Juliette, terlahir dari keluarga yang minim simpati dan tidak pengertian.
Membuat ia tumbuh menjadi gadis mandiri dan sulit berekspresi.
Di tengah perjalanan hidupnya yang pahit, ia justru bertemu dengan yang Pria semakin membuat perasaannya kacau.
Bagaimana kelanjutan hidup Juliette?
Akankah ada seseorang yang memperbaiki hidupnya?
Simak kelanjutannya, Behind The Teärs by Nona Lavenderoof.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lavenderoof, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29 Merayu
Tinggi pria itu sejajar dengannya, sesuatu yang jarang dia temui.
Bahkan lebih langka lagi karena saat ini ia mengenakan sepatu hak tinggi. Padahal disini dialah yang paling tinggi.
Ketika dia berhenti tepat di hadapan Juliet, dia membungkukkan tubuhnya sedikit, memberikan salam yang elegan.
"May I have the honor of this dance?" tanyanya, suaranya dalam dan lembut, seolah langsung masuk ke hati Juliet.
Juliet terdiam sejenak, bingung oleh perasaan aneh yang tiba-tiba memenuhi dirinya. Dia mengangguk kecil, meskipun hatinya ragu.
Pria itu mengulurkan tangan, dan Juliet merasakan kehangatan aneh saat jemarinya bersentuhan dengan jemari pria itu.
Mereka mulai berdansa, mengikuti irama waltz yang indah.
Juliet terkejut dengan betapa mudahnya mereka bergerak bersama, seolah-olah tubuh mereka selaras dengan musik.
Namun, setiap kali Juliet mencoba menatap wajah pria itu lebih dekat, matanya seolah kabur, menyembunyikan detail-detail yang dia ingin kenali.
"Who are you?" tanya Juliet pelan, suaranya hampir tenggelam dalam denting piano yang mendominasi ruangan.
Pria itu tersenyum kecil, tetapi tidak menjawab. Sebaliknya, dia memiringkan kepalanya sedikit, seperti mengisyaratkan bahwa Juliet tidak perlu tahu.
Saat musik berhenti, pria itu perlahan melepas genggaman tangannya. "I’ll see you again," katanya, lalu mundur selangkah dan berbalik, menghilang di kerumunan tamu dengan gaun dan topeng berwarna-warni.
Juliet berusaha mengejarnya, tetapi langkah kakinya terasa berat, seperti tubuhnya ditahan oleh sesuatu.
Juliet mencoba memanggilnya, tetapi suara itu tidak keluar. Dia berdiri mematung, menyaksikan punggung pria itu menghilang di antara kerumunan tamu dengan gaun dan topeng berwarna-warni.
Tiba-tiba suasana menjadi aneh. Suara alunan musik yang lembut berubah menjadi sangat kasar bahkan seperti melukai telinganya.
Juliet berteriak meminta tolong, namun tak ada satupun yang mendengarnya. Orang-orang disana berterbangan dan menghilang karena terganggu oleh suara itu.
Juliet terbang menyusul mereka, namun seperti kelemahannya, ia terjatuh karena suara berisik itu kembali memekak telinganya.
-
Cring... Cringg...
-
Dering alarm terus berbunyi. Juliet terbangun dari tidurnya dengan sedikit rasa berat di kepala, mungkin karena mimpinya yang terasa begitu nyata.
Terbangun dengan napas yang tidak beraturan. Kamar asramanya gelap, hanya diterangi lampu kecil. Dia menyentuh wajahnya, menyadari ada jejak kecil dari sesuatu rasa yang belum pernah dia alami.
Sebuah keinginan yang muncul dari bawah sadarnya ingin menikmati dunia yang indah dan bebas, meskipun hanya untuk sesaat.
Dia menatap sekeliling kamar asramanya yang remang-remang, baru saja diterangi sinar matahari pagi yang menyelinap masuk melalui tirai.
Sebelum ia sempat memproses pikirannya, Myra yang sejak tadi menunggunya langsung bergegas mendekat. Energinya meluap-luap seperti biasanya.
“Kau sudah bangun? Wait! Aku ambilkan minum! Tunggu sebentar!” kata Myra sambil melesat ke meja kecil, menuangkan segelas air dingin dari botol.
Juliet hanya diam, duduk di tepi tempat tidur dengan tatapan kosong. Gelas air sudah di depan wajahnya, namun ia belum mengangkat tangan untuk menerimanya.
“Kau mau sarapan apa? Akan ku siapkan!” Myra melanjutkan dengan semangat yang tidak kenal lelah.
Juliet masih terdiam, belum menjawab. Myra melompat mendekat lagi, duduk di lantai di hadapan Juliet. Dia memperhatikan wajah temannya dengan cermat.
“Kau lelah? Biar aku pijat tubuhmu!” Myra menempelkan tangannya di bahu Juliet, mencoba memberi pijatan ringan.
Namun, Juliet tiba-tiba berdiri, menghindar.
“Kau mau ke mana? Bilang saja, biar aku ambilkan!” Myra bertanya lagi, dengan suara yang mulai panik karena Juliet tetap bungkam.
Juliet memutar tubuhnya perlahan, menatap Myra dengan ekspresi datar.
“Aku ingin mandi. Kau mau ikut.” tanyanya dengan datar, setengah malas menanggapi energi Myra yang berlebihan.
Myra mendengus, “Mandi? Sendiri saja! Aku tidak mau kedinginan pagi-pagi begini.” Dia melipat tangannya di dada sambil pura-pura merajuk.
Juliet tetap dengan wajah datar mengambil handuk dan pergi ke kamar mandi. Myra menatap pintu kamar mandi yang tertutup, kemudian bergegas menyiapkan sarapan di meja kecil mereka.
*
Setelah beberapa saat, Juliet keluar dengan rambut basah yang terurai. Aroma sabun yang segar memenuhi kamar.
Hope you enjoy this bab!
Thank you and happy reading!