Tak pernah terpikirkan sebelumnya jika Aruna harus menikah setelah kehilangan calon suaminya 1 tahun yang lalu. Ia dengan terpaksa menyetujui lamaran dari seorang pria yang ternyata sudah beristri. Entah apapun alasannya, bukan hanya Aruna, namun Aryan sendiri tak menerima akan perjodohan ini. Meski demikian, pernikahan tetap digelar atas restu orang tua kedua pihak dan Istri pertama Aryan.
Akankah pernikahan tanpa cinta itu bertahan lama? Dan alasan apa yang membuat Aruna harus terjebak menjadi Istri kedua?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Trilia Igriss, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29. Kebiasaan yang tak biasa
Waktu kembali berlalu, dan Aruna masih tak berniat keluar dari rumah, meski sekedar menghirup udara luar. Ia terus mengurung diri dengan rutinitasnya sendiri. Setiap hari Ia selalu berdiam di balkon yang Ia ubah menjadi sebuah taman untuk bersantai. Tak heran jika Ia betah di sana, selain sejuk, taman buatannya juga begitu menenangkan sampai Bi Ima yang berniat mengantarkan camilan atau teh pada Aruna saja selalu berlama-lama dengan alasan ingin membantu Aruna menyiram tanamannya.
Seperti halnya hari ini, Bi Ima ke kamar Aruna untuk mengantarkan apa yang Aruna inginkan sebelumnya. Camilan manis beserta minuman hangat Aruna minta sebagai teman nongkrongnya di balkon. Dan seperti biasa, Bi Ima selalu menawarkan diri untuk membantu Aruna.
"Bibi gak sibuk?" Tanya Aruna memastikan. Ia tak ingin jika mertuanya akan memarahinya karena sudah membuat Bi Ima lalai pada pekerjaannya.
"Sudah ada yang lain yang melanjutkan, Bu." Jawab Bi Ima terdiam sejenak ketika Ia tengah menyiram satu persatu tanaman hias milik Aruna.
"Bibi mau temani aku di sini, gak? Itu pun kalau Bibi senggang."
"Sekarang bisa Bu, tapi setelah jam makan siang, saya harus ke rumah Ibu Sundari."
"Mau apa Bi?"
"Katanya ambil sesuatu untuk Pak Aryan dan Ibu di sini." Mendengar jawaban Bi Ima, Aruna termangu sejenak, Ia penasaran apa yang akan diberikan mertuanya? Apakah surat cerai? Tiba-tiba Aruna menggeleng menepis pikiran negatif. Apapun yang akan Sundari berikan akan Ia terima. Begitu tekadnya.
"Bi.... nanti kalau ke rumah Ibu, pulangnya beli anggur hijau, boleh?" Pintanya ditanggapi anggukan oleh Bi Ima.
"Boleh Bu? Apa lagi? Biar sekalian saya beli."
"Em... apa lagi ya? Kalau sekalian beli camilan pedas yang di dekat Mall, boleh tidak Bi?" Lagi, Bi Ima mengangguk dengan senyum yang begitu menenangkan.
"Boleh Bu. Nanti saya catat apa saja yang Ibu mau."
"Aaa makasih Bi..." saking bahagianya, Aruna sampai memeluk Bi Ima dengan erat dan manja. Ia merasa jika wanita di depannya ini seperti Oma yang selalu menuruti keinginannya. Bedanya, Oma akan memberikan semua hal dengan uang Oma sendiri. Tapi dengan tidak dipersulit, Aruna sudah merasa bahagia.
...----------------...
"Sayang, nanti sore, Mas mau ke rumah Aruna, ada barang yang tertinggal. Tapi kalau kamu gak izinin, Mas bisa suruh supir Mas untuk ambil. Cuma masalahnya, Aruna gak tahu tempat Mas simpan barangnya." Ujar Aryan meminta izin pada istri pertamanya yang akhir-akhir ini begitu manja dan tak ingin ditinggalkan olehnya. Bahkan sudah hampir 2 pekan Ia tak pulang ke rumah Aruna. Ia begitu penasaran bagaimana kabar Aruna saat ini.
"Gapapa Mas. Kalau Mas mau nginap juga boleh. Nanti malam, aku mau nginap di villa Maya, suaminya ada pekerjaan di luar kota. Gapapa kan Mas? Cuma semalam aja." Aryan mengernyit sejenak. Ia terkejut akan perubahan sikap Gita yang berubah secara tiba-tiba. Dimana sikap manjanya?
"Ya sudah... hati-hati ya! Kalau kangen sama Mas, telpon aja."
"Ishhh enggak ah. Masa aku ganggu Mas sama Aruna."
"Ganggu apa? Mas jarang disapa sama Aruna. Jarang ngobrol juga." Kini giliran Gita yang mengernyit. Pikirannya berkecamuk mendengar jawaban Aryan tersebut.
"Terus kalau buat anak, giman--emmhh." Belum selesai Gita mengoceh, Aryan menutup mulut istrinya itu dengan gemas.
"Mulut mu sayang. Apa itu? Kenapa bahasanya begitu?" Tegurnya tak habis pikir.
"Ya kan aku nanya aja Mas."
"Makin lama ku makin ngawur. Udah ya! Mas mau berangkat kerja." Cepat-cepat Aryan meninggalkan Gita yang langsung tersenyum dan tertawa kecil melihat kekesalan dan sikap malu-malu suaminya. Namun, hatinya masih sedak saat membayangkan kebersamaan Suami dan madunya nanti. Bagaimana pun, Aryan pasti tergoda dengan Aruna karena sudah lama tidak bertemu.
...----------------...
Sesuai rencana, Aryan gegas pulang ke rumah Aruna. Sebelum itu, Ia mampir ke sebuah toko untuk memberi oleh-oleh pada Aruna. Bayang-bayang kesalahannya tempo hari masih membuatnya menyesal. Dimana Ia pergi begitu saja untuk menemui Gita, dan besoknya Ia mendapati makanan yang ada di dalam bingkisan sudah basi dan tidak layak untuk di konsumsi. Hari ini, Ia tak ingin membuat kesalahan lagi.
Sampai di rumah, Aryan tak mendapati Istrinya dimana pun. Sayup-sayup terdengar suara percikan air dari dalam kamar mandi setelah Ia memasuki kamar. Tak menyangka ada Aryan di kamar tidur, Aruna dengan santai keluar hanya dengan memakai handuk yang Ia lilit di tubuhnya saja. Rambut basah dan mata menatap ke lantai membuat Aryan yakin jika istrinya tak menyadari keberadaannya. Tetesan air yang masih mengalir di bahunya berhasil membuat Aryan memalingkan wajah. Perlahan Ia kembali melirik Aruna yang tengah membelakanginya karena kini istrinya itu sedang asyik mencari pakaian. Namun tiba-tiba Aruna terdiam, Ia perlahan membalikkan tubuhnya dan terhenyak saat mendapati Aryan tengah duduk di ujung ranjang.
"Aaa! Mas? Se-sejak kapan?" Pekiknya bersembunyi di balik pintu lemari. Hal itu mengundang tawa Aryan akan tingkah konyol Aruna tersebut.
"Kenapa sembunyi? Aku sudah tahu dalam handuk itu bagaimana." Wajah Aruna semakin memerah mendengar ucapan Aryan demikian. Benar, lagi pula kenapa Ia harus bersembunyi?
"Ka-kaget aja Mas." Jawabnya lirih. Aryan semakin gemas hingga Ia beranjak dan menghampiri Aruna yang langsung menunduk dengan tangan yang menutupi dadanya. Dengan sentuhan lembut, Aryan meraih tangan Aruna dan menariknya keluar dari balik pintu lemari itu.
"Disembunyikan juga, mataku sudah melihatnya." Ujar Aryan lagi.
"Mas bisa tidak jangan bicara lagi? Aku sudah malu." Ucapan Aruna kali ini kembali membuat Aryan tertawa. Ia duduk di samping Aruna yang masih berdiri di depannya. Kemudian Ia menepuk tempat di sampingnya dan Aruna menurut duduk di tempat itu.
"Kamu makan pedas?" Tanya Aryan ditanggapi anggukan oleh Aruna. "Sakit lambungnya gak kambuh lagi?" Kali ini, Aruna menggeleng tanpa bersuara. Aryan melirik ke arah makanan pedas yang tergeletak di atas meja. Apa Aruna sangat frustasi sampai memakan makanan yang dilarang oleh dokter? Sebab, selama ini Aruna tak terlihat mengonsumsi makanan terlarang itu. Dan bahkan tak ada tanda-tanda Aruna menyimpan stok camilan pedas diam-diam.
Saat Aryan ingin beranjak untuk membersihkan diri dan membiarkan Istrinya mengenakan pakaian, tiba-tiba, Aruna melingkarkan tangan di lengan Aryan lalu kepalanya bersandar di bahu Aryan. Jantung Aryan yang semula berdetak normal, mendadak menjadi cepat dan tubuhnya terasa kaku.
Di samping Aruna yang bersikap demikian, dalam hatinya pun Aruna merasa heran. Sebab, ada keinginan ingin bermanja dengan Aryan. Melihat Aryan rasanya Ia tak ingin ditinggalkan. Matanya perlahan terpejam merasakan kehangatan diantara keduanya.
"Aruna..." lirih Aryan.
"Mas... boleh minta waktunya sebentar? Aku mau sama Mas dulu." Pintanya membuat Aryan semakin terheran. Tak biasanya Aruna manja padanya. Ada apa dengan kedua istrinya itu? Kenapa sikapnya sama-sama berubah?
"Aku boleh minta sesuatu Mas?"
"Mau minta apa?"
"Aku mau makan masakan Mas." Dan, kali ini Aryan lebih merasa terkejut lagi. Mengapa tiba-tiba permintaan Aruna menjadi aneh begini? Sebelumnya Ia tak pernah meminta apapun. Apa Ia pikir kalau mereka akan bercerai sehingga meminta hal yang tak biasanya? Pikir Aryan demikian.
"Tapi Mas gak bisa masak."
"Gapapa, nasi goreng aja Mas. Pertama dan terakhir aja."
"Kenapa kamu ngomongnya gitu?" Aruna menggeleng dengan masih bersandar di samping Aryan. Kemudian Istrinya itu mengangkat kepala lalu menatap ke arah sang suami dengan lembut.
"Aku gak tahu kapan aku keluar dari rumah ini, Mas. Aku cuma mau rasain apa yang istri diluar sana rasa juga. Kali ini aja, Mas. Gapapa. Aku juga gak tahu kenapa, tapi rasanya aku gak bisa nolak keinginan aku. Tapi, kalau Mas gak bisa, gapapa juga. Jangan jadi pikiran. Lagi pula, aku belum bisa berperan sebagai istri selama ini, yang ada aku hanya buat masalah sampai Mas marah sama aku. Tapi untuk malam ini, Mas jangan kemana-mana ya! Aku mau Mas di sini. Semalam aja, Mas."
Aryan termangu seketika. Sejak kapan Aruna menjadi banyak bicara begini? Dan kenapa permintaannya terkesan seperti sebuah perpisahan?
...-bersambung...
gimana ya thor aruna dg Adnan
biar nangis darah suami pecundang
masak dak berani lawan
dan aku lebih S7, Aruna dg Adnan drpd dg suami pecundang, suami banci
drpd mkn ati dg Aryan, sbg istri ke 2 pula
berlipat lipat ,
memikiran gk masuk akal sehat..