NovelToon NovelToon
Di Antara Dua Dunia

Di Antara Dua Dunia

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Diam-Diam Cinta / Cinta Seiring Waktu / Cinta Murni / Romansa
Popularitas:2k
Nilai: 5
Nama Author: Papa Koala

Ethan, cowok pendiam yang lebih suka ngabisin waktu sendirian dan menikmati ketenangan, gak pernah nyangka hidupnya bakal berubah total saat dia ketemu sama Zoe, cewek super extrovert yang ceria dan gemar banget nongkrong. Perbedaan mereka jelas banget Ethan lebih suka baca buku sambil ngopi di kafe, sementara Zoe selalu jadi pusat perhatian di tiap pesta dan acara sosial.

Awalnya, Ethan merasa risih sama Zoe yang selalu rame dan gak pernah kehabisan bahan obrolan. Tapi, lama-lama dia mulai ngeh kalau di balik keceriaan Zoe, ada sesuatu yang dia sembunyikan. Begitu juga Zoe, yang makin penasaran sama sifat tertutup Ethan, ngerasa ada sesuatu yang bikin dia ingin deketin Ethan lebih lagi dan ngenal siapa dia sebenarnya.

Mereka akhirnya sadar kalau, meskipun beda banget, mereka bisa saling ngelengkapin. Pertanyaannya, bisa gak Ethan keluar dari "tempurung"-nya buat Zoe? Dan, siap gak Zoe untuk ngelambat dikit dan ngertiin Ethan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Papa Koala, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Porsi Pizza dan Porsi Perasaan

Ethan dan Zoe akhirnya tiba di tempat pizza yang Zoe sebut-sebut enak. Restorannya kecil, dengan lampu-lampu kuning hangat dan suasana santai yang membuat siapa pun yang masuk merasa nyaman. Aroma adonan pizza yang sedang dipanggang menyeruak ke udara, membuat perut Ethan mulai berkeroncong. Zoe membuka pintu sambil bersemangat.

"Ini dia! Tempat pizza favoritku. Aku yakin kamu bakal suka!" Zoe langsung berjalan menuju meja di pojok, tempat yang agak jauh dari jendela besar yang menghadap jalan. "Duduk sini deh, biar suasananya lebih cozy."

Ethan hanya mengangguk sambil tersenyum tipis, mengikutinya duduk. Dia masih sedikit kagok berada di tempat-tempat ramai seperti ini, tapi entah kenapa, bersama Zoe, semuanya terasa lebih mudah. Tidak terlalu mencekam seperti biasanya.

“Jadi, pizza apa yang mau kamu pesan? Aku sih biasanya pesan yang topping-nya banyak! Kalau kamu gimana? Yang klasik atau yang aneh-aneh?” Zoe bertanya sambil membuka menu dengan ekspresi penuh antusias.

Ethan mengangkat bahu. “Apa aja yang kamu pilih, aku ikut aja. Aku nggak terlalu picky soal makanan.”

Zoe mengernyitkan dahi, jelas tak setuju dengan jawaban Ethan yang terlalu pasif. “Gak bisa gitu dong! Kamu harus punya preferensi. Hidup tuh gak selalu bisa 'ikut aja', Eth! Ayo deh, pilih satu, biar aku yang satu lagi. Traktiran pizza ini serius!”

Ethan tertawa kecil. “Oke, kalau gitu... aku pilih yang simple aja, pepperoni mungkin?”

Zoe tersenyum puas. “Nah, gitu dong! Aku pilih yang BBQ chicken, favoritku! Trust me, kamu bakal ketagihan.”

Mereka memesan pizza dan beberapa minuman ringan. Suasana semakin santai saat mereka mulai mengobrol sambil menunggu pesanan datang. Zoe, seperti biasa, mengambil kendali obrolan dengan cerita-cerita serunya. Kali ini, dia menceritakan pengalamannya mencoba kelas yoga, yang akhirnya malah jadi bahan tertawaan karena Zoe terlalu banyak bergerak dan tak bisa diam.

“Serius deh, Eth! Semua orang di kelas itu kelihatan kayak biksu yang tenang dan fokus, sementara aku malah kayak cacing kepanasan. Instrukturnya sampai ngasih aku tatapan ‘kamu pasti nyasar deh ke kelas ini’,” Zoe tertawa lepas, sementara Ethan berusaha menahan tawanya.

“Aku bisa ngebayangin,” jawab Ethan, mencoba serius, tapi senyum di wajahnya tak bisa disembunyikan. “Kamu nggak cocok sama kegiatan yang butuh ketenangan, Zo. Beda banget sama kamu.”

“Exactly! Aku butuh sesuatu yang lebih aktif, makanya aku suka basket. Atau apa aja yang bisa bikin aku terus bergerak. Yoga? Not for me.” Zoe mengangkat bahu. “Tapi, kamu harus coba, Eth. Mungkin kamu bakal jago! Kamu kan tipe orang yang tenang dan bisa duduk diam selama berjam-jam.”

Ethan tertawa. “Mungkin suatu hari. Tapi aku ragu kalau aku bisa fleksibel seperti itu. Kayaknya, lebih gampang buat aku duduk nonton film daripada ngelipet kaki ke belakang kepala.”

Zoe tertawa lagi. “Nonton film jelas lebih mudah, sih.”

Percakapan mereka terputus sejenak ketika pelayan datang membawa pizza. Dua piring besar diletakkan di depan mereka, dan aroma sedap segera memenuhi meja.

“Wow, ini sih lebih besar dari yang kubayangkan,” Ethan berkomentar sambil menatap pizza BBQ chicken pilihan Zoe yang tampak menggoda.

“Yup! Di sini porsi gede banget. Tapi jangan khawatir, aku bakal bantu kamu ngabisin,” Zoe menjawab sambil mengambil satu potong dengan penuh antusias. “Dan ini... adalah bagian terbaik dari malam ini. Saatnya makan!”

Mereka mulai menikmati pizzanya, dan Ethan harus mengakui bahwa pilihan Zoe kali ini benar-benar enak. Rasa BBQ yang manis bercampur dengan keju yang meleleh sempurna di mulutnya. Zoe benar-benar tahu seleranya, meskipun cara dia menikmati makanannya begitu cepat, berbeda jauh dengan Ethan yang lebih tenang.

“Aku bilang juga apa! Ini pizza BBQ paling enak di dunia,” kata Zoe sambil mengunyah potongan kedua. Dia mengedipkan mata, penuh percaya diri.

Ethan hanya mengangguk, “Aku setuju. Nggak salah kamu sering ke sini.”

Setelah beberapa potong pizza dan obrolan ringan, suasana berubah menjadi sedikit lebih hening. Ethan sesekali mencuri pandang ke arah Zoe, seolah mencoba mencari cara untuk memulai percakapan yang lebih serius. Zoe, di sisi lain, masih terlihat asyik dengan pizzanya, tidak menyadari kebingungan Ethan.

“Zo,” Ethan akhirnya bicara, “aku punya pertanyaan, tapi mungkin ini terdengar agak... aneh.”

Zoe meletakkan potongan pizzanya dan menatap Ethan penuh perhatian. “Aneh gimana? Kamu tahu, aku gak pernah nolak pertanyaan aneh. Coba aja, aku siap dengerin.”

Ethan menggaruk-garuk belakang kepalanya, sedikit gugup. “Sebenarnya, kamu pernah gak... ngerasa takut kalau terlalu deket sama seseorang?”

Zoe memiringkan kepalanya, ekspresinya berubah serius. “Takut deket sama seseorang? Maksud kamu gimana?”

Ethan menatap lurus ke depan, mencoba merangkai kata-kata dengan hati-hati. “Ya, aku cuma mikir... kalau semakin kita dekat sama seseorang, semakin besar kemungkinan kita terluka. Atau, mungkin itu cuma perasaan anehku aja. Aku nggak tahu.”

Zoe terdiam sejenak, lalu tersenyum hangat. “Eth, semua orang pasti punya rasa takut kayak gitu. Apalagi kalo kamu udah pernah ngerasain sakitnya. Tapi, bukan berarti kamu harus menjauh dari semuanya. Kalau kayak gitu, kapan kamu bisa nikmatin bagian menyenangkannya?”

Ethan tersenyum kecil, mendengarkan Zoe bicara. Dia selalu kagum bagaimana Zoe bisa membuat sesuatu yang rumit terdengar begitu sederhana.

“Lagipula, Eth, kamu kan nggak sendirian. Kalau kamu dekat sama seseorang, seharusnya kamu bisa ngerasa lebih kuat, bukan lebih takut. Nggak usah khawatir bakal terluka, karena setiap luka bisa sembuh kalau kamu punya orang yang peduli di sekitarmu.”

Ethan mengangguk pelan, masih mencerna kata-kata Zoe. Zoe selalu punya cara untuk membuatnya merasa lebih baik, bahkan ketika dia sendiri tidak menyadari betapa besar dampaknya.

“Tapi kamu sendiri, Zo? Kamu nggak pernah takut?” tanya Ethan, suaranya pelan.

Zoe menggeleng pelan, sambil tertawa kecil. “Takut sih pasti ada, Eth. Tapi aku lebih takut kalau nggak pernah mencoba. Aku selalu mikir, lebih baik aku gagal karena mencoba, daripada aku nyesel karena nggak pernah ngambil risiko sama sekali.”

Ethan tersenyum, kali ini lebih tulus. “Kamu benar. Mungkin aku harus belajar lebih banyak tentang itu.”

Mereka melanjutkan makan, namun kini suasananya terasa lebih ringan. Obrolan mereka kembali ke topik-topik santai, dengan Zoe sekali lagi memimpin cerita-cerita kocaknya yang membuat Ethan tak bisa menahan tawa.

Ketika akhirnya mereka menyelesaikan makan malam, Zoe berdiri dan menghela napas panjang. “Oke, aku sudah kenyang. Gimana? Malam ini cukup seru, kan?”

Ethan mengangguk sambil tersenyum. “Lebih dari cukup. Terima kasih untuk malam ini, Zo.”

Zoe hanya tersenyum lebar. “Jangan terlalu formal dong! Kita harus sering-sering kayak gini. Seru kan?”

Mereka berjalan keluar restoran, angin malam yang sejuk menerpa wajah mereka. Zoe masih penuh energi, seperti biasanya, sementara Ethan merasa ada sesuatu yang berubah dalam dirinya malam ini. Entah kenapa, dunia yang biasanya terasa terlalu besar dan rumit kini terasa sedikit lebih sederhana. Mungkin karena Zoe. Mungkin karena dia mulai membuka diri sedikit demi sedikit, sesuatu yang selama ini dia takutkan.

Dan mungkin, untuk pertama kalinya, Ethan merasa bahwa mengambil risiko untuk mendekatkan diri pada seseorang tidak seburuk yang dia bayangkan.

1
Hunter Cupu
urhyrhyr
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!