Namaku Lakas, klan vampir dari darah murni, aku adalah seorang bangsawan dari raja vampir terkuat.
Adanya pemilihan pangeran pewaris tahta kerajaan vampir, menjadikanku salah satu kandidat utama sebagai penerus klan vampir darah murni.
Namun, aku harus menemukan cinta sejatiku dibawah cahaya bulan agar aku dapat mewarisi tahta kekaisaran vampir selanjutnya sebagai syarat utama yang telah ditetapkan oleh kaisar vampir untuk menggantikannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reny Rizky Aryati, SE., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29 Berita Tersebarkan
"Siapa ?" seorang pria berbadan tambun melangkah masuk ke dalam toko seraya membuka pintu.
Tanpak berdiri seorang wanita berlumuran darah disekitar mulutnya sedang memegang semangkuk baskom berisi darah kambing.
"Siapa kau ???" tanya pria tambun dengan wajah ngeri saat mendapati Rachelle berdiri didekat meja tokonya.
"Grrrm...", geram keras Rachelle seraya melotot tajam.
Rachelle melompat naik ke atas meja sembari menggeram keras sedangkan sorot matanya menatap dingin ke arah pria pemilik toko yang berhasil menangkap basah dirinya.
"Vampir !!!!" teriak pria berbadan tambun setengah berlari mundur.
"Grrrrm... !" erang Rachelle semakin marah.
"Toloooong !!! Ada vampir !!!" teriak pria tambun dengan wajah ketakutan.
Brak... !
Tak sengaja pria pemilik toko menabrak pintu dibelakangnya dengan panik.
"Hiaaaaaahhhh... !!! Setaaan... !!!" teriaknya.
Wajah pemilik toko terlihat sangat pucat bahkan saking takutnya dia, wajahnya berubah membiru dingin.
Rachelle bergerak ke arah pria tambun, menyergap kuat diatas tubuh priaa itu sedangkan tatapannya nyalang emosi.
Pada saat Rachelle hendak menghisap darah pria tambun itu, dia mendadak menjauh dari pria pemilik toko.
"Cih, aroma tubuhnya sangat bau sekali ! Bagaimana aku bisa menghisap darahnya ?" ucap Rachelle.
Pria pemilik toko yang terkejut kaget langsung jatuh pingsan tak sadarkan diri ketika Rachelle menyergap dirinya.
"Aku tidak tahan dengan bau tubuhnya, busuk sekali", ucap Rachelle sembari menutupi hidungnya.
Rachelle mengarahkan telapak tangannya ke arah kepala pria tambun, supaya ingatannya terhapuskan dari kepala.
Tubuh pemilik toko mengejang kuat serta bergetar hebat saat Rachelle menyentuh kepala pria itu.
Rachelle segera menoleh ke arah lain seraya menatap dingin, gaun putihnya berubah merah oleh tetesan darah kambing.
"Aku harus segera pergi ke penthouse sebelum keberadaanku disini diketahui oleh semua orang", kata Rachelle.
Sedetik kemudian, Rachelle telah berpindah tempat dari toko daging lalu menghilang.
...***...
Kediaman Lakas...
"Pagi... !" sapa Cornelia.
Ketika dia berjalan ke arah ruangan makan.
Tampak Nobel dan Lakas telah berada disana, menunggu kehadirannya untuk sarapan pagi.
"Selamat pagi, Cornelia", sapa Nobel seraya meletakkan sepiring makanan ke atas meja makan.
Lakas melirik tajam ke arah Nobel lalu tersenyum samar.
Nobel langsung menyadari kecemburuan dari Lakas, namun, dia hanya acuh tak acuh terhadap sikap Lakas padanya.
"Mari sarapan pagi, Cornelia !" ucap Nobel sembari berjalan ke arah Cornelia yang mendekat.
Nobel menarik kursi makan untuk Cornelia seraya mempersilahkan padanya untuk duduk.
"Aku sudah membuatkan sarapan enak untukmu, ada steak daging segar yang telah aku siapkan", kata Nobel.
Nobel mengibaskan kain lalu memberikannya kepada Cornelia.
"Silahkan kau ambil, Cornelia !" ucap Nobel.
"Terimakasih, Nobel", sahut Cornelia.
"Kuharap kau akan menyukai sarapan pagimu, meski agak berat untuk menu sarapan, tapi kau harus mengonsumsinya setiap hari sebagai asupan energi tambahan buat darahmu", kata Nobel.
Nobel melirik pelan ke arah Lakas yang sedari tadi mengawasinya.
"Ehem... !" dehem Nobel lalu berjalan menjauh.
"Kata Lakas kau telah menciptakan serum anti virus vampir, apa kau akan menggunakannya kepada siswi-siswi disekolahku", kata Cornelia.
"Tentu saja, aku harus menggunakannya untuk mereka tapi aku agak kesulitan", sahut Nobel.
"Kesulitan ?" tanya Cornelia.
Cornelia memotong kecil-kecil bagian daging steak diatas piringnya lalu menyantapnya dengan lahap.
"Ya, aku kesulitan untuk menggunakan serum itu, sebab aku harus mendekati mereka semua sedangkan aku tidak bisa menampakkan diri dihadapan mereka satu persatu", sahut Nobel.
"Aku bisa membantumu, biarkan aku yang melakukannya, akan lebih mudah jika aku yang mengerjakannya", kata Cornelia dengan mulut penuh makanan.
Lakas menyela pembicaraan mereka.
"Habiskan dulu makanan dalam mulutmu, lalu bicara, Cornelia !" kata Lakas.
"Iya, baiklah", sahut Cornelia sembari menunduk ke arah piring makannya.
"Biarkan Nobel saja yang mengerjakannya, dia lebih mampu darimu, akan sangat membahayakanmu jika langsung berhadapan dengan mereka", kata Lakas.
"Tapi aku vampir !" sahut Nobel menyela.
"Tapi kau bisa menyamar, Nobel !" ucap Lakas.
"Fuih... ! Akan sangat melelahkan melakukannya sendirian, aku merasa sangat tak berdaya dan lemah !" kata Nobel.
Nobel membungkukkan setengah badannya seraya memasang wajah murung.
"Jangan main-main, tidak menyenangkan, Nobel !" kata Lakas.
"Apa kau tidak bisa bersikap santai ?" ucap Nobel.
"Cornelia tidak memiliki kemampuan mistis sepertimu atau seperti aku, jika dia tertangkap basah oleh slave vampir maka pergerakan kita diantara manusia akan ketahuan", kata Lakas.
"Ya, baiklah, aku mengerti, tuanku", sahut Nobel dengan kedua mata berkaca-kaca.
"Bersikaplah lebih serius !" kata Lakas.
"Ya, ya, ya, aku akan lebih serius lagi", sahut Nobel.
Cornelia meraih notebook miliknya yang dia bawa tadi lalu menyalakan saluran berita hari ini.
Terdengar suara reporter berbicara dari arah layar notebook.
"Selamat pagi pemirsa ! Hari ini akan ada ulasan berita seputar kota !"
Semua perhatian langsung tertuju pada suara reporter ketika dia bersuara dari arah notebook.
"Coba kau keraskan suaranya !" kata Nobel. "Aku ingin mendengarkan berita manusia !"
"Baiklah, aku akan mengeraskan suaranya", jawab Cornelia.
Cornelia memutar tombol pengeras pada notebooknya sehingga suara reporter berita kedengaran keras.
"Dikabarkan hari ini, ada pencurian di sebuah toko daging disekitar area pertokoan kota, dan yang dicuri adalah sebaskom darah !"
Lakas segera menoleh cepat ke arah suara tersebut, keningnya merengut ketika mendengar suara dari arah notebook milik Cornelia.
"Darah ?" tanyanya tertegun.
Nobel segera bereaksi cepat lalu berjalan tergesa-gesa ke arah meja Cornelia seraya mendekatkan pandangannya ke arah layar notebook dihadapannya.
"Dimana lokasi toko itu ?" tanyanya penasaran.
"Diarea pertokoan, dipusat kota tak jauh dari sekolahku", kata Cornelia.
"Coba kulihat lebih dekat !" ucap Nobel.
"Apaa kau tidak bisa melihat dengan jelas ?" tanya Cornelia.
"Kurang begitu jelas meski penglihatan vampir sangat tajam tapi agak kurang fokus pada gambar layar monitor", sahut Nobel.
"Aku bisa memperbesar gambarnya", kata Cornelia.
"Kalau begitu tolong kau besarkan gambarnya agar aku dapat melihat dengan jelas", pinta Nobel.
"Sudah aku perbesar gambarnya", sahut Cornelia.
Nobel mengarahkan pandangannya ke arah layar notebook sambil memicingkan kedua matanya.
"Oh, aku tahu toko itu, aku pernah melewatinya saat hendak menjemput Cornelia ke sekolahnya", kata Nobel.
"Apa yang terjadi disana ?" tanya Lakas.
"Sepertinya memang benar ada pencurian ditoko itu, bahkan aku melihat pemilik toko terbaring tak sadakan diri sedangkan seluruh ruangan toko dipenuhi genangan darah dimana-mana", sahut Nobel.
"Aneh sekali ? Kenapa darah yang dicuri malah bukan daging ?" kata Lakas.
"Tidak aneh jika melihat kondisi ditoko itu, sebab aku melihat jejak aneh disana", sahut Nobel.
"Sebaiknya kita pergi kesana untuk memeriksanya'', kata Lakas.
"Kita ? Bukankah aku harus pergi ke sekolah untuk mengerjakan tugas memberi serum anti virus kepada siswi-siswi itu ? Kenapa aku harus ikut ke toko ?" kata Nobel.
"Biar aku saja yang pergi sendirian ke toko itu, kau antarkan saja Cornelia ke sekolah sekalian kamu mengerjakan tugas serum hari ini", sahut Lakas.
"Apa tidak apa-apa ?" tanya Nobel sembari melirik sekilas ke arah Cornelia.
"Tidak masalah selama kau tidak bertindak aneh-aneh dan macam-macam maka aku menyerahkan penjagaan Cornelia kepadamu selagi aku pergi ke toko daging", sahut Lakas.
"Kau yakin menyerahkan tugas ini padaku ?" tanya Nobel selidik.
"Dan apa perlu aku menguburmu ke dalam tanah agar kau merasa lebih yakin lagi ?" sahut Lakas seraya melirik tajam.
"Oh, kurasa cukup sangat meyakinkan dan aku akan mengantarkan Cornelia ke sekolah", kata Nobel agak bergidik ngeri.
"Kalau begitu segeralah berangkat sekarang...", ucap Lakas.
"Ayo, Cornelia ! Kita berangkat ke sekolah !" kata Nobel.
"Ya, Nobel", sahut Cornelia sambil bangkit dari kursi makannya.
"Kau bantu juga aku memberikan serum ini kepada mereka !" kata Nobel.
"Tidak untuk Cornelia !" sahut Lakas.
"Ya, baiklah, aku tidak menyuruhnya", kata Nobel sembari berjalan pergi dari ruangan makan bersama Cornelia.
"Jaga jarak kalian ! Jangan terlalu berdekatan jalannya !" ucap Lakas.
Nobel menoleh ke arah Lakas, yang diikuti oleh Cornelia yang juga menolehkan pandangannya ke arah Lakas yang sedang mengibaskan tangannya ke arah mereka berdua.
Mereka menatap Lakas dengan tatapan aneh.
"Kenapa denganmu ?" tanya Nobel dan Cornelia kompak.
"Tidak ada, dan segeralah menjaga jarak satu sama lainnya !" perintah Lakas.
Nobel segera berjalan maju, menjaga jarak dari Cornelia sedangkan Cornelia berdiri keheranan dengan sikap Nobel.
"Kenapa dengan kalian semua ???" tanya Cornelia bingung.
Cornelia yang agak kesal karena ulah kedua vampir itu, akhirnya memilih pergi keluar dari ruang makan sambil berjalan cepat.
"Aku berangkat !" pamitnya seraya berjalan ke arah pintu rumah.
Lakas hanya terdiam sedangkan Nobel masih berdiri termenung diruang makan sambil menatap ke arah Cornelia yang pergi, kedua vampir itu merasa semakin salah tingkah ketika melihat reaksi Cornelia yang terlihat kesal.