Bagaimana perasaan jiwamu jika dalam hitungan bulan setelah menikah, suami kamu menjatuhkan talak tiga. Lalu mengusirmu dan menghinamu habis-habisan.
Padahal, wanita tersebut mengabdi kepada sang suami. Dia adalah Zumairah Alqonza. Ia mendadak menjadi Janda muda karena diceraikan oleh suaminya yang bernama Zaki. Zaki menceraikan Zumairah karena ia sudah bosan dan Zumairah adalah wanita miskin.
Bagaimana nasib Zumairah ke depannya? Apakah dia terlunta-lunta atau sebaliknya? Yuk, cap cus baca pada cerita selanjutnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayu Sekti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Beda
Saat siang, Setelah istirahat siang, Zuma ke dapur sederhana untuk mengambil air putih karena haus. Dua gelas air putih, sudah melegakan tenggorokannya.
Setelah dirasa hilang rasa hausnya, ia akan kembali ke ruang depan di mana Ibu dan Arga sedang berbincang. Namun, suara seorang wanita menghentikan langkahnya. Ia terkejut melihat tetangganya yang bernama Wiwin sedang menggoda Arga dengan sangat berani.
Bahkan, ia melihat Arga di—ci um pipinya oleh Wiwin. Hati Zumairah panas berkobar. Hal tersebut membuat ia urung untuk bergabung bersama mereka. Sebelum Zuma lebih dalam sakit hatinya, ia menuju dapur kembali dan menantikan Wiwin pergi.
Diam-diam Zuma menangis karena ia takut jatuh cinta dengan Arga Dinata. Ia trauma dengan pernikahannya yang dulu ketika bersama Zaki.
Saat ia menangis, tidak lama Arga datang dan menyapa dirinya dari belakang. Ia malu untuk menatap Arga karena ia tidak mau ketahuan jika ia sedang menangis.
"Zuma, kamu diam bagai patung? Apa yang terjadi denganmu? Jawab Zuma?" taya ulang Arga dengan hati panik.
Beberapa menit setelah Zuma mengusap air matanya, ia berbalik dan menghadap ke arah Arga. Ia tidak berani menatap Arga.
"Tidak apa-apa. Aku hanya sedikit pusing saja," kata Zuma berbohong. Padahal dia sedang cemburu berat.
Arga sedikit tidak percaya. "Oh, kamu kelelahan ya? Istirahatlah yang banyak. Apa perlu saya antar kamu ke Dokter?"
Arga mengkhawatirkan kondisi kesehatan Zumairah.
Zuma malu-malu. "Tidak perlu. Saya ke kamar sebentar," kata Zuma yang langsung ke kamar untuk menenangkan pikirannya yang gelisah.
Terlihat di ruang tamu, Wiwin sudah pergi. 'Pasti ini gara-gara wanita norak bernama Wiwin. Aku harus melakukan sesuatu agar dia tidak bisa bertemu aku,' batin Arga geram.
Karena Zuma masuk ke dalam kamar, Arga mendekati Bu Dijah yang sedang membuat sapu lidi dari tanaman kelapa.
Bu Dijah menatap hangat Arga Dinata. "Zuma ke mana Nak? Apa dia ke kamarnya? Tumben hari ini dia terdiam," kata Bu Dijah penasaran dengan Zuma yang tiba-tiba mengurung diri di kamar.
Arga menghela nafas. "Sejak wanita yang tadi ke sini, Zuma berubah sikap, Bu," kata Arga yang ikut membantu pekerjaan Bu Dijah.
Bu Dijah tersenyum dan geleng-geleng. "Oalah, Anak Ibu sedang cemburu itu. Berarti Nak Arga sedang dipikirkan oleh Zuma. Wiwin memang keterlaluan. Nanti Ibu akan melarang Wiwin ke sini jika hanya menggoda Nak Arga."
Bu Dijah paham akan yang dirasakan Zuma sekarang. Bu Dijah juga pernah muda.
Arga masih panik. "Apa Zuma baik-baik saja Bu? Apa perlu saya menikah dengan Zuma secepatnya. Saya serius ingin menikahi Zuma Bu. Walaupun kedua orang tua Arga tidak setuju jika saya menikah dengan Zuma, tetapi saya ingin nekat. Saya sangat mencintai Zuma apa adanya."
Arga tiba-tiba mengeluarkan unek-unek hatinya kepada Bu Dijah. Pria tampan itu berbicara apa adanya agar Bu Dijah mengetahui latar belakang keluarganya. Dan siapa tahu Bu Dijah memberi solusi.
Bu Dijah terbelalak karena pengakuan Arga yang secepat itu ingin menikah dengan anaknya. Yang tadinya sibuk membuat sapu lidi, karena Arga membicarakan pernikahan, Bu Dijah menghentikan pekerjaannya.
"Nikah itu hidup bersama sampai menuju tua dan sampai akhir hayat, Nak. Pikirkanlah matang-matang. Dan coba lihat jika kamu menikah dengan Zuma, apakah masa depanmu akan bahagia. Ibu sih setuju saja, tapi kedua orang tua kamu itu malah menentang. Maklum lah Nak, kita ini orang kampung, sementara kalian orang kota, pasti menginginkan anaknya menikah dengan orang kaya juga. Saran saya, perbaikilah hubungan kamu dengan keluarga Nak Arga. Jika memang mereka egois, dan kamu benar mencintai Zuma, tanpa restu dari mereka, Nak Arga bisa menikah dengan wali hakim, tapi yaitu, terkendala restu orang tua," kata Bu Dijah yang menyayangkan juga.
Mata Arga berkaca-kaca. "Itu Bu masalahnya. Arga bingung mendapatkan restu dari orang tua. Di sisi lain, saya sangat mencintai Zumairah. Sampai-sampai saya rela ikut ke sini semata hanya ingin mengetahui keluarga Zuma. Apakah orang tuanya setuju jika menikah dengan saya!" tutur Arga dengan serius.
Pria itu sedih, kedua orang tuanya payah dan menuntut banyak hal tentang pernikahan.
Bu Dijah menepuk pundak Arga yang dekat dengan Bu Dijah. "Jangan bersedih Nak. Siapa tahu suatu saat nanti kedua orang tua kamu berubah. Jangan buru-buru menikah. Berbaiklah dengan kedua orang tuamu beberapa waktu ini. Luluhkan hati mereka agar kalian mendapat restu. Karena restu kedua orang tua itu juga penting," kata Bu Dijah apa adanya.
Arga mendapat pencerahan dari Bu Dijah. Ia semakin bersemangat untuk mempertahankan hatinya agar bisa menuju pelaminan bersama Zumairah.
"Terima kasih, Bu. Arga akan coba, setelah Ibu selesai panen, Arga akan pulang sebentar menemui kedua orang tua Arga dan mempersiapkan segala sesuatunya. Yang terpenting, Ibu merestui hubungan saya dengan Zuma," kata Arga menegaskan.
Bu Dijah mengangguk. "Kalau Ibu yang terpenting kamu jangan seperti Zaki yang egois dan suka berselingkuh. Jadilah laki-laki yang bisa momong istri menuju jalan ke surga Nak. Hidup rukun dan tidak neko-neko," kata Bu Dijah yang hanya bisa mendoakan yang baik-baik.
Akhirnya Bu Dijah dan Arga saling berbincang membahas tentang pernikahan. Diam-diam Zumairah mendengar semua ucapan Arga yang membuatnya semakin ingin menangis.
'Tuhan, akupun sebenarnya sangat mencintai Arga, namun, aku tahu diri hanya rakyat jelata. Sebelum terlalu sakit, aku harus menjaga jarak dengan Arga. Aku nggak boleh terlalu percaya diri,' batin Zumairah yang masih berada dalam kamarnya. Ia tidak mau mengharapkan lebih kepada Arga untuk menuju pernikahan. Ia ingin hidup tenang bersama sang Ibu.
***
Keesokan harinya. Pada waktu ini sudah pagi hari. Bu Dijah mempersiapkan diri di sawah. Sementara Zumairah mempersiapkan bekal seperti biasanya. Namun, hari ini dia tidak banyak berbicara.
Ia sudah menata hidangan sarapan di atas meja kayu. Tidak lupa ia menyiapkan satu teko teh hangat manis.
Tok tok!
Assalamu'alaikum!
Terdengar suara Arga yang mengucapkan salam dari luar rumah Bu Dijah. Tidak lama, Bu Dijah membuka pintu.
"Nak, sarapan dulu yuk?" titah Bu Dijah yang mempersilakan Arga untuk sarapan.
Akhirnya Arga dan Bu Dijah berada di ruang makan.
Arga mencari-cari sesuatu ke seluruh penjuru ruangan. "Bu, Zuma tidak ikut kita sarapan?" tanya Arga penasaran.
Bu Dijah pun sama. Netranya mencari-cari keberadaan Zuma namun tidak ada. "Zuma, kamu di mana? Hentikan aktivitasmu. Ayo kita sarapan dulu," kata Bu Dijah dengan suara nyaring agar Zuma mendengar.
Lima menit, sepuluh menit dan sampai lima belas menit mereka menunggu kedatangan Zuma, namun sia-sia. Zuma tidak muncul entah ke mana.
"Kemana sih Zuma? Apa dia marah sama aku ya, Bu?" tanya Arga kepada Bu Dijah.
Bu Dijah menggelengkan kepala. "Kita sarapan dulu saja. Biarkan dia sendiri. Mungkin dia sedang memikirkan sesuatu. Jika sedang sedih, Zuma seperti itu, tapi kamu jangan khawatir. Kalaupun dia tidak ke sawah, biarkan, biar Ibu dan para tetangga yang memanen padi. Biarkan Zuma istirahat di rumah. Saat di kota, mungkin Zuma jarang istirahat, kasihan."
Bu Dijah membiarkan Zuma dalam kesendiriannya. Ia paham akan watak anak semata wayangnya tersebut.
"Oh, Ibu sarapan dulu saja. Saya sudah kenyang."
Karena Zuma tak ada, Arga kehilangan mood untuk makan. Walau Bu Dijah menenangkan hatinya namun, ia risau.
Bu Dijah akhirnya memulai sarapan karena ia akan bekerja keras memanen padi. Harus punya tenaga ekstra agar terjaga staminanya.
"Kalau Nak Arga tidak sarapan, tidak usah ikut panen! Membutuhkan tenaga kuat ketika memanen padi Nak. Jangan ngeyel! Biarkan Zuma ngambek. Nanti juga sembuh sendiri. Ibu tahu pikiranmu, Nak!"
Bu Dijah mendesak Arga untuk sarapan. Akhirnya, Arga sarapan namun, hanya sedikit tidak seperti kemarin satu piring kurang, ia nambah lagi sampai dua kali.
Tok tok tok!
"Arga Dinata! Apakah kamu di dalam rumah ini. Cepat keluar!"
Nada tinggi terdengar dari luar pintu membuat Arga terbelalak.
Ketika Arga dan Bu Dirga sedang sarapan, terdengar orang sedang mengetuk pintu dan memanggil nama Arga. Arga terkejut dengan siapa suara yang mengetuk pintu tersebut.
demi harta sanggup berjual beli...tampa memikirkan perasaan anak....egois....tepi....adakah Arga akan bahagia...pasti saja tidak...Arga amat mencintai Zuma...walaupun demikian....Arga perlu bertegas pada Papa Wira Arga....bahawa kamu tetap dengan keputusan mu memilih Zuma....kebahagiaan adalah penting walaupun nama mu di coret dalam keluarga....bawa diri bersama Zuma ke tempat lain dan buktikan bahawa tanpa harta keluarga kamu boleh bahagia gitu..lanjut...