Kisah cinta si kembar Winda dan Windi. Mereka sempat mengidamkan pria yang sama. Namun ternyata orang yang mereka idamkan lebih memilih Windi.
Mengetahui Kakanya juga menyukai orang yang sama dengannya, Windi pun mengalah. Ia tidak mau menerima lelaki tersebut karena tidak ingin menyakiti hati kakaknya. Pada akhirnya Winda dan Windi pun tidak berjodoh dengan pria tersebut.
Suatu saat mereka bertemu dengan jodoh masing-masing. Windi menemukan jodohnya terlebih dahulu dibandingkan Kakaknya. Kemudian Winda berjodoh dengan seorang duda yang sempat ia tolak lamarannya.
Pada akhirnya keduanya menjalani kehidupan yang bahagia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunda RH, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Menolong
Winda dan kedua temannya sedang berada di dalam salah satu ruko milik Abinya yang masih kosong. Mereka mulai memikirkan rencana selanjutnya.
"Jadi kita harus beli meja, dekor kini, lighting, contoh undangan, dan banyak lagi."Ujar Mila.
"Iya, pelan-pelan saja, kalau sudah lengkap baru kita mulai pemasaran." Sahut Winda.
"Kita manut bu Bos saja." Ujar Jeje.
"Wah, pasti keren deh. Berarti kita juga harus kerja sama dengan MUA dan kang shooting dong?"
"Iya dong, Mil."
"Alhamdulillah, semoga nantinya usaha kita ini bisa berkembang."
"Amin... "
"Eh kita belum makan siang lho. Gara-gara sibuk mikirin rencana jadi lupa makan."
"Kita mampir di warung bakso depan saja tuh."
"Boleh."
Mereka pun mampir ke warung bakso yang berada di seberang jalan.
Sementara di cafe, Reno yang merasa down pun mengalihkan pandangannya ke lain arah. Ia tidak sanggup lagi melihat Windi bersama laki-laki lain. Jadi ia tidak melihat jika Windi dan Javier datang dengan menggunakan kendaraan masing-masing.
"Woi, Reno!"
"Hah... iya, ada apa Tom?"
"Kamu kenapa sih dari tadi?"
"Aku benar-benar sudah tidak punya harapan lagi."
"Ngomong apa sih? Nggak jelas! "
Sementara di parkiran, Windi melajukan motornya menuju arah pulang. Mobil Javier berada di belakangnya.
Tidak terasa, Javier menyunggingkan senyumnya saat ingat percakapannya dengan Reno tadi.
"Astaga... kenapa aku merasa bahagia melakukannya? Bisa saja aku sudah merusak hubungan mereka. Huh... sudahlah." Monolognya.
Di perempatan lampu merah, mereka masih satu arah. Javier masih memperhatikan Windi dari kejauhan. Saat lampu hijau menyala, mereka melanjutkan perjalanan. Javier menyalip motor Windi. Namun di depan jalan terlihat keramaian. Ternyata seorang anak penjual koran tertabrak mobil. Mobil yang menabrak lari entah ke mana. Keadaan anak tersebut cukup parah. Seseorang melambaikan tangan berusaha menghentikan mobil yang lewat untuk meminta bantuan. Javier pun menghentikan mobilnya.
"Pak tolong, ada tabrak lari!"
Javier turun dari mobilnya dan melihat keadaan korban. Ternyata korban masih berusia sekitar 8 tahun.
"Ini mana orang tuanya?"
"Tidak tahu, Pak. Tolong segera diselamatkan saja dulu sebelum terlambat."
Windi pun ikut menghentikan motornya karena melihat kerumunan orang.
"Begini saja. Tolong ada yang ikut saya satu orang. Anak ini harus segera dibawa ke rumah sakit. Masalah mobil yang menabraknya biar nanti polisi yang mengurusnya."
"Ba-baik Pak."Jawab Salah satu pedagang kaki lima yang kenal dengan anak tersebut.
Windi mendekat karena melihat Javier ada di situ. Ia beranggapan Javier yang menabrak anak tersebut.
"Tuan Javier, ada apa?"
"Anak ini korban tabrak lari. Saya harus membawanya ke rumah sakit."
Javier segera menggendong bocah laki-laki itu ke dalam mobilnya. Bapak penjual kaki lima tadi pun ikut masuk ke dalam mobil.Javier segera melakukan mobilnya dengan kecepatan tinggi.
"Kasihan sekali anak itu."
Tiba-tiba seorang Ibu lari sambil menangis.
"Anakku.. mana anakku."
"Bu Nining, Ari tadi dibawa orang ke rumah sakit. Itu, sama Pak Ahmad juga ikut."
"Ya Allah gusti... bagaimana dengan Ari?"
"Yang sabar bu Nining. Semoga Ari bisa diselamatkan."
"Dibawa ke rumah sakit mana? Pak Ahmad ndak bawa hp?"
"Kami juga tidak tahu, bu Nining."
Mendengar percakapan mereka, Windi pun ikut nimbrung.
"Bu, yang tadi kecelakaan anak Ibu?"
"Iya, neng. Anak saya, hiks hiks.. "
"Sebentar bu, biar saya telpon orang yang membawanya. Karena saya kenal.
Windi pun menghubungi nomor Javier. Beruntung Javier langsung mengangkatnya. Windi menanyakan rumah sakit yang dituju Javier .
"Bu, anak Ibu dibawa ke Rumah sakit Graha ."
"Saya ingin ke sana neng, tapi bagaimana ini?"
"Bagaimana apanya bu?"
"Saya ndak tahu harus ke sana pakai apa? Jam segini angkot sudah sepi."
"Maaf suami Ibu ke mana?"
"Sudah meninggal."
"Innalillahi wainna ilaihi roji'un, maaf bu."
Dengan kemurahan hati Windi, ia pun mengantarkan Ibu tersebut menyusul ke rumah sakit. Sebelum berangkat, Windi mengabari Bundanya, bahwa ia akan pulang telat. Windi yang tadinya sangat senang karena bisa sampai di rumah lebih awal dari kemarin, ternyata ia harus mengesampingkan kesenangannya demi membantu orang lain.
Sampai di rumah sakit, mereka langsung ke UGD. Ari ditangani oleh dua perawat dan satu dokter. Bocah 8 tahun itu merintih kesakitan. Ia mengalami luka serius di kakinya. Setelah dirontgen ternyata Kaki Ari patah dan harus dioperasi. Tadinya Ibu Ari sangat sedih karena bingung untuk mendapatkan biaya operasi. Namun Javier dengan suka rela mau memberi biaya operasinya. Akhirnya Dengan persetujuan Ibu Ari, dokter pun langsung mengambil tindakan. Windi ingin meninggalkan Ibu Nining, namun ia tidak tega melihat Ibu Nining kebingungan. Javier pun belum pulang karena masih mengurus administrasi dan konsultasi dengan dokter yang bersangkutan. Operasi akan dilakukan malam ini juga setelah shalat Isyak.
Windi mendadak kagum kepada sosok Javier yang sebelumnya ia kira cuek dan dingin. Ternyata sosok Javier orang yang peduli dan berjiwa sosial tinggi.
Adzan maghrib berkumandang, Windi shalat Maghrib di Mushalla rumah sakit. Javier juga pergi ke mushalla untuk shalat. Mereka, shalat di antara sekatan yang memisahkan antara perempuan dan laki-laki.
Saat keluar dari mushalla, tidak sengaja pandangan mereka bertemu. Javier mengibaskan rambut depannya yang masih basah karena air wudhu'.
"MasyaAllah, gantengnya calon suami orang. Astagfirullah... ingat dosa Win." Batin Windi.
"Tanpa make up pun masih terlihat cantik dan... astagfirullah, apa yang aku pikirkan." Batin Javier.
Keduanya kembali ke UGD. Ternyata anak perempuan Bu Nining bersama suaminya baru saja sampai. Mereka memang tidak tinggal bersama Bu Nining.Windi lega karena ada yang menemani Bu Nining. Ia pamit kepada Ibu Nining. Ia harus segera pulang karena batas pulang malamnya hanya sampai jam 20.00. Lain halnya jika ia keluar bersama keluarganya.
Javier juga berpamitan karena dari tadi Umma nya menelpon agar segera pulang karena ada tamu keluarganya dari luar negeri yang baru saja sampai.
"Bu, ini kartu nama saya. Kalau ada, apa-apa hubungi saja nomor itu. Saya juga sudah memberikan nomor kepada Dokter."
"Tuan, Terima kasih atas bantuannya. Saya janji akan membayarnya nanti kalau sudah ada uang. Saya cicil, Tuan."
"Tidak perlu, Bu. Tidak usah memikirkan hal itu. Fokus dengan kesembuhan anak Ibu saja."
"MasyaAllah... mulia sekali hati Tuan. Semoga Tuan mendapatkan kebahagiaan dan berkah yang melimpah dari Allah."
"Amin..."
"Neng ini, pacar Tuan ya?"
Javier dan Windi saling menoleh."
"Bu-bukan Bu. Kami hanya rekan kerja." Sahut Windi.
"Oh saya kira pacarnya, neng. Kalian sangat serasi."
Windi menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Sedangkan Javier menahan senyumnya.
Windi keluar lebih dulu dari ruang UGD. Disusul kemudian Javier. Javier mempercepat langkahnya.
"Nona Windi!"
"Iya, Tuan."
"Apa anda tidak takut pulang sendiri?"
"Tidak, Tuan. Jalan masih ramai."
"Oh, ya. Kalau begitu hati-hati."
"Iya, Tuan. Terima kasih. "
"Hem, Sama-sama. "
Windi segera tarik gas menuju jalan pulang. Ia tentu tidak khawatir untuk pulang sendirian. Karena ia sangat yakin saat ini bodyguard yang diutus Abinya pasti sedang mengikutinya.
Javier pin langsung tancap gas pulang ke rumah.
Bersambung....
...****************...
Jangan lupa support author ya kak
semangat menulis dan sukses selalu dengan novel terbaru nya.
apa lagi ini yang udah 4tahun menduda. 😉😉😉😉😉😉