Baru sebulan terikat oleh tali kasih pertunangan dengan pria yang selalu Ayasha panggil Om Rafael, pupus seketika di saat tunangannya berbagi peluh dengan wanita lain. Hancur berkeping-keping hati Ayasha, kecewa dengan pria yang masih saudaranya, ternyata Om Rafael sudah menjalin hubungan spesial dengan sekretarisnya, Delia.
"Aku cinta dan benci dirimu, Om Rafael. I will FORGETTING YOU forever!" teriak Ayasha menahan gejolak emosinya.
"Begitu susahnya aku untuk meminta maaf padamu, Ayasha!" gumam Rafael menatap kepergian Ayasha.
Melupakan segalanya termasuk melupakan Om Rafael menjadi pilihan akhir Ayasha yang baru saja lulus SMU, disaat hatinya hancur gadis itu memilih pindah ke luar kota, dan menyelesaikan pendidikannya ke jenjang S1.
5 tahun Ayasha melupakan mantan tunangannya. Mungkinkah Allah mempertemukan mereka kembali? Jika di pertemukan kembali apa yang di rasakan oleh Om Rafael? Masihkah ada rasa di hati Ayasha untuk Om Rafael atau sudah ada pengganti Om Rafael?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy Ghina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Healing sejenak
Pantai Parangtritis
Matahari sudah terlihat meninggi di atas kepala, ternyata Lena mengajak Ayasha untuk jalan-jalan ke Pantai Parangtritis dengan mengenakan pakaian kerja mereka.
Sungguh lucu saat mereka berdua tiba di pantai lalu menatap diri mereka masing-masing, terutama sepatu high heals mereka yang jelas tidak cocok dengan tempat yang mereka kunjungi. Ayasha dan Lena pun sontak terkekeh, menahan gelinya sendiri ...
Namun bagi Lena inilah yang diharapkan olehnya, melihat Ayasha kembali tersenyum karena sepanjang perjalanan gadis itu lebih banyak melamun dan termenung.
“Sebaiknya kita beli sandal buat ganti sepatu ini,” pinta Lena, lalu wanita itu melepaskan kedua sepatunya.
“Sepertinya begitu,” balas Ayasha dengan turut melepaskan kedua sepatunya. Lalu mereka berdua dengan kedua kaki tanpa alas menuju ke salah satu toko yang menjual sandal dan kaos santai.
Setelah memilih sandal, mereka kembali berjalan menyisiri pantai, blazer yang mereka kenakan pun sudah dilepas tinggal mengenakan kemeja dalam saja.
Ayasha terlihat sangat menikmati angin pantai di siang hari, walau cuaca sedikit terik namun anginnya mampu mendinginkan cuaca terik tersebut.
“Aya, kita duduk di sana yuk, ada tukang kelapa muda tuh,” tunjuk Lena ke arah salah satu tempat kecil, yang di mana banyak buah kelapa dijajakan.
Aya menganggukkan kepalanya, lalu bersama sama ke sana, kemudian memilih salah satu tempat duduk untuk menikmati es kelapa muda di siang hari.
“Lena, makasih ya sudah ngajak aku sini.”
“Sama-sama Aya, ini salah satu tempat ... ya bisa dikatakan menjadi tempat menghibur diri atau sekedar healing jika aku ada masalah, dan biasanya menikmati panorama pantai ... perasaan sedikit membaik.”
Kedua netra gadis itu menatap sendu pemandangan yang terhampar di hadapannya, walau bukan hari libur tetap banyak pengunjung yang datang.
“Aya, jujur aku jadi kepo dengan kejadian tadi di hotel. Aku memang tidak mengetahui cerita masa lalumu, tapi aku berharap kamu kuat menghadapinya. Sebenarnya aku tidak menyangka kalau kamu sama Pak Rafael memiliki masa lalu yang sama.”
Ayasha menundukkan pandangannya lalu menyesap es kelapanya melalui sedotan, kemudian kembali menatap pantai. Memang tidak banyak yang tahu tentang masa lalu dirinya, lagi pula gadis itu bukan tipe yang mengumbar aibnya sendiri kecuali orang yang terdekat yang sangat mengenalnya seperti Amelia, sedangkan dengan Lena memang termasuk teman dekat karena selain teman kerja, Lena dulu kakak seniornya dikampusnya.
“Pak Rafael hanya masa laluku, Lena. Tapi sepertinya sekarang semua orang di hotel jadi tahu.” Suara Ayasha terdengar sedikit serak seperti menahan sesuatu yang ingin membuncah.
Tangan kanan Lena mengusap lembut punggung Ayasha. “Jika kamu tidak mampu menceritakannya, jangan dipaksakan ... Aku hanya ingin beban hatimu berkurang, dan tidak berlarut-larut dalam kesedihan,” ucap Lena dengan lembutnya.
Ayasha menganggukkan kepalanya pelan, tanpa paksaan gadis itu pun menceritakan hubungannya dengan Rafael kepada Lena namun tidak menceritakan hubungan intim yang pernah dia lihat secara langsung. Lena sebagai teman menjadi pendengar yang baik, tidak sedikit pun menyela atau mengajukan pertanyaan.
“Jika aku berada diposisi kamu pasti akan sangat sakit hati dan pasti sangat rapuh saat itu juga. Ternyata kamu kuat juga ya mentalnya padahal saat itu kamu baru lulus sekolahkan?” kata Lena.
“Mungkin kalau aku tidak ingat akan Allah, aku sudah bundir Lena menahan rasa sakitnya. Bayangkan saja disaat aku sudah membuka hati namun kenyataannya aku diduakan selama itu,” jawab Ayasha tersenyum kecut.
“Kalau boleh tahu, kamu masih ada perasaan kah dengan Pak Rafael?”
Ayasha menggeleng kepalanya dengan cepat. “Sudah tidak ada perasaan apa pun.”
“Sekarang setelah menjauh pergi dari Pak Rafael, tapi sekarang kembali bertemu lagi ... malah ternyata menjadi Bos kita.”
“Itulah Lena, hal yang tak pernah kuduga. Kami dipertemukan kembali, dan akhirnya muncul permasalahan baru. Mungkinkah aku harus pergi menjauh kembali?”
“Pergi menjauh mungkin bisa menjadi salah satu solusi, tapi apa iya kamu tidak akan lelah, setiap dipertemukan kamu harus pergi. Dan akhirnya tidak akan pernah selesaikan, lebih baik kamu hadapi ... Seperti sekarang kamu bisa menghadapinya dengan baik. Lagi pula kamu tidak punya perasaan apapun dengan Pak Rafael. Ini hanya saran ku ya, karena semuanya kembali pada dirimu sendiri.”
Pergi jauh ... yang saat ini ada dibenak Ayasha, menghindari pertemuan kembali dengan Rafael dan Delia.
...----------------...
Hotel Inna Garuda
Rafael masih berdiri di luar gerbang hotelnya, kedua netra terlihat kosong dikala menatap lalu lalang kendaraan dan orang-orang yang melewati dirinya. Pria itu merutuki dirinya kenapa untuk kedua kalinya menjadi pria bodoh yang tak bisa mengejar Ayasha. Kenapa dan kenapa!
Hati pria itu sangat mengkhawatirkan Ayasha, dia sangat yakin pasti Ayasha terluka kembali. Namun ada yang dia takutkan yaitu Ayasha akan kembali pergi menjauh darinya seperti dulu.
“Pak Rafael!” panggil Satya menghampiri Bosnya, setelah beberapa saat mencari keberadaan pria itu.
Tatapan Rafael pun buyar lalu menoleh ke samping, pria itu tersenyum kecut. “Kamu tahu Satya, mengapa selama ini saya begitu bodohnya. Lihatlah saya kembali menyakitinya, dan saya tidak bisa mengejarnya,” ucap Rafael lirih.
Bos tuh memang bodoh dari dulu gara-gara nenek lampir! Andaikan Satya bisa bilang langsung seperti itu, tapi sama aja nyari perkara sendiri.
“Satya, saya minta uang bulanan yang biasa dikirim buat Delia mulai saat ini distop, kartu kredit yang dia pegang tolong di blokir. Dan kamu urus dia perpindahan bagian kerja Delia, saya tidak ingin dia menjadi sekretaris saya, terserah kamu mau pindahin ke mana!” perintah Rafael.
Satya menarik salah satu alis, hatinya mulai sorak bergembira, kedua tangannya ingin sekali bertepuk tangan. “Kenapa tidak dipecat saja Delia, Pak Rafael?” celetuk Satya.
Rafael tampak terdiam, ada satu beban kenapa tidak bisa memecat Delia, karena ada rasa bersalah dia telah mengambil mahkota wanita itu tanpa menikahinya terlebih dahulu, dan merasa harus bertanggung jawab namun terasa berat untuk menikahinya. Dilema!
Apa iya Rafael pria pertama yang merebut mahkota Delia?
Sedangkan yang ada di dalam pikiran Satya, kenapa belum Delia di pecat! Karena Rafael masih ada pengaruh guna-guna yang masih menempel di dirinya. Semoga semua kiriman bala yang dikirim oleh Delia cepat minggat!
Rafael menarik napasnya dalam-dalam, tatapannya kembali ke jalan raya. Dia masih berdiri di luar sana dan menghiraukan teriknya matahari yang ada di atas kepalanya.
Dertt ... Dertt ... Dertt
Ponsel Satya yang ada di saku celananya berbunyi, buru-buru pria itu merogoh sakunya.
Nyonya Besar ...
Sesaat Satya melirik Rafael, kemudian dia mulai menjauh dari bosnya agar bisa menjawab panggilan telepon dari Mama Rara.
bersambung ......
ayat yg lebih sesuai.