“Apa ... jangan-jangan, Mas Aldrick selingkuh?!”
Melodi, seorang istri yang selalu merasa kesepian, menerka-nerka kenapa sang suami kini berubah.
Meskipun di dalam kepalanya di kelilingi bermacam-macam tuduhan, tetapi, Melodi berharap, Tuhan sudi mengabulkan doa-doanya. Ia berharap suaminya akan kembali memperlakukan dirinya seperti dulu, penuh cinta dan penuh akan kehangatan.
Namun, siapa sangka? Ombak tinggi kini menerjang biduk rumah tangganya. Malang tak dapat di tolak dan mujur tak dapat di raih. Untuk pertama kalinya Melodi membuka mata di rumah sakit, dan disuguhkan dengan kenyataan pahit.
Meskipun dirundung kesedihan, tetapi, setitik cahaya dititipkan untuknya. Dan Melodi berjuang agar cahaya itu tak redup.
Melewati semua derai air mata, dapatkah Melodi meraih kebahagiaan? Atau justru ... sayap indah milik Melodi harus patah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dae_Hwa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
SPMM30
"Saya dipecat?! Pak Hery, ini semua fitnah. Saya tidak pernah melakukan hal-hal seperti yang dituduhkan Karin saat ini kepada saya." Dada Aldrick bergemuruh, ia tak terima kala sang atasan langsung memecatnya secara sepihak.
Menurutnya, keputusan sang atasan sangatlah tidak adil, karena pria separuh baya itu hanya menilai berdasarkan kata-kata yang hanya diucapkan Karin. Tanpa bukti, tanpa saksi, dan langsung asal pecat.
Jika menilik dari rumor yang beredar bahwa sang atasan memiliki perasaan dengan Karin, rasanya masuk akal kenapa Hery selaku atasan mengambil keputusan tanpa mau mencari tahu lebih dulu kebenarannya.
"Ini tidak adil, Pak Hery. Bukannya pemecatan harus adanya persetujuan dari dewan direksi? Apa Bapak sudah memenuhi prosedur itu? Jika Bapak memecat saya secara sepihak tanpa melalui prosedur yang seharusnya, di tambah lagi enggan mencari tau fakta yang sebenarnya, kredibilitas Bapak akan dipertanyakan," sambung Aldrick. Pria itu masih mempertahankan posisinya.
Sang atasan mengangkat tangan, meminta Aldrick diam. "Baik, kita akan selidiki ini lebih lanjut," katanya tegas. "Tapi untuk sementara, Aldrick, kamu diskors dari pekerjaan."
Kata-kata itu seperti tamparan langsung ke wajah Aldrick. Dadanya terasa sesak. Dia ingin membantah lebih keras, ingin membela diri lebih kuat, tapi, dia tahu tidak ada gunanya. Apalagi, orang-orang yang berkerumun di luar ruangan itu sudah memandangnya dengan tatapan penuh curiga, seolah-olah dia memang bersalah.
Dengan langkah berat, Aldrick keluar dari ruangan itu. Tangannya mengepal, menahan amarah yang hampir meledak. Dia melangkah menuju parkiran, mencoba meredakan gemuruh emosinya. Namun, pikirannya penuh dengan kekacauan.
“Kok bisa-bisanya ada orang yang tega kayak gitu?” gumamnya pelan, lebih kepada dirinya sendiri. Ia memikirkan Melodi yang sedang berjuang melawan penyakit di rumah sakit. Dalam situasi seperti ini, ia tidak punya waktu untuk menghadapi masalah tambahan seperti ini.
Ketika Aldrick sudah berada di parkiran, ponselnya bergetar. Nama Raka, salah satu rekan kerjanya, muncul di layar. Dengan malas, Aldrick mengangkatnya. “Halo.”
“Rick, lo di mana?”
“Ada apa, Raka?” Aldrick bertanya, suaranya terdengar malas.
“Cepetan balik ke kantor! Bu Candy dan Pak Bisma mau mengintervensi masalah ini langsung!” kata Raka.
Langkah kaki Aldrick mendadak berhenti. Ia terpaku di sisi pintu mobilnya yang sudah terbuka.
"Bu Candy dan Pak Bisma?" Aldrick kembali mengulang nama kedua pemilik perusahaan yang terkenal selalu mensejahterakan para karyawan. "Mengintervensi?!"
Aldrick menghela napas. Dia akhirnya menutup pintu mobil, memutar langkah dan kembali ke kantor.
Ketika Aldrick tiba di ruangan timnya, Raka langsung menghampirinya. “Lo beruntung, pas banget lagi heboh-hebohnya, Bu Candy dan Pak Bisma malah ke kantor. Pas tau masalah ini, mereka langsung bertindak. Gue kenal lo, Drick. Anak-anak yang lain juga tau gimana Karin. Kita-kita percaya sama lo, Drick. —Buruan lo masuk, mereka udah nunggu.” Katanya sambil menepuk pelan pundak Aldrick, seolah memberikan semangat.
Aldrick mengangguk. "Thanks, Ka!" Ia segera menuju ke ruangan Hery. Aldrick mengetuk pintu terlebih dahulu sebelum masuk. Ia sedikit gugup ketika melihat manik dua pemilik perusahaan yang langsung menyambut kedatangannya.
"Masuk," suara Candy si pemilik perusahaan terdengar tegas dan berwibawa.
Aldrick mengangguk lalu melangkah masuk, kedua bahunya tegak seolah bersiap-siap untuk menghadapi apapun yang akan terjadi padanya nanti. Pria itu lekas duduk di kursi kosong. Dari sudut matanya, dapat ia lihat Karin duduk dengan kepala tertunduk. Tubuh Karin terlihat ... gemetar.
'Akting yang luar biasa, sampai bisa gemetar begitu?' batin Aldrick muak.
Di depan mereka, layar proyektor sudah mulai dinyalakan. Aldrick tampak heran. Apa yang sebenarnya akan terjadi.
"Aldrick, apa benar kamu hendak memperkosa Karin?" Pertanyaan Candy membuat pria itu tersentak.
"Tidak, Bu Candy. Itu tidak benar," jawabnya pelan.
"Berarti, kamu difitnah?" Candy menaikkan sebelah alisnya. Dia menatap tajam pria yang terlihat sudah sangat lelah.
"Bohong! Dia bohong, Bu!" teriak Karin tiba-tiba. Telunjuknya mengacung ganas ke arah Aldrick. "Dia memang ingin memperkosa saya, mana ada maling yang mau ngaku!" Wanita itu mulai menangis tersedu-sedu seraya menutup wajahnya dengan kedua tangan.
"Apa saya sudah memperbolehkan kamu untuk bicara, Karin?" Candy menyilangkan kedua tangannya di depan dada. "Kamu ini, tipikal orang yang tidak sopan ya? Kenapa orang seperti ini bisa masuk ke perusahaan saya, Pak Hery?"
Yang ditanya langsung gelagapan. "I-itu karena kemarin kita sangat membutuhkan tambahan karyawan, Bu Candy."
Candy menyilangkan kakinya. "Membutuhkan bukan berarti menyeleksi asal-asalan. Kamu kira, perusahaan saya ini mainan?"
Hery hanya bisa menunduk sambil menahan geram. Sangat malu rasanya ditegur di depan sang wanita pujaan.
"Jadi, kamu merasa difitnah, Aldrick?" tanya Candy penuh penekanan.
Aldrcik mengangguk. "Benar, Bu."
"Tapi ... kenapa saya tidak suka ya saat mendengar jawabanmu? Kamu terdengar terlalu ... pasrah? —Sebagai orang yang sedang difitnah, bukannya kamu harus terlihat marah? Coba, beritahu saya, kenapa kamu merasa difitnah? Karena kalau di telisik, wanita seperti Karin ini memang layak diperkosa."
"Bu Candy! Astaga, kita sama-sama perempuan loh, harusnya saling support. Ini kok malah ... Ibu seperti sedang merendahkan saya?" sinis Karin.
"Yang merendahkan kamu, ya, diri kamu sendiri. Tuh lihat, nenen terekspos begitu saja." Telunjuk Candy mengarah ke dada Karin yang menyembul. "Padahal di sisi kiri kamu, ada cardigan. Sengaja? Biar di lihat suami saya?"
Dengan wajah masam, Karin menyambar cardigan yang dimaksud dan segera menutup dadanya.
"Saya tidak memperkosa nya, Bu Candy. Bahkan jika dia telanjang pun, saya tidak akan tergiur. Karena ... saya tidak pernah berminat dengan barang-barang murah! Di hati saya, hanya ada istri saya seorang ...."
"Hahaha!" Candy tertawa puas. "Ini dia jawaban yang sangat saya suka. —Saya dengar, bajumu robek? Di bagian mana?"
"Belakang, Bu." Aldrick melepaskan jaketnya, lalu ia berbalik badan. Menunjukkan apa yang tengah dipertanyakan.
"Hmmm, saya walau urak-urakan begini, gemar sekali membaca kisah para Nabi. Saya jadi teringat akan kisah Nabi Yusuf. Di mana Si Ganjen Zulaikha menarik baju Nabi Yusuf dari belakang hingga robek hanya karena Nabi Yusuf menolak godaannya. Apa mungkin ... hal itu juga yang terjadi denganmu, Aldrick?"
"Bu Candy! Bukannya tidak adil jika menilai masalah ini dari sejarah kuno seperti itu? Saya ini korban loh, Bu!" Karin tampak frustasi.
Candy enggan menanggapi, ia menoleh ke arah sang suami. Pria penuh tatto itu mengangguk, seakan ia mengerti arti tatapan sang istri.
Bisma mengeluarkan sebuah flashdisk dan segera menghubungkannya ke layar proyektor. Tangannya menari-nari di atas keyboard, membuka file satu persatu. Bibirnya kemudian tersenyum saat menekan tombol enter.
"Mari kita lihat, siapa yang berdusta di sini." Kalimat Candy seakan mengguncang Karin.
Di layar itu, ada video rekaman. Dalam video itu, terlihat Karin yang sangat aktif menggoda Aldrick sampai-sampai lancang memeluk pria itu dari belakang. Terlihat juga dengan liarnya Karin menyerang Aldrick dengan ciuman ganas.
Aldrick melirik Hery yang tampak menahan marah, lalu menatap Karin yang wajahnya sudah terlalu pias.
'Alhamdulillah, terimakasih engkau sudah sudi menolongku, Ya Allah ...,' batin Aldrick lega.
Aldrick kembali menatap layar, kini adegan itu sudah berganti dengan adegan yang membuat matanya terbelalak. Begitupun Hery dan Karin.
Di layar tersebut, sebuah adegan panas membuat siapapun yang ikut menonton menjadi panas dingin. Di layar itu, terlihat jelas Karin tanpa pakaian dalam tengah mengangkang di atas meja kerja Hery. Dan lebih menjijikkan lagi, pria baya yang menjabat sebagai atasan mereka itu, justru membenamkan kepalanya di organ inti Karin. Menjilati dengan rakus, diiringi jari jemarinya yang sangat aktif sampai membuat Karin menggeliat.
"Cukup! Matikan!" jerit Karin.
"Siapa kau berani-beraninya memberi perintah di sini?!" Candy berdiri, berkacak pinggang sambil melotot. Kemudian ia menatap nyalang Hery.
"Saya mendengar rumor menjijikkan ini sudah cukup lama, Pak Hery. Namun, saya tidak memiliki bukti. Oleh sebab itu, satu minggu yang lalu, suami saya sendiri yang bergerak memasang kamera tersembunyi di ruangan ini, juga di beberapa ruangan para karyawan yang turut memiliki jabatan penting di perusahaan ini," kata Candy. "Ternyata oh ternyata, kalian kira ini Motel Melati?"
"Bisma, pastikan wanita ini diblacklist dari seluruh perusahaan di negara ini," titah Candy tegas. "Pastikan dia tidak bisa bekerja di tempat manapun. Sampai kapanpun! —Dan Anda, Pak Hery ... ikut ke ruangan saya, sekarang juga!"
*
*
*
itu rumah makan menyediakan saksang,yg dari daging *bebi* kan?