Cinta memang gila, bahkan aku berani menikahi seorang wanita yang dianggap sebagai malaikat maut bagi setiap lelaki yang menikahinya, aku tak peduli karena aku percaya jika maut ada di tangan Tuhan. Menurut kalian apa aku akan mati setelah menikahi Marni sama seperti suami Marni sebelumnya???
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Its Zahra CHAN Gacha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29. Santet 2
Amar membelalak melihat apa yang dimuntahkannya. Lelaki itu benar-benar tak mengerti bagaimana ia bisa memuntahkan benda-benda berbahaya itu.
Ia berusaha mengatur nafasnya, matanya melirik kearah Marni yang masih termangu dengan tatapan kosong. Sementara itu Surti tampak uring-uringan dan terus menangisinya seolah ia hendak mati.
Cercaan dalam bahasa jawa mengalir dari bibir wanita paruh baya itu membuat Amar semakin kalut.
Begitupun dengan sang ayah yang tak jauh beda dengan ibunya. Hanya Damar yang bersikap tenang. Pemuda itu mendekati Amar yang masih tegang dan bingung. Antara takut dan tak percaya, ia masih berpikir mungkin ini hanya mimpi seperti kejadian semalam.
Damar berusaha menenangkannya dan menyuruhnya untuk beristigfar untuk menenangkan hatinya.
"Jangan takut, semuanya akan baik-baik saja. Aku sudah menghubungi ayahku agar segera datang kemari," ucap Damar
"Apa yang terjadi padaku, kenapa aku bisa seperti ini. Apa aku akan mati??" tanyanya dengan wajah panik
"Hidup mati seseorang sudah di gariskan Tuhan. Jadi jika kamu memang belum waktunya mati maka kamu tidak akan mati," jawab Damar
Setelah cukup lama diam, Marni pun beranjak dari duduknya. Wanita itu berjalan menuju ke dapur. Tidak lama ia kembali dengan segelas air putih. Raut wajahnya terlihat begitu kesal, dengan Ia memberikan air itu kepada Amar.
"Jangan lupa baca doa," ucap Marni ketus
Amar mengangguk dan segera meminumnya.
"Lain kali jangan sembarangan bersentuhan dengan orang asing!" ucap Marni menatapnya tajam
Amar hanya mengangguk.
Tidak lama terdengar suara ketukan pintu.
"Assalamualaikum,"
Ustadz Rasyid tampak berdiri di depan pintu. Surti buru-buru menyuruh pria itu masuk.
"Monggo silakan masuk Ustadz,"
Rasyid tampak memperhatikan Marni yang duduk dengan tatapan kosong. Pria itu kemudian duduk disamping Amar.
"Apa yang terjadi le?"
Amar segera menunjuk kearah paku-paku yang berserakan di lantai.
"Dia di santet Pak," ucap Damar
Rasyid menoleh kearah Marni yang masih diam tanpa ekspresi.
"Ini memang benar santet, hanya saja santet ini sebenarnya bukan di tujukan untukmu. Orang ini hanya memberi peringatan agar kamu tidak ikut campur dalam urusannya. Apa kamu punya musuh?" tanya Rasyid
"Ndak ada Ustadz, selama ini hidupku lurus-lurus saja," jawab Amar
"Atau mungkin istrimu??"
Seketika Marni melirik sinis kearah Rasyid. Tatapan mata tajam marni mengisyaratkan jika ia tidak suka mendengar ucapan Rasyid. Lelaki itu hanya tersenyum menanggapinya.
"Sebaiknya jangan ikut campur," jawab Marni
Wanita itu segera bangun dari duduknya dan meninggalkan mereka.
Surti dan Paijo saling bertatapan.
"Kenapa Marni begitu Pak, apa dia punya musuh?" ucap Surti berbisik-bisik
"Hush, jangan ngaco!" sahut Paijo
"Apa jangan-jangan wanita itu?"
Semua mata kini menatap kearah Surti.
"Siapa??" tanya Paijo
Surti kemudian menceritakan tentang pertemuannya dengan Ajeng siang itu. Ia juga menyebut jika wanita itu meminta Marni untuk menyerahkan semua harta warisannya kepadanya.
"Bisa jadi, mungkin dia sakit hati karena Marni tak mau menyerahkan warisannya kepada dia, tapi kenapa yang kena santet malah Amar, bukan Marni?" jawab Paijo
"Apa wanita itu meninggalkan sesuatu?" tanya Rasyid
"Tidak, bahkan dia sama sekali tak meminum air teh yang disuguhkan oleh Marni. Ia langsung pulang dengan wajah kesal saat Marni menolak menandatangani surat pernyataan yang ia bawa," tutur Surti
"Asal kalian tahu, wajah wanita itu sangat mengerikan, bahkan lebih mengerikan dari Marni," imbuhnya
"Jangan ngada-ngada loh bu, awas bahaya fitnah!" ucap Paijo
"Betul, memang dia itu cantik, sangat cantik tapi kok ya aku aku takut kalau melihat wajahnya. Kaya serem gitu?"
"Kalau begitu kita harus cari tahu tentang dia," ucap Damar
"Memangnya siapa dia bu?" tanya Paijo
"Kalau gak salah denger, dia bilang dia kakaknya, kakak angkat," jawab Surti
"Jadi Marni masih punya keluarga??" Amar tampak terkejut mendengar ucapan sang ibu
"Sebaiknya jangan gegabah menyimpulkan sesuatu karena kita tidak bisa menuduh seseorang tanpa bukti," jawab Rasyid
Lelaki itu kemudian memeriksa kondisi Amar. Setelah memastikan kondisi Amar baik-baik saja, Rasyid pun berpamitan.
Lelaki itu juga memberikan pesan kepada Amar untuk lebih dekat dengan Tuhan.
"Jangan tinggalkan sholat, perbanyak membaca Alquran, dan bawa selalu keris itu!"
"Baik Pak Dhe,"
********
Adzan Magrib berkumandang, Amar terlihat mempersiapkan diri untuk segera sholat. Bila biasanya ia selalu rajin beribadah di Masjid kali ini Amar memilih beribadah di rumah.
Ia bahkan mengajak Marni untuk sholat berjamaah. Keduanya pun membaca Alquran bersama setelah sholat. Tak ada yang berubah dari Marni, ia tetap rajin beribadah seperti biasa.
"Dek,"
Suara Amar tiba-tiba memecah keheningan keduanya.
"Ya Mas,"
"Boleh aku tanya sesuatu?"
"Silakan?"
"Apa boleh aku bertemu dengan kakak mu?"
Marni tersenyum kecut mendengar pertanyaan Amar.
"Sebaiknya jangan terlalu penasaran dengan wanita satu ini. Ada kalanya, kita tidak perlu membesarkan suatu masalah. Lebih baik diam demi kebaikan bersama. Karena ada sesuatu yang kadang tidak bisa kita selesaikan meskipun kamu sudah mempersiapkan berbagai cara untuk menyelamatkannya. Biarlah hukum alam yang akan menjawab semuanya," ucap Marni
Wanita itu kemudian berdiri dan membereskan peralatan sholatnya. Ia kemudian menyeret kakinya menuju ke ranjang.
Amar tahu jika wanita itu tengah memperingatkannya.
"Lanjutkan ngajimu, aku ngantuk!" ucap Marni kemudian merebahkan tubuhnya di ranjang.
Amar pun melanjutkan mengaji. Namun sesuatu yang tergeletak di bawah meja rias membuat netranya stuck tak bergerak.
Ia meletakan Alquran yang dipegangnya kemudian memasukkan tangannya ke kolong meja rias.
Seketika jantungnya berdebar kencang melihat apa yang di pegangnya.
Sebuah paku dengan bekas darah yang menempel membuatnya sesak nafas.
"Sekarang kamu sudah tahu kan, kenapa aku menyuruhmu untuk diam?"
Tiba-tiba sosok wanita tua berkebaya berdiri di depannya.
Amar gelapan saat melihatnya. Wanita itu kemudian mengambil paku dari tangannya.
"Jangan pernah memberitahu kejadian ini kepada siapapun, termasuk lelaki itu!"
Amar mengangguk.
"Sebaiknya malam ini kamu jangan tidur, karena akan banyak tamu yang datang," ucap wanita itu kemudian berjalan menghampiri Marni yang sudah terlelap.
Wanita itu mengusap lembut wajah Marni, kemudian bersenandung.
Amar merasakan tubuhnya meremang mendengar kidung yang dinyanyikan wanita itu.
Lampu di kamar tiba-tiba meredup dan mati. Amar segera bangun dan berusaha keluar kamar untuk mengecek sekring listrik.
Namun anehnya pintu kamar itu tak bisa dibuka.
Suara alunan kidung terus bergema membuat Lampu perlahan menyala meskipun redup.
Amar mengedarkan pandangannya, saat mendengar sesuatu bergerak di atas atap kamarnya.
Ia buru-buru berlari menuju lemari dan mencari sesuatu yang ia simpan di bawah pakaiannya.
Ia kemudian mengeluarkan sebuah kain putih berisikan keris kecil. Saat ia mengeluarkan keris kecil itu lampu di kamar kembali terang dan wanita tua itupun seketika menghilang.