Nindya seorang sekertaris yang sangat amat sabar dalam menghadapi sikap sabar bosnya yang sering berubah suasana hati. Hingga tiba-tiba saja, tidak ada angin atau hujan bosnya dan keluarganya datang ke rumahnya dengan rombongan kecil.
Nindya kaget bukan main saat membuka pintu sudah ada wajah dingin bosnya di depan rumahnya. Sebenarnya apa yang membuat bos Nindya nekat datang ke rumah Nindya malam itu, dan kenapa bosnya membawa orang tuanya dan rombongan?
Ayo simak kelanjutan ceritanya disini🤗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon VivianaRV, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 6
Waktu berganti, malam telah berganti dengan malam. Saat ini semua orang mulai melakukan aktivitasnya masing-masing, ada yang berangkat ke kantor atau melakukan pekerjaan yang lain demi mendapatkan sepeser uang.
Berbeda dengan orang lain, saat ini Nindya sedang bergelung dengan selimutnya. Dia tidak pergi ke kantor hari ini karena dia sudah mengirimkan surat pengunduran diri melalui Adel. Sedari tadi ibu Nindya tidak ada hentinya membangunkan Nindya tapi yang dibangunkan malah tetap asik tertidur.
"Haduh anak ini kalau suruh bangun susah banget sih, Nindya bangun sekarang! Ini sudah siang anak gadis enggak baik bangun siang."
"Eungh...lima menit lagi bu."
"Enggak ada lima menit lima menitan sekarang juga bangun kamu."
"Ibu aku tadi lagi mimpi indah dilamar sama pangeran yang sangat tampan."
"Dilamar bagaimana kamu aja enggak punya pacar dari lahir."
Mendengar hinaan dari ibu, Nindya pun lekas bangun. Nindya bangun dengan mata yang masih terpejam dan memajukan bibirnya.
"Iya siapa tahu nanti tiba-tiba saja ada seorang laki-laki yang melamar ke rumah."
"Mustahil kalau itu terjadi, ayo cepat bangun dan mandi lihat itu teleponmu dari tadi bunyi terus" ucap Leli dengan mengomel sambil berjalan keluar dari kamar.
Nindya pun melihat teleponnya yang memang masih berbunyi. Setelah dilihat ternyata yang menelponnya adalah pak bos Kaivan. Nindya yang masih tidak mau berhubungan dengan Kaivan pun mematikan sambungan teleponnya.
"Ngapain sih pak Kai nelpon terus, apa dia enggak lihat kalau aku sudah mengirimkan surat pengunduran diri."
Nindya pun menonaktifkan teleponnya lalu mandi. Setelah mandi Nindya menghampiri ibunya yang masih menyiram tanaman yang berada di depan rumah.
"Kenapa?" tanya Leli.
"Bu aku bosan, berikan aku kegiatan apa gitu biar bosanku hilang."
"Ya sudah nih lanjutkan menyiram tanaman."
"Tapi aku enggak mau menyiram tanaman, berikan aku kegiatan yang lain yang lebih mengasyikkan."
"Ya sudah lakukan saja kegiatan yang sekiranya kamu sukai."
"Bu aku boleh pinjam dapurnya enggak?"
"Boleh, kamu mau buat apa sama dapur ibu?"
"Aku pengen eksperimen membuat kue."
"Awas aja kalau sampai dapur ibu berantakan."
"Ya mungkin nanti dapur ibu akan sedikit berantakan" saat Leli memelototkan matanya Nindya pun segera berlari masuk ke dalam menuju dapur.
Nindya pun mulai mengeluarkan semua bahan yang akan dia gunakan. Setelah itu Nindya fokus membuat kue sesuai dengan instruksi yang ada di video.
"Nak kamu buat lagi buat apa?" tanya jajak, ayah dari Nindya.
"Lagi buat kue nih ayah."
"Wah kalau dilihat sepertinya kuenya bakal jadi enak itu."
"Ayah mau mencobanya kalau sudah jadi nanti?"
"Tentu saja ayah mau mencobanya yang paling pertama nanti saat sudah jadi."
"Baik aku akan memberikan potongan pertama nanti untuk ayah."
"Tunggu sebentar ya ayah kuenya akan jadi."
"Ya sudah ayah tunggu di teras depan ya" Nindya mengangguk.
Setelah ayahnya pergi, Nindya pun melanjutkan membuat kue. Hingga sesudah adonan kuenya selesai Nindya pun mulai memanggangnya. Sesudah selesai memanggang semua kuenya, Nindya menyajikan kue buatannya ke piring.
"Ini ayah kue buatanku sudah selesai dibuat."
Nindya memberikan satu piring penuh kue ke ayahnya. "Makasih ya nak."
"Iya ayah, coba ayah cobain kue buatanku."
Jajak pun memasukkan sepotong kue ke dalam mulutnya. "Hmm... rasa kuenya sungguh sangat enak."
"Loh kok yang ditawari kue hanya ayah saja? ibu enggak ditawari nih?" ucap Leli yang ikut menimbrung.
"Ambil aja bu, masih banyak ini" ucap jajak sembari memberikan piring kue kepada Leli.
"Gimana bu rasa kuenya buatanku enak enggak?" tanya Nindya mengharapkan penilaian dari ibunya.
"Rasa kuenya enak, kok kamu bisa membuat kue enak seperti ini?"
"Bisalah siapa dulu yang buat kuenya."
"hari ini kamu hanya beruntung saja jadi bisa membuat kue enak seperti ini."
"Bukan keberuntungan ibu tapi memang tanganku ini ajaib."
"Enggak ya, ayah memang kue buatanku enak kan bukan hanya keberuntungan saja?"
"Iya kue buatanmu memang enak bukan karena keberuntungan semata."
"Nah dengarkan bu apa yang dikatakan oleh ayah? Ayah pun sudah mengakui kehebatan ku dalam membuat kue."
"Ya terserahmu saja yang penting kamu senang, ayo dimakan kuenya masa kamu yang buat kamu tapi kamu enggak makan."
"Iya ini juga mau makan kok" Nindya mengambil kue yang ada di piring lalu akan dimasukkan ke dalam mulutnya, tapi tiba-tiba saja Nindya merasakan mual.
Nindya menutup mulutnya menahan agar tidak mengeluarkan sesuatu dalam mulutnya. Leli yang melihat gelagat aneh dari anaknya pun bertanya-tanya.
"Kamu kenapa nak? Apa kamu merasa tidak enak?"
"Aku merasa ingin muntah bu, sebentar aku mau ke kamar mandi dulu" ucap Nindya sambari menutup mulutnya.
"Anak kamu kenapa bu?" tanya jajak.
"Aku tidak tahu yah, sebentar aku lihat dulu dia di kamar mandi."
Leli beranjak dari duduknya lalu menyusul Nindya yang sudah berada di dalam kamar mandi. Sampai kamar mandi Leli melihat Nindya tengah berada di depan wastafel mengeluarkan isi perutnya.
"Nak kamu itu kenapa sih kok sampai bisa muntah-muntah seperti ini?"
"Aku tidak tahu bu" ucap Nindya lemas tidak bertenaga.
Leli pun bantu mengurut tengkuk Nindya agar muntahnya cepat mereda. Sesudah semua isi dalam perut Nindya terkuras habis, Leli pun menuntun Nindya ke kamarnya sendiri.
"Sudah kamu istirahat saja, kamu memang kemarin makan apa sih hingga bisa muntah-muntah seperti ini?"
"Aku tidak tahu ibu, mungkin saat ini aku sedang masuk angin."
"Sebentar ibu ambilkan minyak kayu putih dulu di kamar ibu" Nindya mengangguk saja.
Nindya merebahkan tubuhnya ke atas ranjang sembari memejamkan mata. Hingga tidak lama kemudian Leli kembali lagi ke dalam kamar sambil membawa minyak kayu putih, obat dan segelas air hangat.
"Ini nak minyak kayu putih dan ini ibu juga membawa air hangat dan juga obat, ayo segera minum obat agar kamu lekas mendingan" Leli meletakkan barang bawaannya ke atas nakas.
Nindya hanya mengambil minyak kayu putihnya saja lalu mengoleskan ke perut dan juga pelipisnya. Baru setelah itu Nindya memejamkan mata.
"Loh nak kok obatnya enggak kamu minum?"
"Aku enggak suka obat bu, aku baluri minyak kayu putih ke tubuhku nanti juga akan sembuh sendiri."
"Kamu beneran enggak mau minum obat nih?"
"Enggak bu, ibu bawa kembali aja obatnya."
"Ya sudah ibu kalau kamu enggak mau minum obat, kamu harus istirahat agar sakitnya hilang. Ibu tinggal ya?" Nindya membalas dengan anggukan.
Nindya pun mulai masuk ke alam mimpi setelah ibunya keluar dari kamar. Nindya tertidur dengan pulas padahal saat ini Kaivan tengah bingung dan gundah gulana.