Alya, seorang gadis desa, bekerja sebagai pembantu di rumah keluarga kaya di kota besar.
Di balik kemewahan rumah itu, Alya terjebak dalam cinta terlarang dengan Arman, majikannya yang tampan namun terjebak dalam pernikahan yang hampa.
Dihadapkan pada dilema antara cinta dan harga diri, Alya harus memutuskan apakah akan terus hidup dalam bayang-bayang sebagai selingkuhan atau melangkah pergi untuk menemukan kebahagiaan sejati.
Penasaran dengan kisahnya? Yuk ikuti ceritanya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aurora.playgame, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
17. SALON
SALON
🌸Selingkuhan Majikan🌸
“Alya, hari ini aku mau ke salon. Kamu ikut ya,” ucap Andin sambil tersenyum.
Alya terkejut, tidak biasanya Andin mengajaknya pergi ke tempat-tempat seperti itu. “Tapi, Nyonya... saya masih banyak tugas di rumah,” jawab Alya ragu.
“Nggak apa-apa, biar Dinda dan yang lain yang urus. Sesekali kamu juga perlu merawat diri, Alya. Aku yang ajak, jadi nggak usah khawatir soal itu,” balas Andin sambil memegang tangan Alya dengan lembut.
Alya hanya bisa menunduk dan mengangguk. “Baik, Nyonya,” jawabnya akhirnya, meskipun hatinya terasa berat.
**
Di salon, suasana terasa santai dan nyaman. Bau wangi krim perawatan serta musik lembut mengalun di latar belakang.
Andin duduk di kursi perawatan dengan rileks, sementara Alya tampak canggung di sebelahnya. Ia merasa tidak terbiasa berada di tempat mewah seperti itu.
“Coba kamu juga ambil perawatan, Alya,” ujar Andin dengan senyum ramah. “Seorang perempuan itu harus bisa menjaga penampilan, apalagi kamu yang masih muda. Penampilan itu penting.”
Alya hanya tersenyum kecil, hatinya bergetar mendengar ucapan Andin. "Penampilan? Bagaimana aku bisa menjaga penampilan, kalau di dalam, aku merasa kotor?," batinnya dengan hati yang terasa semakin hancur.
“Nggak usah malu-malu, Alya. Aku tahu kamu kerja di rumah, tapi itu bukan alasan untuk nggak merawat diri. Aku pengen kamu juga merasa nyaman dengan dirimu sendiri,” lanjut Andin sambil menyuruh staf salon untuk memberi perawatan pada Alya.
"Nyonya, ini tidak perlu, saya tidak perlu perawatan," tolak Alya merasa tidak enak saat di suruh duduk di kursi perawatan.
Andin hanya tersenyum lalu berkata pada pegawai salon tersebut, "Mbak lanjutkan."
Alya pun hanya pasrah menuruti perintah Andin, lalu duduk di kursi samping Andin.
Saat krim lembut dioleskan ke wajahnya, Alya menatap pantulan dirinya di cermin. Di sana, terlihat wajahnya yang bersih, namun di dalam, ada luka yang mendalam dan rasa bersalah menggerogoti hatinya.
“Nyonya Andin begitu baik, dia memperlakukanku dengan penuh perhatian. Tapi aku… aku sudah berselingkuh dengan suaminya. Aku sudah membiarkan Tuan Arman merenggut kesucianku. Kenapa aku bisa setega ini?," pikir Alya, air matanya hampir menetes, namun ia tahan.
Sementara, Andin masih asyik menikmati perawatannya, ia tidak menyadari gejolak batin yang dirasakan oleh Alya di sebelahnya.
“Alya, ingat ya, perempuan harus bisa menjaga kecantikannya, bukan cuma untuk orang lain, tapi untuk dirinya sendiri,” ucap Andin lagi.
Alya hanya bisa mengangguk pelan dan tidak bisa menjawab karena suaranya tercekat. Dalam hatinya, ia merasa sangat berdosa. "Bagaimana aku bisa menjaga penampilan, sementara aku sudah mengkhianati orang sebaik Nyonya Andin?."
"Alya, ada apa? Kok malah ngelamun?," tanya Andin saat melihat Alya gelisah sementara dirinya sangat menikmati perawatan di wajahnya.
"Em, tidak Nyonya... Saya, saya kepikiran pekerjaan di rumah, Nyonya."
"A ha ha ha... Alya... Alya, ternyata itu yang sedang kamu pikirkan, kamu tidak usah khawatir, aku tidak akan memecatmu kok, aku sendiri kan yang mengajakmu."
Beberapa saat kemudian...
Alya duduk di depan cermin salon sambil tersenyum. Ia mengagumi rambutnya yang baru ditata dengan sempurna.
Lalu, Andin yang berdiri tak jauh darinya pun ikut tersenyum puas. Ia pun mendekat, lalu mengamati penampilan Alya dari ujung kepala hingga kaki.
“Bagus sekali, Alya. Lihat deh, rambutmu sudah tertata rapi dan wajahmu juga terlihat segar,” puji Andin merasa kagum.
Alya pun tersenyum menunduk dan tersipu malu lalu menatap bayangan dirinya di cermin.
"Terima kasih Nyonya, tapi sebenarnya saya tidak terbiasa dengan semua ini," ucap Lea pelan, mencoba menolak dengan halus.
Andin menunduk sedikit sambil tetap memperhatikan. “Tapi Alya, jujur saja, kamu kelihatan sangat cantik. Tampilanmu sangat berbeda sekarang. Aku rasa kamu cocok tampil seperti ini.”
Alya tersenyum kaku lalu membalas. "Saya hanya ingin hidup sederhana, tidak perlu seperti ini. Saya baik-baik saja dengan apa yang ada."
Namun, Andin tetap tidak menyerah. “Maaf, Alya, tapi aku pikir mungkin kamu juga perlu beberapa baju baru untuk melengkapi penampilan ini. Bagaimana kalau kita ke toko baju sebentar?," tanya Andin lebih tepatnya, ajak Andin.
“Tidak usah, Nyonya. Saya sudah punya cukup baju, tidak perlu membeli yang baru," tegas Alya.
“Tapi Alya, sayang sekali kalau tidak sekalian. Pakaian yang bagus pasti akan mendukung penampilan kamu yang sekarang. Lagipula, baju-baju yang kamu pakai sekarang sudah cukup lama, bukan?,” ujar Andin yang jelas-jelas ingin menyenangkan Alya.
Tanpa menunggu persetujuan, Andin langsung menarik tangan Alya dan membawanya keluar dari salon.
“Maaf kalau aku sedikit memaksa, tapi aku benar-benar ingin kamu terlihat sempurna. Sudah lama tidak pergi berdua seperti ini. Biasanya hanya sendirian," tutur Andin sambil terus berjalan menuju toko baju.
Sesampainya di toko pakaian mewah, Alya merasa semakin gelisah. Andin mulai memilihkan beberapa pakaian dan menyodorkannya kepada Alya untuk dicoba.
Setiap kali Alya keluar dari ruang ganti, Andin selalu memberikan pujian padanya.
“Cantik sekali, Alya! Baju ini benar-benar cocok denganmu,” kata Andin sambil tersenyum lebar.
Alya yang semakin tidak nyaman terus menggelengkan kepalanya. "Nyonya, saya tidak bisa menerima ini. Pakaian-pakaian ini terlalu mahal. Saya tidak bisa membiarkan Nyonya membelikannya untuk saya."
"Anggap saja ini hadiah kecil dariku. Aku ingin kamu tampil lebih baik, dan itu penting untukku sebagai orang yang membantu kamu.”
“Tapi Nyonya, ini terlalu berlebihan. Saya merasa tidak pantas menerima semua ini.”
“Tidak apa-apa, Alya. Hidup kamu layak lebih baik dari ini. Aku hanya ingin membantumu untuk melihat itu. Mohon terima niat baikku ini.”
Akhirnya, setelah perdebatan kecil, Alya pun menyerah. Ia mencoba tersenyum meski dalam hatinya sangat merasa tidak nyaman.
"Baiklah, Nyonya. Terima kasih...."
Setelah selesai, mereka pun keluar dari toko. Alya nampak sedikit kerepotan karena membawa beberapa tas pakaian di tangannya.
Meski penampilannya kini sempurna, hati Alya tetap bertanya-tanya, apakah ia benar-benar pantas menerima semua ini? Setelah apa yang dia lakukan kepada orang sebaik Andin itu.