NovelToon NovelToon
Tlembuk

Tlembuk

Status: sedang berlangsung
Genre:Berondong / Duniahiburan / Dikelilingi wanita cantik / Playboy / Cinta Terlarang / Pelakor
Popularitas:3.3k
Nilai: 5
Nama Author: Esa

"Tlembuk" kisah tentang Lily, seorang perempuan muda yang bekerja di pasar malam Kedung Mulyo. Di tengah kesepian dan kesulitan hidup setelah kehilangan ayah dan merawat ibunya yang sakit, Lily menjalani hari-harinya dengan penuh harapan dan keputusasaan. Dalam pertemuannya dengan Rojali, seorang pelanggan setia, ia berbagi cerita tentang kehidupannya yang sulit, berjuang mencari cahaya di balik lorong gelap kehidupannya. Dengan latar belakang pasar malam yang ramai, "Tlembuk" mengeksplorasi tema perjuangan, harapan, dan pencarian jati diri di tengah tekanan hidup yang menghimpit.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Esa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 29: Kecoa di Malam Hari

Malam itu, Rian tertidur pulas setelah seharian beraktivitas. Dia menikmati ketenangan malam dan merasakan kantuk yang sangat. Namun, dalam kedamaian itu, sesuatu yang menjijikkan mulai merayap perlahan di lehernya.

Sebuah kecoa, dengan gerakan gesit, merambat di atas kulit Rian. Awalnya, Rian tidak merasakan apa-apa, tetapi saat kecoa itu mencapai dagunya, ia mulai merasakan gatal yang mengganggu. Dengan gerakan tidak sadar, Rian mengusap lehernya, tetapi alih-alih menghilangkan gatal, ia malah memindahkan kecoa itu ke area yang lebih sensitif.

“Uh!” Rian terbangun dengan terkejut, merasakan sensasi menjijikkan di lehernya. Dengan mata yang masih setengah terpejam, dia mengusap lehernya lagi dan langsung merasakan sesuatu yang keras dan berbulu. Rian terbelalak, melihat kecoa itu melompat dan berusaha menjauh.

“AAAAH! Kecoa!” teriak Rian, sambil melompat dari tempat tidur, hampir terjatuh dalam prosesnya. Jantungnya berdegup kencang, dan keringat dingin mulai mengalir di dahinya. Dia tidak percaya ada kecoa yang berani mengganggu tidurnya.

Rian melompat dan menepuk-nepuk lehernya sambil berlari menuju lampu. Setelah menyalakan lampu, ia melihat kecoa itu berlari cepat ke arah sudut kamar. “Dasar, berani-beraninya kau mengganggu aku!” teriaknya dengan marah.

Rian mengambil sapu yang ada di sudut kamar. “Sekarang, kau tidak akan selamat dariku!” Dengan penuh semangat, Rian mulai mengejar kecoa tersebut. Kecoa itu berbelok cepat ke arah tumpukan pakaian yang berserakan di lantai. Rian tidak membiarkan kecoa itu kabur. Ia mengikuti ke mana pun kecoa itu pergi.

Kecoa itu bergerak lincah, membuat Rian frustasi. Ia terus meneriaki kecoa itu sambil mengayunkan sapu, tetapi kecoa itu sangat licin. “Di mana kau sembunyi?!” teriak Rian, saat kecoa itu bersembunyi di balik celana jeans yang tergantung di rak.

Dengan sabar, Rian menunggu hingga kecoa itu muncul kembali. Dan begitu kecoa itu terlihat, Rian langsung mengangkat sapu dan menghantamkan ke arah kecoa itu. “Ambil ini!” teriaknya, berharap kecoa itu tidak bisa melarikan diri lagi.

Namun, kecoa itu dengan cekatan melompat ke arah samping dan menghindari sapu Rian. Ia tidak menyerah dan terus mengejar. Rian berlari ke arah lain, berusaha mengurung kecoa tersebut agar tidak melarikan diri. “Kau tidak akan lolos kali ini!”

Setelah beberapa detik yang panjang dan penuh ketegangan, Rian berhasil menepuk kecoa itu dengan sapunya. Kecoa itu terjatuh dan tidak bergerak. “Akhirnya!” Rian menghela napas lega sambil menatap kecoa yang tergeletak di lantai.

Dengan bangga, Rian berkata, “Kau telah kalah, kau tidak akan menggangguku lagi!” Ia merasa seolah telah memenangkan sebuah pertarungan besar.

Namun, saat ia sedang merayakan kemenangannya, Rian merasakan gatal yang masih mengganggu di lehernya. Ia menatap cermin dan melihat bekas gigitan kecoa di lehernya. “Ah, sial!” keluhnya sambil menggaruk-garuk area itu.

Rian mengambil tisu basah dan membersihkan area yang digigit, berharap tidak ada reaksi alergi yang muncul. Dalam hati, dia berjanji untuk menjaga kebersihan kamarnya lebih baik lagi. “Satu malam yang kacau, semoga besok lebih baik,” pikirnya, sambil mengeluarkan semua sisa-sisa ketidaknyamanan dari malam itu.

Dengan semangat yang baru, Rian memutuskan untuk tidur lagi, berharap tidak ada lagi gangguan dari kecoa atau serangga lain. “Selamat tinggal, kecoa,” bisiknya sebelum menutup mata, berusaha melupakan kejadian mengerikan itu dan kembali ke dalam mimpi.

Rian berbaring di tempat tidur dengan mata terpejam, berusaha mengusir rasa takut yang masih mengganggu setelah insiden kecoa. Namun, ketenangan yang ia harapkan tidak datang. Tiba-tiba, suara berisik dari lampu kamar terdengar.

“Prepeett... prepeett...” Suara itu mengganggu keheningan malam, membuat Rian terbangun dan membuka matanya. “Apa lagi ini?” keluhnya, mencoba mengabaikan suara aneh itu. Namun, suara itu semakin keras, seolah lampu itu ingin memberitahunya sesuatu.

Tak lama setelah suara lampu, Rian mendengar sesuatu yang lebih menakutkan. Sebuah suara seram melengking dari luar kamar, “Wiiik... wiiik...”

Rian merasakan bulu kuduknya berdiri. “Jangan-jangan...,” pikirnya. “Kuntilanak?” Dalam hati, ia berdoa agar itu hanya imajinasinya yang berlebihan. Dia berusaha meyakinkan diri bahwa suara itu hanya suara angin atau hewan malam. Namun, saat suara itu kembali terdengar, kali ini lebih dekat dan jelas, hatinya berdebar kencang.

“Wiiik... wiiik...”

Rian merasa jantungnya berdegup sangat cepat. “Oke, ini bukan hal yang lucu,” pikirnya sambil melihat ke arah pintu. “Kalau itu kuntilanak, mendingan aku lari sekarang!”

Dengan berani, Rian meraih ponselnya dan mencari informasi tentang cara menghadapi hantu. Dia sangat tidak ingin bertemu dengan sosok menyeramkan itu. “Harus ada cara untuk mengusirnya,” pikirnya panik.

Ia mendapati dirinya berbicara pada dirinya sendiri, “Ya Tuhan, tolong jangan biarkan malam ini berakhir buruk. Aku hanya ingin tidur dengan tenang!”

Suara itu semakin mendekat, membuatnya merasa terperangkap. Rian memutuskan untuk mengeluarkan keberanian, berusaha menakut-nakuti makhluk itu. “Kalau kamu memang hantu, aku tidak takut! Hantu seharusnya pergi jauh-jauh dari sini!”

Namun, saat ia meneriakkan kata-kata itu, suara kuntilanak itu malah menjawab dengan tawa menyeramkan. “Wiiik... wiiik... wiiik...” Tawa menyeramkan itu membuat Rian hampir melompat dari tempat tidurnya.

“Okay, ini sudah keterlaluan,” Rian bertekad. Ia mengambil selimutnya dan menyelubungi tubuhnya dengan harapan itu bisa memberikan perlindungan. Dalam kepanikan, ia tidak tahu harus berbuat apa.

Dengan berani, ia menyalakan lampu ruangan lebih terang dan mencari-cari di dalam kamarnya. Rian mencoba berpikir positif. “Ini hanya suara, bukan sesuatu yang nyata.” Namun, detak jantungnya tak kunjung mereda.

Hatinya berdebar-debar ketika suara kuntilanak itu mendekat, dan kali ini, suara tersebut lebih pelan. “Wiiik... wiiik...”

“Keberanian yang sejati muncul ketika kita merasa takut,” Rian berusaha mengingat pepatah itu sambil mengumpulkan keberanian untuk menghadapi ketakutannya. Dia memutuskan untuk membuka pintu dan melihat apa yang ada di luar.

Dengan pelan, dia mendekati pintu dan membukanya sedikit, bersiap-siap jika ada sesuatu yang menyeramkan. Namun, tidak ada yang terlihat. Hanya kegelapan malam yang mengisi koridor. Rian menghela napas lega, tetapi rasa takutnya belum sepenuhnya hilang.

“Sudahlah, Rian. Ayo tidur. Ini hanya halusinasi,” ia mencoba meyakinkan dirinya sendiri. Dia kembali ke tempat tidur, tetapi suara itu kembali muncul, kali ini dengan lebih keras, “Wiiik... wiiik...”

Rian tidak bisa menahan diri lagi. Dengan segenap keberanian, ia berteriak, “Siapa kamu?!”

Dan tiba-tiba, lampu kamar itu berkedip-kedip, mengiringi suara hantu yang semakin mendekat. Rian berdoa dalam hati, berharap tidak ada yang buruk terjadi. Malam yang seharusnya tenang berubah menjadi teror yang membuatnya tak bisa tidur.

Akhirnya, Rian memutuskan untuk mengalihkan pikirannya. Ia membuka aplikasi di ponselnya, mencari video lucu atau musik untuk menghibur dirinya. “Ayo, Rian. Tertawa bisa mengusir hantu!” ujarnya sambil mencari video yang bisa membuatnya tertawa.

Setelah beberapa menit, suara kuntilanak itu mulai mereda, dan Rian merasa lebih tenang. Ia menyadari bahwa ketakutannya lebih besar dari apa yang sebenarnya terjadi. “Aku akan menghadapinya dengan berani!” tekadnya dalam hati.

Dengan semangat baru, Rian membiarkan diri terbawa oleh hiburan di ponselnya, berusaha untuk melupakan teror malam itu. Meskipun malam terasa panjang dan menegangkan, Rian yakin bahwa pagi akan datang membawa harapan baru.

1
Zhu Yun💫
Tenang Ly, masih ada stok rokoknya om Joko noh 🤭😁🤣🤣✌️
DJ. Esa Sandi S.: eh, minta kontak wa kamu sih ...
Zhu Yun💫: masama kakak 👍
total 4 replies
Zhu Yun💫
Tangan Om Joko nakal ya 🤭😁🤣✌️✌️
Zhu Yun💫
Pak Herman pengin nyobain daun muda juga nih 🤭
Pasatv Mase
vidionya kok gak ada
DJ. Esa Sandi S.: ini kan novel boss
total 1 replies
Zhu Yun💫
Beban hidup ya Ly,,, Semangat ya Ly, semua ada masanya.... 😁💪💪
Zhu Yun💫
weleh-weleh 😅
DJ. Esa Sandi S.: /Applaud//Applaud/
total 1 replies
Zhu Yun💫
Semangat kak Esa buat novel barunya 💪💪💪
DJ. Esa Sandi S.: udah q follback yah /Sly//Sly/
Zhu Yun💫: Follback kakak, nanti bisa saling chat,,
total 3 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!