuh lagi setelah melewati perjalanan yang panjang dan melelahkan.
"Dasar cermin menyebalkan," kesalnya sambil berusaha bangun dari lantai. Melisa merasa bahwa cermin itu benar-benar tidak bisa diandalkan, karena selalu membuatnya jatuh dan terluka.