Namaku Erikha Rein,anak kedua dari pasangan Will Rein dan Carlista Sari,kakakku bernama Richi Rein(ketua osis di smu purnama bakti,aktif di sekolah dan pastinya dia vocalis band Enew).
yah,keluarga kami sebenarnya broken karena perceraian tetapi Mami selalu ada buat kami.
Seiring waktu aku dan kakakku sangat ingin Mami bahagia karena sepertinya Mami menyimpan masa lalunya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bojone pak Lee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33
Mobil Didi memasuki gerbang yang dijaga oleh beberapa petugas keamanan.
Chaca menghentikan mobilnya dan menurunkan kaca jendela,dia berfikir bagaimana caranya agar bisa masuk kesana.
Chaca turun dari mobil dan berpura-pura menanyakan alamat kepada para petugas jaga.
"Selamat Sore Pak."sapa Chaca.
"Iya,Mbak Sore."jawab petugas.
"Rumah Pak Didi sebelah mana ya?"tanya Chaca.
"Maaf,Mbak ada perlu apa?"tanya petugas satu lagi.
"Saya cuma ingin berkunjung."jawab Chaca.
"Sebentar ya Mbak,saya hubungi beliau dulu."jawab Si petugas.
Satu orang petugas menghubungi rumah Didi,karena yang menerima panggilan didalam Lista maka dia mempersilahkan masuk.
Sementara Didi dan Eri baru masuk kedalam rumah.
"Assalamualaikum Mi."sapa Keduanya.
"Waalaikumussalam,kalian bisa barengan?"tanya Mami.
"Aku sedikit lelah karena asisten cuti makanya pulang agak cepat."kata Didi dengan mencuci tangannya.
Dari luar Pak Rahmat mengantarkan tamu,sementara Iqbal dan Suci juga keluar dari kamarnya.Iqbal melihat Chaca masuk diantar Pak Rahmat.
"Aduh bisa perang lagi."batinnya menepuk-nepuk kepalanya.
Pak Rahmat mengetuk pintu dan menyapa Lista dan Didi.
"Permisi Ibu,saya mengantar tamu."kata Pak Rahmat.
Lista tersenyum dan mengucapakan terimakasih kepada Pak Rahmat.
Didi terkejut saat menoleh kearah tamunya,sementara Chaca hanya tersenyum kearahnya.
Didi merasa Chaca sangat berani membuntutinya.
Karena masih ada Eri diruangan Didi membisikkan sesuatu ditelinganya.
"Kak,bisa masuk dulu kekamar.Ini perintah Papi."kata Didi pelan.
Eri mengangguk dan buru-buru membawa makanan ditangannya.
Eri sedikit segan dengan pandangan Papi yang sedikit menahan amarah.
"Ok,Pi."jawab Eri.
Lista mempersilahkan tamunya masuk,meski sebenarnya dia tidak mengenalinya.
"Maaf,Mbak sebenarnya siapa?"tanya Lista.
"Aku Chaca."jawabnya memperkenalkan diri namun pandangannya tidak lepas dari Didi.
Lista tersenyum melihat mata Chaca yang terus memandang suaminya sementara suaminya membuang pandangan kearah lain.
Dengan nafas berat Lista mempersilahkan Chaca duduk,namun dia meninggalkannya.
"Silahkan selesaikan jika kalian masih punya urusan.Ah,harusnya juga jangan dibawa pulang kerumah."kata Lista terus memandang suaminya.
Didi menarik tangan istrinya,menggenggamnya erat seperti setiap kali mereka berdua merasa saling membutuhkan.
Lista paham dengan caranya suaminya melakukannya.
Akhirnya Lista duduk disamping suaminya,meski tidak ada kata-kata yang keluar dari keduanya.
Iqbal berfikir bagaimana cara menyelamatkan Bos nya dari Chaca.
"Bos,ada panggilan dari Mama,katanya ponselmu gak aktif."kata Iqbal.
Didi menatap layar ponselnya dan berpura-pura belum mengaktifkan poselnya.
Didi mendekati Iqbal dan menepuk-nepuk pundaknya.
Chaca berusaha membuka percakapan dengan senyum yang sedikit dipaksa.
"Mbak,sudah lama kenal sama Didi?"tanya Chaca.
"Tentu saja,kami dulu tetangga."jawab Lista.
"Oh ya?"Lalu kapan kalian bertemu lagi?"tanya Chaca.
"Baru lima bulan yang lalu,dan kami langsung menikah."jawab Lista spontan.
Chaca terkejut dengan pengakuan Lista,baru lima bulan bertemu dan Didi langsung menikahinya,sementara dia yang sudah bertahun-tahun menjadi temannya tidak pernah sedikitpun Didi memintanya untuk menjadi pendampingnya.
Hingga akhirnya Chaca memutuskan untuk menerima kakak iparnya dan menjadi ibu dari anak-anak kakaknya.
Chaca hanya menunduk tanpa bisa berkata-kata,air matanya mengalir begitu deras.
Lista melihatnya dan memberikan tisu kepada Chaca dan beranjak mencari suaminya.
"Yang,urus dulu dia."pinta Lista
"Biar aku aja Mbak."kata Iqbal.
Iqbal menemui Chaca dan memintanya untuk pulang,atau kalau perlu dia panggilkan suaminya untuk menjemputnya.
Mendengar kata -kata dari Iqbal Chaca langsung berdiri meraih tasnya dan pergi tanpa pamit.
"Makasih bro."kata Didi.
"Aman itu,Lo yang belum aman menghadapi Nyonya."kata Iqbal sedikit mengejek.
Lista masuk kedalam kamarnya disusul oleh suaminya.
Didi berusaha menjelaskan apa yang terjadi hari ini.
"Terakhir kali aku bertemu dengannya,waktu itu diBukit Besar.Dia pamit kepadaku karena harus menikah dengan Kakak iparnya,waktu itu aku sudah bersiap untuk melamarnya."kata Didi.
Lista tidak merespon kata-kata dari suaminya,dia terus menyibukkan diri dengan mengambil baju ganti milik suaminya.
"Yang,kamu gak marahkan?"tanya Didi dengan menarik tubuh istrinya dan menatap matanya.
"Apa ada urusan yang belum selesai antara kalian?"tanya Lista.
"Tidak ada sama sekali,makanya aku sebenarnya takut keBukit Besar."jawab Didi.
"Kejadian apa yang membuatmu takut?"tanya Lista.
"Waktu itu suasananya masih belum seperti sekarang,saat Chaca pamit dan ingin menikah dengan Kakak iparnya....."
Didi berlari kekamar mandi rasanya ingin memuntahkan semua yang ada diperutnya.
Lista berusaha menenangkan kembali suaminya dengan menepuk-nepuk punggungnya.
"Tidak apa-apa."kata Lista.
Didi menyalakan air kran dan membasuh wajahnya,sementara istrinya membantu mengeringkan dengan handuk.
Senyuman Lista mampu kembali mengobati rasa sakit di ulu hatinya.
"Kamu mandi dulu,biar kusiapakan minuman hangat atau kamu mau makan sesuatu?"tanya Lista.
Didi hanya tersenyum mengangguk,melihat sudah kedua kalinya suaminya seperti ini setiap kali bercerita tentang Bukit Besar.
"Dia sangat cantik,tinggi dan sebenarnya cocok sama kamu."kata Lista sedikit menggoda dengan mencubit dada suaminya.
Didi menahan tangan istrinya dan memeluk kedalam pelukannya.
"Yang airnya sudah penuh,kamu mandi dulu."kata Lista.
Lista meninggalkan Didi keluar dari kamar menuju dapur,namun karena melihat Suci,Mbok Yum dan Mbak Lia dia menghampirinya.Ternyata mereka sedang makan bersama,rujak buah dan beberapa kerupuk yang dibawa Iqbal dari kampung.
"Suci,dimana Iqbal?"bisa panggil dia gak?"tanya Lista.
Suci bergegas memanggil suaminya,ternyata dia nongkrong bersama Pak Rahmat sambil merokok.
Suci kembali masuk kedalam bersama dengan Iqbal.
"Ada apa Mbak?"Bos baik-baik sajakan?"tanya Iqbal.
"Gejalanya sama dengan waktu aku ajak ke Bukit Besar,kalau boleh aku tahu apa yang sebenarnya terjadi?"traumanya karena apa?"dan sejauh mana hubungan Didi dengan Chaca."tanya Lista.
"Apa bos tidak cerita?"tanya Iqbal balik.
"Ceritanya belum selesai dia muntah tapi tidak ada yang keluar."jawab Lista.
"Mereka dulu sangat dekat,nongkrong dan nonton bioskop bersama.Setahuku Bos juga sudah ingin melamarnya waktu itu,tapi karena keputusan Chaca yang tiba-tiba membuat Bos trauma,dan traumanya juga karena kejadian di Bukit Besar."kata Iqbal berhenti.
"Apa?"tanya Lista.
"Maaf Mbak aku gak kuat mau cerita."jawab Iqbal.
Dari Iqbal juga Lista tidak mendapatkan jawaban,sepertinya kejadiannya sangat serius
Mama Haya dan Papa Syarif kembali kerumah membuyarkan pembicaraan antara Lista dan Iqbal.
"Mama sama Papa kemana aja sih?"tanya Lista menyalami kedua orang tuannya.
"Kan Papa kemarin bilang mau kerumah teman."kata Papa.
"Alah bilang aja karena kemarin ada si preman kampung kan?"tanya Lista spontan.
Iqbal dan Mama Haya hanya tertawa mendengar anaknya bicara spontan.
"Nah kamu sadar ya."jawab Papa sambil melawak.
Lista langsung terdiam karena tanpa sadar mengucap kata Preman kampung.Dia pun berlalu meninggalkan Papa dan Mama dengan membawa minuman hangat untuk suaminya.
"Kok bisa keceplosan sih."lirihnya.
Saat Lista kembali kekamar suaminya baru selesai mandi dengan kondisi masih basah disekujur tubuhnya.
Diberikan kepadanya minuman hangat agar membuat sedikit tenang.
"Bagaimana sekarang?"tanya Lista.
"Jauh lebih baik."jawabnya.
Didi memakai baju yang sedari tadi sudah disiapkan oleh istrinya dan mengeringkan rambutnya dengan handuk.
Keduanya masih bingung mau memulainya dari mana,melihat suaminya yang duduk bersandar diranjang membuat Lista tidak ada keberanian untuk bicara.
Suara dering telfon rumah berbunyi memecah kesunyian.
Lista mengangkatnya dan mendengar suara Pak Rahmat diujung sana,Didi buru-buru menyambarnya dan berbicara.
"Iya Pak,ada apa?"tanya Didi.
"Ada kurir mengantar paket buat Bapak."kata Pak Rahmat.
"Kasih langsung sama Iqbal Pak,dan ingat lain kali jangan sembarangan bawa orang asing masuk kerumah!"kata Didi.
Tanpa mendengar jawaban dari Pak Rahmat Didi menutup telfon.
Dihembuskan nafas panjang dari mulut dan menoleh kearah istrinya.
Melihat istrinya tersenyum rasa takut dan gelisahnya tiba-tiba memudar meski belum sepenuhnya.
"Kenapa kamu senyum-senyum."tanya Didi.
"Kamu tambah ganteng saat marah."jawab Lista.
Didi tertawa dengan sedikit gombalan dari istrinya,rasa gelisahnya sirna seketika saat istrinya mampu meredakannya.
Beberapa saat Didi tersadar bahwa tadi sedikit memberi tekanan kepada putrinya.
"Yang,boleh panggil Eri kesini?"tanya Didi.
Lista memanggil Eri dan saat itu juga Richi baru pulang dari sekolah,melihat Eri masuk kekamar Mami buru-buru Richi naik keatas dan ikut nyelonong masuk sampai Eri terdorong.
"Kakak,apaan sih?"pelan bisa gak!"teriak Eri.
"Sorry,aku juga ingin tahu kamu mau ngapain kesini."jawab Richi.