Hubungan asmaranya tak seindah kehidupannya. Hatinya sudah mati rasa karena selalu dipermainkan oleh para pria. Namun, seorang pria yang baru pertama kali ia jumpai malah membuat hatinya berdebar. Akankah Violet membuka hatinya kembali?
Sayangnya pria yang membuat hatinya berdebar itu ternyata adalah pria yang menyebalkan dan kurang ajar. Gelar 'berwibawa' tidaklah mencerminkan kepribadian si pria ketika bersamanya.
"Kau hanyalah gadis manja, jangan coba-coba untuk membuatku kesal atau kau akan tau akibatnya." — Atlas Brixton Forrester.
****
⚠️NOTE: Cerita ini 100% FIKSI. Tolong bijaklah sebagai pembaca. Jangan sangkut pautkan cerita ini dengan kehidupan NYATA.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon widyaas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 9
...Sebelum membaca wajib LIKE!☺️...
...***...
"Violet! Cepatlah! Atlas sudah menunggu di luar!"
Rachel mengetuk pintu kamar putrinya berkali-kali.
"Iya, Mommy! Sebentar!" teriak Violet pula. Dia menghela nafas kasar. Mommy nya itu selalu antusias jika Atlas datang menjemputnya.
Setelah menyemprotkan parfum favoritnya, Violet pun menyambar tasnya dan segera keluar.
"Lama sekali! Kasihan calon menantu Mommy!" Rachel menatap sebal putrinya. "Cepat turun sana."
Violet menghela nafas, dia mencium pipi mommy nya, "Aku berangkat dulu. Tapi nanti aku pulang ke apartemen, ya?"
"Ya, tidak apa-apa. Lagi pula apartemen Atlas juga ada di samping apartemen mu," jawab Rachel.
Violet mendengus. Dia pun segera menghampiri Atlas yang menunggunya di dalam mobil.
"Ini terlalu pagi untuk masuk kerja," celetuk Violet.
"Kita akan sarapan lebih dulu," balas Atlas.
Pantas saja pria itu lebih awal menjemputnya.
"Sarapan di restoranku saja kalau begitu," ujar Violet.
"Sure."
Inilah yang Violet suka sejak pengumuman perjodohan mereka, Atlas terlihat lebih menurut dan setuju apa yang dia sarankan, selagi itu baik. Jarang sekali pria itu menolak saran atau ajakannya.
Violet menatap badan kekar Atlas yang terbalut kemeja hitam, entah kemana perginya jas pria itu.
"Apa lemari mu berisi kemeja hitam saja?" tanya Violet sedikit mencibir.
"Hm."
Nah, semenjak pengumuman perjodohan mereka pula, Atlas sedikit lebih cuek. Berbeda dengan sebelumnya yang terlihat menyebalkan di mata Violet.
"Harusnya kau membeli kemeja berwarna biru, ungu atau abu-abu. Agar hidupmu tidak terlihat suram," ucap Violet.
"Tidak tertarik."
Violet menghela nafas. Tapi, sebenarnya dia suka kalau Atlas memakai kemeja hitam, auranya terasa berbeda dan terlihat keren.
"Apa ini?" Violet mengambil sesuatu di laci dashboard. "Keychain?" Dia mengangkat gantungan 2 gantungan kunci yang bergambar serigala dan kucing putih. Lucu sekali.
"Kau membeli benda ini?" tanya Violet.
Atlas mengangguk. Melihat ekspresi Violet yang berubah mengejeknya, Atlas buru-buru menambahi. "Terpaksa. Ada anak kecil yang menjualnya saat di lampu merah, jadi aku membeli benda itu."
Violet tersenyum mengejek. "Tidak terpaksa juga tidak apa-apa. Boleh aku ambil yang kucing putih ini?"
"Ambil semuanya," jawab Atlas. Dia tidak terlalu menyukai benda lucu.
"Tidak tidak. Ini adalah keychain couple. Aku yang motif kucing, dan kau motif serigala," ucap Violet. Dia mengambil gantungan kunci motif kucing putih, lalu motif serigala nya hendak ia pasang ke kunci mobil Atlas.
"Nanti saja, kita bisa celaka kalau kau memasangnya sekarang," tegur Atlas. Dia mendorong kepala Violet yang menunduk menatap kunci mobil yang masih terpasang.
Menurut, Violet pun kembali menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi. Matanya terus memperhatikan kedua gantungan kunci itu sampai matanya juling. Atlas sampai menggelengkan kepalanya melihat tingkah aneh Violet.
Beberapa menit kemudian, mereka sampai di restoran milik Violet. Keduanya turun bersamaan.
Langsung saja Violet mengajak Atlas menuju ruang VIP. Karyawannya tidak ada yang tau kalau dia akan bertunangan dengan Atlas Forrester, termasuk kedua temannya, Kana dan Elle. Entah apa yang terjadi kalau mereka berdua tau fakta ini.
Setelah memesan makanan, Violet menatap Atlas yang sibuk dengan ponselnya. Pria itu benar-benar gila kerja.
"Mana kunci mobilmu?" Violet mengulurkan tangannya pada Atlas.
Tanpa berkata, Atlas merogoh saku jasnya dan mengambil benda yang Violet maksud.
Violet memasang gantungan kunci serigala hitam pada kunci mobil Atlas. Terlihat lucu dan keren, dia tersenyum lebar.
"Lihat, kunci mobilmu tidak terlihat membosankan lagi, seperti dirimu." Violet menggoyangkan kunci tersebut di depan wajah Atlas.
"Hm? Aku membosankan?" Sebelah alis Atlas terangkat.
Violet mengangguk mantap. "Ya! Kau sangat membosankan! Wajahmu juga terlihat menyebalkan!"
Atlas mendengus geli. Baru kali ini ada yang mengatainya seperti itu. Berani sekali gadis ini.
"Kau pikir kau tidak membosankan juga? Hm?" Atlas menatap datar Violet.
"W-what?! Aku— aku membosankan?!" seru Violet tak terima.
Hendak sarapan pun harus berdebat dulu. Itulah love language mereka. Berdebat sebelum melakukan sesuatu.
"Kenapa? Apa kau baru tidak merasa dirimu membosankan?"
Violet menatap tajam pria itu. "Berani sekali kau berkata seperti itu padaku!"
"Kau yang mulai," balas Atlas acuh. Dia kembali fokus pada ponselnya.
"Tapi itu kenyataan! Kau adalah pria yang membosankan!"
"Aku juga bicara fakta, kau adalah wanita yang membosankan."
Violet menggeram kesal. Dengan kekuatan penuh, dia menginjak kaki Atlas yang terbalut sepatu hitam dengan keras.
"Dasar pria membosankan! Rasakan ini, rasakan ini!"
Berulang kali Violet menginjak kaki besar itu, namun reaksi Atlas hanya acuh saja, bahkan dia sama sekali tidak terganggu dan tetap fokus pada ponsel.
Violet semakin geram. Karena tak mendapati respon, Violet pun diam, namun matanya terus menatap kesal ke arah pria di sampingnya tersebut.
Huh! Dasar pria tua! Batinnya.
"Silahkan dinikmati, Tuan dan Nona."
Violet melotot ke arah Elle yang entah sejak kapan menjadi pelayan. Namun, temannya itu hanya diam sambil mengulas senyum penuh arti.
Elle?! Harusnya dia di dapur! Batin Violet.
Setelah kepergian para pelayan, Atlas dan Violet segera memakan makanan mereka. Terlebih Atlas, dia makan dengan cepat karena hari ini pekerjaannya sangat banyak.
"Kau suka daging?" tanya Violet memecah keheningan. Dia lupa kalau dia sedang kesal pada Atlas.
"Hm." Atlas mengangguk.
"Makan ini. Aku sedang diet." Violet memindahkan daging yang ada di piringnya ke piring Atlas.
Alis Atlas mengerut. Dia melirik piring Violet yang sudah kosong, gadis itu malah memakan dessert stroberi. Kalau tau sedang diet, kenapa pesan makanan itu?
"Kenapa? Makanlah supaya tubuhmu tidak seperti lidi," ucap Violet. Dia tersenyum sinis.
Sepertinya lidi katanya? Jika dibandingkan dengan Violet, tubuh Violet lah yang terlihat seperti lidi. Tubuh Atlas itu seperti atlet, kekar berotot. Mana ada seperti lidi?
"Kau tidak sadar diri atau kelewat percaya diri?" Atlas meletakkan alat makan yang dia pegang lalu beralih menarik lengan Violet dan membandingkan tangan mereka berdua. Perbedaan yang sangat jauh. Lengan Violet bisa Atlas genggam dengan jemari panjangnya sampai tenggelam. Kalau Violet yang menggenggam lengan Atlas, mungkin dia membutuhkan kedua tangannya.
"Kalau aku lidi, lalu kau apa?" tanya Atlas. Nadanya terdengar santai, tapi di telinga Violet terdengar menyebalkan sekali.
"Tidak usah pegang-pegang!" Violet menarik tangannya dengan kasar, dia kembali makan dessert nya dengan tenang.
"Percaya diri itu bagus, tapi kalau berlebihan, itu tidak baik," kata Atlas. Dia lanjut memakan makanannya.
Sebelum itu, dia memotong daging milik Violet sampai kecil-kecil, lalu menusuknya dengan garpu. "Buka mulutmu," titah Atlas.
"Tidak mau! Aku diet!" ketus Violet.
"Orang diet juga pasti sarapan pagi. Cepat, buka mulutmu."
Violet berdecak kesal. Dengan wajah yang tertekuk, dia pun melahap irisan daging yang Atlas sodorkan padanya.
"Good girl!" Tangan kekarnya menepuk-nepuk puncak kepala Violet.
"Aku bukan anak anjing!" Violet sedikit menghindar agar Atlas tidak menepuk kepalanya lagi.
Atlas tak lagi menyahut, dia fokus menyuapi bayi besarnya yang tengah kesal.
...***...
kalau ky gitu mlah mirip binaragawan