Sequel Belenggu Cinta Pria Bayaran.
Dikhianati sang kekasih dan melihat dengan mata kepalanya sendiri wanita yang dia cintai tengah bercinta dengan pria yang tak lain sahabatnya sendiri membuat Mikhail Abercio merasa gagal menjadi laki-laki. Sakit, dendam dan kekacauan dalam batinnya membuat pribadi Mikhail Abercio berubah 180 derajat bahkan sang Mama sudah angkat tangan.
Hingga, semua berubah ketika takdir mempertemukannya dengan gadis belia yang merupakan mahasiswi magang di kantornya. Valenzia Arthaneda, gadis cantik yang baru merasakan sakitnya menjadi dewasa tak punya pilihan lain ketika Mikhail menuntutnya ganti rugi hanya karena hal sepele.
"1 Miliar atau tidur denganku? Kau punya waktu dua hari untuk berpikir." -Mikhail Abercio
----
Plagiat dan pencotek jauh-jauh!! Ingat Azab, terutama konten penulis gamau mikir dan kreator YouTube yang gamodal (Maling naskah, dikasih suara lalu up seolah ini karyanya)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Puspita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 35 - Harapan
"Pulihkan aku, Tuhan ... kelinci kecilku lepas, izinkan aku kembali menangkapnya."
Peluhnya bercucuran, Mikhail masih berusaha untuk menggerakkan kakinya. Jatuh, dia bangkit kembali. Sakit, sudah pasti. Berulang kali begitu, dan sakitnya masih sama. Hanya saja, ada alasan kenapa dia harus bisa membaik secepatnya.
Dengan bantuan perawatnya, Mikhail masih berusaha walau kadang pria yang bertanggung jawab mendampinginya itu kerap kali mengelus dada lantaran Mikhail yang tak sesabar itu dan selalu mengutuk dirinya.
"Arrrgghh!! Kenapa dilepas? Kau sengaja membuatku celaka?" tanya Mikhail kala tubuhnya kembali tumbang kesekian kalinya, sudah dikatakan agar dia tidak memaksakan diri dan pendirian Mikhail yang sekuat itu pada akhirnya membuat dirinya tersiksa.
"Maaf, Pak ... ada baiknya Anda istirahat lebih dulu, jika dipaksakan takutnya semakin lama untuk sembuh."
Mikhail menyerah, memang sepertinya kursi roda akan lebih baik. Sudah hampir larut malam, dia masih betah berdiam diri di kamarnya. Pria itu ingin sendiri, untuk beberapa saat dia akan menghabiskan waktu di balkon kamar.
Tiga bulan sudah berlalu, dunianya benar-benar berubah. Jangankan bekerja dan melakukan hal lainnya, berjalan saja dia tidak bisa. Lagi-lagi Mikhail menertawakan takdirnya.
"Kamu dimana? Sana? Sana? Atau disana, Zia?" tanya Mikhail menunjuk beberapa bintang yang paling bersinar di antara gemerlap bintang lainnya.
Hati kecilnya tengah menangis kini, bagaimana Mikhail saat ini bahkan masih menjadi topik utama stasiun televisi. Beberapa pihak memang khawatir dan bersyukur lantaran Mikhail perlahan pulih, namun di sisi lain tidak sedikit yang bahkan pesta atas kecelakaan yang menimpanya.
"Pasti primitif, aku lupa ponselnya tidak digunakan untuk mencari informasi tentang orang penting sepertiku."
Mikhail tersenyum getir, dia sudah mengeluarkan banyak uang agar media mengutamakan dirinya dengan harapan Valenzia akan mendatanginya. Tidak hanya itu, Bryan dan Ibra turut mencari meski pria itu sedikit heran kenapa putranya mendesak beberapa pihak demi menemukan sosok wanita yang dimaksud.
Lockscreen ponselnya masih sama, wajah cantik Zia dengan dress biru muda yang dia robek dahulu begitu menyejukkan mata Mikhail. Sengaja mencuri foto dari sosial medianya karena dia memang tidak punya foto Zia dalam keadaan wajar.
Hari-hari Mikhail dihabiskan dengan kegiatan yang sama, bangun pagi, makan, latihan berjalan, tumbang, bangkit lagi dan terus saja begitu hingga dia lelah sendiri. Malam ini dia kembali memantau akun sosial media Zia di saat-saat sendirinya.
Saat dirinya sendiri Mikhail akan mengirimkan berbagai pesan pada Zia ke akun pribadinya. Meski harapan pesannya akan dibaca begitu kecil, Mikhail tetap melakukannya.
"Baca dong, Sayang ... kamu kenapa harus marah dengan cara yang begini, Zia?" tanya Mikhail bahkan hampir putus asa, pria itu mengusap wajahnya kasar dan dadanya naik turun seakan jantungnya ditekan pelan-pelan.
Sudah ratusan pesan dia kirimkan, setelah kemarin isinya mengadu lantaran sang mama marah besar akibat dia yang mogok makan, kini Mikhail menjelaskan perkembangannya hari ini.
Lima langkah! Aku berhasil melakukannya, aku merindukanmu, Zia. Tunggu hingga nanti aku bisa berlari, aku akan mencarimu sejauh manapun kamu pergi.
"Apa terlalu kasar ya? Nanti dia takut membacanya."
Hendak mengancam namun akhirnya dia hapus kalimat ancaman itu lantaran takut Zia semakin jauh usai membacanya. Pria itu menggigit bibirnya, kemudian mengirimkan pesan singkat tanpa ancaman di bagian akhirnya.
Cukup lama dia pandangi, hingga Mikhail tercengang kala dia menyadari akun Zia online. Matanya membulat sempurna, cukup lama dia pandangi bahkan matanya kini berkaca-kaca, Mikhail seakan tak percaya dengan yang apa yang dia lihat kali ini.
"Hah? Apa ini?"
Mikhail merefresh tampilan kolom percakapan itu, percayalah keterangan Online Zia bahkan hanya sekelibat mata. Begitu cepat berlalu meninggalkan Mikhail yang tengah dibuat shock karenanya.
"Bahkan mataku berharap lebih karena terlalu merindukanmu, Zia." Mikhail menggeleng pelan, dia serindu itu hingga indera penglihatannya turut berkahayal.
Harapannya terlalu tinggi, sudah terlalu larut dan sepertinya dia benar-benar harus istirahat. Sudah mulai terbiasa, Mikhail bisa untuk pindah ke tempat tidur tanpa bantuan. Dia tidak menginginkan tubuhnya manja, walau sedikit menguras tenaga tapi tidak masalah.
-
.
.
.
Jauh dari jangkauan Mikhail, tenang dan udara di sini terasa lebih menyejukkan. Memang bukan lingkungan orang kaya, akan tetapi ini rasanya lebih baik daripada hidup di tempat sebelumnya.
"Kamu yakin? Apa langkahmu nggak terlalu jauh?"
Dia hanya menjawab dengan deheman tanpa kalimat pasti, sepertinya cara paling baik untuk melupakan adalah begini. Pindah negara, ya memang terdengar tidak masuk akal tapi ini adalah keputusan paling baik menurutnya.
"Hampir dua bulan aku di sini ... sepertinya aku baik-baik saja, lagipula jarak bukan masalah selagi mampu beradaptasi."
Dia masih belia, memutuskan mencari jalan hidup yang lebih keras lagi dengan sisa uang dari Mikhail. Memang takkan cukup jika dia mengandalkan itu untuk hidup beberapa bulan kedepan, karenanya itu mulai bergerak dengan bermodalkan tekad, dan kemampuan berbahasa asing yang tidak perlu diragukan membuat Valenzia yakin bisa bertahan hidup.
"Amerika, Zia ... kenapa harus sejauh itu?"
"Ingin saja," jawab Zia kemudian, sebelumnya dia sempat bercita-cita menginjakkan kaki ke negeri ini untuk melanjutkan S2 nya, akan tetapi untuk alasan yang berbeda dia memutuskan untuk meraih mimpinya sskarang juga.
"Lebih baik pulang, Zia, Amerika tidak akan se-humble itu percayalah."
"Lalu aku harus kemana? Pulang ke Semarang? Ayah dan Ibuku tidak akan menerima kegagalan putrinya, Erika!!"
Dia kehilangan cara, jika terus bertemu Zidan yang sakit adalah dirinya. Akan tetapi, jika dia memilih pulang ke rumah orang tuanya, maka percuma saja karena itu sama halnya dengan bunuh diri.
Pegkhianatan yang Zia lakukan menggores dirinya sendiri, belum lagi kala dia mengetahui fakta Mikhail kecelakaan setelah mencarinya di tempat tinggal Erika semakin tekat Zia benar-benar bulat setelah itu, pada akhirnya alasan dia pergi sejauh ini hanya ingin nenutup kisah dan mencoba menghapus rasa bersalahnya.
"Kamu kehilangan banyak hal, Zia ... bahkan kamu kehilangan diri kamu sendiri," sahut Erika dari balik telepon genggamnya, setelah beberapa waktu akhirnya dia berhasil juga menerima kabar dari sahabat kurang ajarnya ini.
"Aku tau, Erika, tidak perlu dipertegas dan aku sadar akan hal itu." Dia tidak kehilangan apapun, Zia bahkan mendapatkan segalanya tanpa Erika ketahui.
"Pak Mikh ...."
"Hentikan, Erika. Jika kamu menelponku hanya untuk mengatakan ini, maka lebih baik jangan pernah telepon aku lagi."
Belum sempat Erika bicara, amarahnya sudah membuncah. Entah kenapa rasanya Zia benar-benar semarah ini, bukan pada Mikhail melainkan dirinya sendiri.
Pria yang datang dalam hidupnya secara tiba-tiba dan merubah Zia menjadi monster mengerikan yang tidak punya hati. Zia terduduk lemas dan kini bersandar di sisi tembok, menggigit ujung jemarinya seraya menangis sebegitu sesaknya. Sebenarnya siapa yang paling membuatnya sakit, Zidan yang terluka atau Mikhail yang terbaring lemah karenanya.
"Aaaarrrrggghhh!! Kalian berdua kenapa harus datang dalam hidupku!!"
Tbc
Selamat pagi semua✨🤗 Yang masih punya poin dan Vote nganggur boleh sawer buat Mikhail ya, Beb❣️ Terima kasih.