Dendam petaka Letnan Hanggar beberapa tahun lalu masih melekat kuat di hatinya hingga begitu mendarah daging. Usahanya masuk ke dalam sebuah keluarga yang di yakini sebagai pembunuh keluarganya sudah membawa hasil. Membuat gadis lugu dalam satu-satunya putri seorang Panglima agar bisa jatuh cinta padanya bukanlah hal yang sulit. Setelah mereka bersama, siksaan demi siksaan terus di lakukan namun ia tidak menyadari akan perasaannya sendiri.
Rahasia pun terbongkar oleh kakak tertua hingga 'perpisahan' terjadi dan persahabatan mereka pecah. Tak hanya itu, disisi lain, Letnan Arpuraka pun terseret masuk dalam kehidupan mereka. kisah pelik dan melekat erat dalam kehidupannya. Dimana dirinya harus tabah kehilangan tambatan hati hingga kembali hidup dalam dunia baru.
Bagaimana kisah mereka selanjutnya???
Penuh KONFLIK. Harap SKIP bagi yang tidak biasa dengan konflik tinggi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NaraY, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
29. Tak terduga.
"Aku tidak mau tau, kau angkat dan kau bawa perempuan ini ke basecamp..!!! Kita boleh brutal, Gar..!! Tapi jangan sampai kita tidak memanusiakan manusia..!! Keluarganya mungkin pendosa, tapi anaknya belum tentu bersalah." Kata Bang Bowo.
"Istriku juga tidak salah, tapi mereka memperlakukan istriku tidak manusiawi." Bentak Bang Hanggar.
Bang Bowo yang paham kondisi sahabatnya segera memeluknya, percuma saja beradu argumen dengan pria yang sedang panas hati dan pikiran.
"Bawa perempuan ini dulu..!! Nanti kita bicara..!! Ingat, kamu punya istri yang sedang hamil..!!" Bujuk Bang Bowo merendahkan suaranya.
Dengan rasa tanggung jawab, Bang Hanggar mengangkat tubuh Yassa dan membawanya ke basecamp..!!"
:
Tidak ada yang tidak terkejut dengan tindakan Bang Hanggar. Bang Axcel, Bang Rumbu dan bahkan Bang Raka menatap tajam ke arah Dantim.
Pandangan mereka sesekali mengarah pada sosok Yassa yang 'terluka parah karena 'penanganan' Letnan Hanggar.
Tak lama Dokter Sarah datang dan memberi kabar pada seluruh rekan. "Permisi Dokter Bowo dan para komandan semua. Saya hanya mau mengabarkan bahwa Arlian sudah bangun dan keadaannya... kurang baik. Sejak tadi Arlian mengamuk. Kami masih berusaha menenangkan. Mohon maaf, Arlian mengalami pendarahan yang cukup parah." Ucapnya kemudian meninggalkan tempat.
Dada Bang Hanggar bagai terhantam, hatinya ketakutan jika calon bayi kecilnya tidak bisa bertahan dalam perut ibunya. Harapnya untuk menjadi seorang ayah untuk kedua kalinya terancam sirna.
Bang Hanggar berlari menuju kamar dan melihat keadaan Arlian.
:
Kini Bang Bowo menengahi semua. Bang Bowo meminta seluruh rekannya untuk duduk tenang. Hati-hati sekali dirinya berhadapan dengan seluruh rekan.
"Terus terang, saya bingung mengatakannya. Keadaan Arlian tetap sama dan belum ada perubahan yang signifikan, malah kini semakin parah. Saat ini.. sebagai dokter sekaligus sebagai sahabat Hanggar, sahabat kalian semua.. saya akan bersikap netral. Saya ingin katakan pada kalian untuk bisa menahan diri dan menahan emosi. Satu bulan ini keadaan kita panas hingga pikiran dan hati kita ikut panas." Kata Bang Bowo.
"Sebenarnya ada apa? Apa ada sesuatu yang urgent?" Tanya Bang Raka.
"Iya. Sangat."
"Ada apa? Tentang perempuan itu??????" Bentak Bang Axcel dan ucapnya seakan sudah bisa menebak arah pembicaraan Bang Bowo.
Pandangan Bang Axcel beralih pada Bang Hanggar. Jemarinya mengepal kuat. "Kau............"
"Dengan sadar, aku melakukannya. Aku ingin dia merasakan apa yang Lian rasakan..!!" Jawab Bang Hanggar dengan ksatria meskipun semua terdengar menyakitkan.
"Nikahkan mereka..!! Papa yang tanggung jawab..!!" Kata Papa Hara yang entah sejak kapan sudah berada di sana.
"B*****t.. ini yang kau katakan arti setia dan tanggung jawab???????" Bang Rumbu yang biasanya bisa menahan emosi kini langsung menghajar seniornya habis-habisan.
bagghh.. buugghh..
Tanpa perlawanan Bang Hanggar menerima semua konsekuensi dari perbuatannya yang tidak bermoral.
Tak cukup dengan itu, Bang Axcel turun tangan dan menginjak dada Bang Hanggar sekuatnya.
"Kalian semua tolong jangan mengedepankan emosi lagi..!!!" Tegur Papa Hara kemudian membantu Bang Hanggar untuk bangkit.
~
Papa Hara mendekap menantunya untuk melindunginya dari serangan kedua putranya.
"Papa tidak katakan kalau Hanggar tidak salah. Jelas Hanggar bersalah, telak dan fatal. Tapi..... Takdir sudah katakan bahwa kita harus menghadapi semua ini. Mungkin inilah rencana terbaik Allah untuk kita semua." Kata Papa Hara menenangkan kedua putranya.
"Tapi Pa......!!!"
"Dengar Axcel, Rumbu dan kamu.. Hanggar..!!!!" Papa Hara menitikkan air mata, sekuatnya ia mengendalikan diri dan emosi demi kedamaian semua. "Wanita yang kamu siksa, kamu hajar habis-habisan itu adalah anak perempuan dari Letda Putra, putrinya menjadi anggota lepas satuan kriminal. Dulu ayah beliau adalah anggota Papa." Kata Papa Hara. "Zifanya hamil. Apapun itu kamu harus tanggung jawab, Gar..!!"
"Astaghfirullah hal adzim..!!" Bang Hanggar memejamkan matanya, batinnya terpukul dan merasakan kesakitan yang teramat sangat. Dadanya terasa sesak hingga dirinya nyaris pingsan mendengarnya.
"Baru nyebut kau, Gar..!!!!" Bentak Bang Axcel.
Bang Axcel dan Bang Rumbu tak kalah syok mendengarnya.
"Gaaarrr..!!!!" Papa Hara panik melihat menantunya sudah sedemikian lemas.
:
Kejiwaan Arlian yang tidak stabil membuat putri ex panglima itu harus kehilangan calon anak keduanya. Demi menjaga mental Arlian, Papa dan para Abang berunding.
"Saya hanya melakukannya satu kali dan saya tidak mau menikahinya Pa..!! Tolong jangan paksa saya..!!" Pinta Bang Hanggar.
"Satu kalimu itu menimbulkan perkara, Gar..!! Kamu sudah terlanjur menyiksanya, kamu juga sudah membuat anak gadis orang hamil. Meskipun seandainya Fanya bukan putri Letnan Putra, tapi sebagai laki-laki kamu harus bertanggung jawab..!! Hal ini juga demi kebaikan semua..!!" Ucap tegas Papa Hara sebenarnya begitu emosi namun dengan berbagai pertimbangan, beliau menekan emosinya.
Kini Bang Axcel mengerti arah pembicaraan Papanya. Ia menarik nafas dalam-dalam. Bang Rumbu pun paham dengan keadaan.
"Mungkin Papa sangat egois tapi............"
"Aku juga egois. Tapi aku mengijinkan, menikahlah dengan Fanya.. setidaknya Arlian bisa 'menggendong bayi'..!!" Kata Bang Axcel.
Bang Hanggar kembali duduk lemas. Ia melihat Arlian terbaring tanpa daya usai kehilangan bayi mereka sedangkan dari tempatnya, Bang Hanggar melihat Fanya terbaring penuh luka dan sedang mengandung hasil amarahnya yang membabi buta.
Beberapa saat kemudian Bang Prawira datang bersama Pak Putra. Dengan emosi, Bang Prawira menarik kerah seragam Bang Hanggar dan menghajarnya tanpa ampun, pria tersebut membanting tubuh littingnya.
"Kenapa laki-laki sepertimu bisa hidup di dunia ini???" Sama buasnya seperti Bang Hanggar, pria tersebut menindak sendiri sahabatnya.
buugghhh...
Saat Bang Prawira akan mencabut pistolnya, Papa Putra menahan putranya. "Le.. cukup..!!"
Bang Prawira menghapus lelehan bening dari bingkai matanya. Hatinya kembali nyeri melihat adik perempuannya di dalam ruang kesehatan.
Papa Putra berhadapan langsung dengan Papa Hara dan kedua pria setengah baya itu saling memeluk dan saling menguatkan.
Saat semuanya lengah, Bang Prawira kembali hendak menghantam Bang Hanggar namun ada suara dari dalam ruang kesehatan yang tidak jauh dari mereka.
"Ketahuilah, semua ini adalah bagian dari sebuah resiko pekerjaan, saya bertanggung jawab atas imbas dari pekerjaan saya. Jangan sepenuhnya menyalahkan Pak Hanggar, kita semua buta situasi..!!"
:
Bang Hanggar melepas pecinya, ia menggenggam erat tangan Arlian. Tangisnya tak terbendung lagi.
"Maafkan semua kesalahan Abang..!! Abang terlalu emosi tentangmu sampai akhirnya seperti ini. Anak itu adalah anakmu, cepat 'sadar' dek..!!" Bang Hanggar meringkuk terisak-isak dalam tangisnya.
"Gar, Fanya mual..!! Kamu bisa bantu atau tidak??" Tegur Bang Prawira.
Sebenarnya Bang Hanggar begitu malas menemui Fanya, tapi kini Fanya telah menjadi istrinya juga. Mau tidak mau, Bang Hanggar pun bangkit setelah meninggalkan satu kecup sayang di kening Arlian.
:
Fanya begitu pucat dan tidak sanggup berdiri di kakinya sendiri. Ia hanya bisa menggenggam erat dua saku seragam Bang Hanggar sebagai penopang tubuhnya.
Ini kali pertama Bang Hanggar melihat perjuangan wanita yang tengah mengandung. Sejak tadi Fanya terus saja mual hingga tidak ada apapun yang keluar dari kerongkongannya.
Bang Hanggar hendak mendekap Fanya yang sudah lemas namun gesture tubuh Fanya seolah menghindar dengan rasa takut dan sisa tenaganya.
Perlahan dan hati-hati Bang Hanggar mendekapnya kemudian membersihkan bibir Fanya lalu mengangkatnya menuju ruang kesehatan.
"Terima kasih Pak Hanggar." Kata Fanya.
Bang Hanggar tidak menjawabnya, sikapnya masih tetap dingin sedingin es.
.
.
.
.
mbak nara yg penting d tunggu karya terbarunya
buku baru kpn mbak.. 🙏 penasaran sm mbak Fanya dn Bang Juan.