"sudah aku katakan sedari dulu, saat aku dewasa nanti, aku akan menjadikan kakak sebagai pacar, lupa?" gadis cantik itu bersedekap dada, bibirnya tak hentinya bercerocos, dia dengan berani masuk ke ruang pribadi pria di depannya.
tidak menjawab, Vallerio membiarkannya bicara seorang diri sementara dia sibuk periksa tugas para muridnya.
"kakak.."
"aku gurumu Au, bisa nggak panggil sesuai profesi gitu?"
"iya tahu, tapi kalau berdua begini nggak perlu!"
"sekarang kamu keluar!" ujar Vallerio masih dengan suara lembutnya.
tidak mengindahkan perintah pria tampan itu, Aurora malah mengikis jarak, dengan gerakan cepat dia mengecup bibir pria itu, baru berlari keluar.
Vallerio-Aurora, here!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon HaluBerkarya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
kebablasan
“permisi tuan” Gino berujar sembari mengetuk pintu.
Vallerio yang ada di dalam ruangan mendadak berdiri , berjalan menuju pintu.
“Sayang...” panggilnya dengan senyum yang sejak tadi di tampilkan. Dia mendekat, hendak memeluk Aurora tapi secepat kilat gadis cantik itu bersembunyi di belakang tubuh tegap sang asisten.
Melihat itu, Vallerio mendadak pias. Di tatapnya tajam ke arah Gino, membuat pria itu meneguk ludah kasar.
“Aku permisi tuan” tidak mau berlama lama terlibat disana, perlahan Gino undur diri, pergi menuju ruangannya.
Tersisa Aurora yang menampilkan wajah tak bersahabatnya, menatap Vallerio dengan tatapan tajam.
“Sayang, kamu kenapa?” suaranya sangat pelan. “ ayo masuk dulu” ajaknya hendak menarik tangan Aurora, tapi secepat kilat Aurora hempaskan.
“jangan tarik tarik!” marahnya, Vallerio sampai mati kutu mendengar nada bicara gadis itu, terasa sekali murkanya.
Tidak mau membuat Aurora semakin murka, Vallerio tidak banyak bicara tapi masih memantau pergerakan Aurora lewat ekor matanya.
Gadis itu duduk di sofa, mengeluarkan ponsel yang sempat dia simpan di saku baju, membuka aplikasi chat.
Setiap gerak geriknya tak luput dari mata teduh Vallerio, hingga Aurora melempar ponselnya tepat di depan pria itu begitu saja.
Vallerio mengambil ponselnya, melihat apa yang hendak di tunjukan gadisnya. Yang pasti bukan hal baik, pikir Vallerio dalam hati.
Seketika matanya membulat sempurna, gegas dia duduk di samping Aurora,”aku jelasin!” ujarnya memegang tangan Aurora.
“tapi sebelumnya aku mau tanya, dari mana kamu dapat foto ini?” tanya Vallerio yang begitu bingung mengenai foto tersebut tiba tiba ada di galeri Aurora.
“tidak penting aku dapat dari mana, yang jelas itu bukan editan, kakak pergi makan siang bersamanya kan? Hebat ya, kakak ternyata tidak seperti yang Aurora pikirkan, kakak jahat, kita putus aja!” pekiknya lantang di ruangan itu. Untung saja ruangan vallerio sudah terkunci, dan lagi ruangannya kedap suara hingga seberapa lantang pekikan Aurora tidak akan terdengar sampai di luar ruangan.
Mendengar itu mendadak Vallerio mengepal tangannya kuat, bukan seperti ini yang ingin dia dengar, dia sudah rindu seharian tapi Aurora malah mengatakan hal yang sama sekali tidak enak masuk di kupingnya.
“Apa kamu bilang? Kita putus? Tidak semudah itu!” geramnya menatap Aurora dengan tatapan tajam. Dia mengukung tubuh gadis itu, sekalipun Aurora berontak dalam kunkungannya, pria itu tidak peduli.
“Aku minta maaf, itu tidak seperti yang kamu pikirkan,sayang... tadi mama datang ke kantor, mengajakku makan siang, secara kebetulan Riska ikut karena di ajak sama mama” begitu hati hati Vallerio menjelaskan, dia pikir Aurora akan luluh, tapi satu hal yang tak terduga, Aurora semakin muak mendengar itu.
Di ajak mama? Bukankah itu berarti hubungan Riska dengan mereka sudah sangat dekat? Mendadak Aurora merasa begitu jauh dan minder.
“Mama juga ada disana, dia duduk di seberang jadi tidak terlihat di foto ini, siapa yang mengirimnya padamu?” tanya Vallerio lagi. Aurora tidak menjawab pertanyaannya sama sekali, hatinya masih mendidih.
“Sudah aku bilang itu tidak penting, satu lagi, aku serius dengan kalimatku, hubungan kita selesai saja kak!” mudah sekali dia berujar, baru segitu aja sudah sampai minta putus. Tapi tidakkah Aurora tahu bagaimana perasaan Vallerio mendengar kalimatnya? Tidak terima tentu saja. Mana ada yang mau putus begitu saja.
“Aku tidak mau mendengar kalimat itu lagi Aurora Manggala!!! Tarik kalimatmu atau aku akan___”
“Akan apa? Keputusanku sudah bulat, kita selesai!” kekeuh Aurora.
“Tidak, itu tidak akan pernah terjadi!” geram Vallerio sambil mengepal tangannya kuat.
Mendekatkan wajahnya, Vallerio sudah mulai hilang kendali.
“Aku akan membuatmu menetap selamanya bersamaku, kamu camkan itu!”
■■■■■■■■■■■■■
Hmpppp...
Dia membungkam kasar mulut Aurora membuat gadis itu kaget dan ingin menangis tentunya. Menelusuri rongga mulut Aurora, kali ini permainannya tidak selembut saat dia mencium Aurora pertama kali saat itu.
Dengan amarah yang memuncak, Vallerio sudah hilang akal. Tidak membiarkan Aurora berontak dia mengunci pergerakan gadis itu.
Hingga saat Aurora hampir kehabisan nafas, dia baru melepaskan pangutan bibirnya. “sudah aku bilang, kita tidak akan pernah putus!” ujarnya kembali
Aurora menormalkan nafasnya yang ngos ngosan, matanya masih sama, menatap dengan sorot tajam pada pria di atasnya.
“Kamu mau membunuhku, hah?” omel Aurora. Vallerio tersenyum tipis, tangannya bergerak mengusap bibir basah Aurora yang sudah terlihat membengkak akibat ulahnya.
Dia membangunkan tubuh Aurora, membawanya dalam dekapan, penuh posesif.
“aku tidak suka mendengar kalimat seperti itu lagi, tolong jangan pernah katakan atau aku akan gila!” Vallerio membawa kepalanya membenam ke ceruk leher Aurora. Merasakan hembusan nafas yang memburu, Aurora hanya diam dalam pelukannya.
“Sayang..” di rasa Aurora tidak menjawab setiap kalimatnya, Vallerio kian resah. Sebegitu besar kesalahannya hingga mampu membuat Aurora seperti ini?
“maafkan aku, ini semua tidak seperti yang kamu pikirkan. Ayolah, aku hanya mencintaimu!” mendadak Vallerio ingat tentang Riska, ingin sekali dia memecat wanita itu saat ini juga.
Dia membalikkan tubuh Aurora yang diam sejak tadi, memperhatikan wajah gadis itu dari jarak dekat, berusaha menyelam isi pikirannya.
Jujur sebelum mendapatkan maaf dari Aurora, pria itu tidak tenang hidupnya.
“kak” setelah cukup lama berdiam diri, Aurora membuka suaranya membuat Vallerio tersenyum tipis.
“iya sayang” jawabnya cepat.
“Setelah Aurora pikir pikir, kayaknya kakak cocoknya sama wanita itu deh, benar. Bukan apa, tentang tadi Aurora sudah maafkan, tapi kembali ke ucapan Aurora sebelumnya, bagaimana jika kita put___”
Brak!!!!
“Kamu memang perlu hukuman!” mendadak dari senyuman lembut, jiwa iblisnya keluar. Kali ini Vallerio benar benar murka. Kemurkaannya terlihat jelas saat tanpa izin dia kembali membawa tubuh Aurora untuk tidur di bawahnya.
“apa yang kakak lakukan, lepaskan Aurora kak!!!” takut, siapa yang tidak takut kala tangan Vallerio lancang melucuti kunci seragamnya satu persatu.
Seketika Aurora menyesal mengatakan itu, meminta maaf penuh permohonan pun percuma karena Vallerio sudah seperti di rasuki setan.
...----------------...
“kakak tolong, jangan...” Vallerio tidak mengindahkan, kali ini dia benar benar hilang akal, efek dari kalimat Aurora ternyata begitu membuatnya kalut, maka dari itu, dia melakukan hal ini untuk mengikat Aurora. Untuk ke depannya gadis itu tidak akan berani bilang putus, Vallerio pastikan itu.
Lagi pula, dia tidak bisa berhenti di tengah jalan. Niat hati menghukum Aurora sepertinya salah, bukan Aurora yang di hukum melainkan dirinya yang sudah tidak melihat penampilan Aurora sekarang.
Jiwa dewasanya seketika mendominasi, tanpa ada niat berhenti, Vallerio membawa dirinya menjelajahi setiap inci tubuh gadis yang asa di bawahnya.
Permainan yang awalnya kasar perlahan lembut, hingga pakaian di tubuh Aurora sudah terlepas sepenuhnya, mendaratkan bibirnya di dua buah bukit kembar yang ukurannya tidak terlalu besar tapi cukup untuknya.
“Ashhh” pekik Aurora, tubuhnya merasakan hal berbeda, hendak menolak tapi reaksi tubuhnya lain.
Dia menekan kepala Vallerio semakin dalam, pria itu menurutinya.
Hingga berakhir dengan ciuman yang semakin ke bawah, tepat di depan area sensitif Aurora. Vallerio meneguk ludah kasar melihat hal itu, hendak berhenti tapi rasanya nanggung.
Alhasil, dia memanfaatkan Aurora yang juga sama berasa di puncak kenikmatan, gadis itu juga tidak ingin Vallerio berhenti disana.
Tangan mungilnya menuntun tangan Vallerio yang sudah bermain di bawah sana, berkali kali dia tidak bisa menahan suara yang begitu seksi masuk di telinga.
“Kita menikah besok, aku harus mengikatmu agar tidak ada lagi kalimat putus itu!”
Sebelum benar benar memposisikan benda tumpul yang sudah berdiri tegak itu, Vallerio berguman. Setelahnya baru dia mulai melakukan aksinya
“sakit kak” pekik Aurora lantang saat benda panjang itu berhasil menerobos sedikit di bagian bawahnya. Belum sepenuhnya tapi rasanya jiwa Aurora benar benar mau melayang saat itu juga.
Air matanya keluar, Vallerio mengecup matanya, kemudian kembali membungkam mulut Aurora dengan ciuman panas.
Saat gadis itu mulai terlena dan membalas ciumanya, dengan satu kali hentakan Vallerio berhasil menerobosnya di sertai teriakan Aurora.
“lepaskan!!!” ujarnya tak tahan.
Vallerio tidak langsung bergerak, lebih dulu dia memancing kembali gairah gadis itu agar melupakan hal di bagian bawah. San benar saja, cukup lama Vallerio memancingnya, hingga perlahan mulai bergerak pelan, sampai Aurora terlihat menikmati hal itu.
Tidak cukup disitu, Vallerio mengendong tubuh kecil Aurora ke dalam kamar pribadi, agar pergerakan mereka tidak terbatas seperti di sofa.
Hingga hampir satu jam, barulah dia menyelsaikan permainanya. Mengecup pelan pucuk kepala Aurora, gadis itu sudah memejamkan matanya di dada bidang Vallerio.
“Kamu hanya milikku!” bisiknya pelan di telinga Aurora, kemudian dia ikut memejamkan matanya.
Lantaran gerah, dia tidak bisa ikut tidur seperti wanitanya. Vallerio perlahan bangun, berjalan menuju kamar mandi untuk membersihkan diri.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
lagian knpa emgga bilng kalo udah punya pacar .. 🗿🔪