NovelToon NovelToon
Queenzy Aurora Wolker

Queenzy Aurora Wolker

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Mafia
Popularitas:6.9k
Nilai: 5
Nama Author: aili

Queenzy Aurora Wolker gadis yang memiliki wajah yang cantik itu sangat menggilai seorang Damian Putra Throdhor Putra.Pewaris utama Keluarga Throdhor yang memiki kekayaan.nomer satu di dunia

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon aili, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 25

Apa yang Aurora katakan sebelumnya itu benar. Tiba-tiba saja tersebar sebuah kabar di mana nama Tiara disangkut pautkan sebagai orang yang membuat berita bohong. Muncul rekaman Sarah yang mengaku bukan Aurora yang membully-nya. Laporan Tiara pada pihak sekolah juga dikatakan palsu. Jelas itu menggemparkan satu sekolah. Baik orang tua Sarah sendiri juga syok akan pengakuan putri mereka. Padahal dari awal sejak ditanya pelakunya, Sarah menjawab Aurora. Lalu kenapa bisa berubah? Tidak hanya itu saja. Sarah juga mengaku tidak dibully siapa-pun. Dia hanya terjatuh dari toilet tapi Tiara langsung menyebarkan berita palsu tersebut.

"See?" Aurora menatap arsenio yang tadi melihat isi rekaman vidio yang tiba-tiba masuk ke grup sekolah. Sementara damian. Dia juga telah melihat rekaman itu kemudian menatap datar Aurora yang tersenyum tipis

penuh arti padanya. Mata Aurora memberi isyarat untuk membaca pesan yang baru saja ia kirim.

[Aku sudah katakan jika dia akan menerima balasannya, Damian Sayang]

Damian kembali memandang Aurora. Tidak disangka dia cukup mahir bermain peran. Tadinya dia seolah khawatir akan gambar-gambar yang dikirim seseorang ke dalam group sekolah hingga semua orang menghujatnya, tapi sekarang keadaan berbalik. Tiara yang pertama mengadu pada kepala sekolah langsung terkena imbasnya.

"Bagaimana bisa?"

"Bukannya Tiara yang melaporkan kasus ini lebih dulu? Jadi ini bohong?"

"Kenapa tiara bisa seperti itu? Dia-kan Wakil Osis."

Mereka begitu tak percaya dengan apa yang Tiara lakukan. Bukankah ini penyemaran nama baik? Arsenio menyimpan ponselnya kemudian memeggang pundak Aurora yang segera menepisnya kasar.

"Jangan menyentuhku," ketus Aurora melotot.

"Kita bertemu setelah pulang sekolah."

"Kau siapa?" sensi Aurora karena sedari tadi arsenio sok akrab dengannya.

"Aku tunggu di parkiran." Setelah mengatakan itu arsenio pergi. Aurora mendengus kemudian menatap Damian yang masih diam mematung dengan ekspresi wajah tak terbaca. Jelas Aurora mendecak sebal mengira damian sedang mengkhawatirkan tiara.

"Sebegitu khawatirnya dengan Lintah darat itu sampai tidak bisa berkata-kata?" sindir Aurora tapi damian tidak mempedulikannya. Merasa diacuhkan, Aurora segera mendempetkan kursinya dengan damian kemudian menatap serius wajah lelaki itu.

Dari sisi mana-pun masih amat tampan dan mempesona. Sayangnya sangat sulit didapatkan.

"Jangan mendekatinya jika tak mau aku melakukan hal lebih jauh dari sini."

"Siapa?" tanya damian datar membuat dahi Aurora mengernyit Kata-kata singkat damian memang butuh dia pahami ekstra.

"Siapa, apa?"

"Jangan salah masuk kandang."

"Aku bukan hewan jika kau lupa," kesal Aurora dengan wajah cemberut. Secara tidak langsung damian memojokkannya.

"Terserah. Itu pilihanmu."

"Jangan bermain kata-kata denganku. Kau tahu sendiri otakku tidak sepintar punya-mu, damian!"

Damian acuh. Dia yakin Aurora minta bantuan seseorang yang memiliki kuasa untuk melakukan hal kriminal. Baginya yang sudah sering menjalankan misi gelap dan berbahaya, damian paham sekali taktik apa yang orang dibalik ini mainkan. Dia mengancam keluarga Sarah agar tidak memperbesar masalah. Jelas orang itu cukup berani karena mau mengambil resiko bermusuhan dengan keluarga Tiara yang cukup terpandang.

"Aurora!"

Rama datang diiringi Tiara dan juga rafa yang masuk ke dalam kelas. Tiara sudah menangis sementara rafa tampak meradang.

"APA MAKSUDMU DENGAN SEMUA INI, HAA??" Bentak rafa membuat satu kelas heboh.

"A-aurora! Aku...aku tidak tahu apa salah-ku padamu. Tapi aku mohon mengakulah. Kau memang membully Sarah-kan?" Isaknya menyedihkan. Jelas dengan air mata dan

citra baik berprestasinya Tiara akan banyak mendapat simpati dari pada Aurora yang terkenal bar-bar dan kasar.

"Mereka semua memojokkan-ku padahal...aku tidak salah. Aku melaporkan hal yang benar."

"Kau punya bukti apa?" Tanya Aurora bersedekap dada menatap Tiara jengah.

"Aku punya foto-foto Sarah menangis di toilet. Saat itu aku sendiri yang melihat-mu keluar dari sana."

Anak-anak lain mulai kembali terpengaruh akan ucapan sungguh sungguh Tiara

"Tiara benar. Jika saat itu dia melihat-mu keluar toilet maka kau-lah yang menjadi pelakunya."

"Yah. Menurutku juga begitu." Ujar mereka menimpali.

Rama ingin sekali rasanya mengetuk kepala Tiara karena pandai bersandiwara. Padahal jelas dialah yang memanfaatkan apa yang Aurora lakukan pada Sarah agar menambah kesan buruk untuk Aurora di sekolah ini terutama di mata damian.

"Aku mohon mengakulah. Aku tidak sanggup dikecam semua orang."

"Tiara! Si paling pintar dan berprestasi. Dengarkan ucapanku dulu," ujar Aurora.

"Apa dengan kau melihat-ku keluar toilet bagi-mu akulah pelakunya? Jika begitu patut dipertanyakan prestasi-mu selama ini."

"Jangan mengatai Tiara!! Kaulah yang bersalah di sini," kecam Rafa marah.

"Aku hanya membela diri. Dia tidak bisa menuduh-ku tanpa melihat langsung apa aku melakukan itu pada Sarah atau tidak. Lagi pula saat itu dia juga masuk ke toilet. Bisa jadi dia pelakunya."

"Tidak saat itu Sarah mengatakan jika kau membully-nya," bantah Tiara keras.

"Apa aku harus percaya? Sarah saja tidak mengaku pernah mengatakan itu. Di sini kau-lah yang sangat ingin aku terlihat salah. Bukannya menyelidiki lebih dulu kau langsung menyebar berita itu. Kau sehat?"

Tiara tercekat. Apa yang aurora katakan benar-benar memojokkannya. Tidak disangka niat hati mau memperburuk keadaan justru berbalik menyerangnya.

"A-aku..saat itu bingung. Karena..."

"Banyak alasan!! Jika saja Aurora yang melakukan kesalahan mulut kalian langsung maju sedemikian rupa. Lalu bagaimana dengan wakil osis kalian ini, haa??" kompor Rama tidak mau Aurora disudutkan lagi.

"Kau diaam!!" geram Rafa menarik kerah seragam Rama yang tak kalah marah.

"Kau yang diaam!! Ini urusan mereka tapi sedari tadi kau membentak temanku. Cocok kalian berdua jadi pasangan. Sama-sama MUNAFIIK!!"

Bughh.

Rafa meninju wajah Rama. Mereka terkejut melihat itu tapi Aurora hanya diam justru tak ada niat melerai.

"Bang*saat!!"

Rama membalas pukulan rafa tidak kalah kuat. Tiara menjerit dengan tangis pecah menambah kesan dramatis di dalam kelas.

"Damian hiks! Lerai mereka aku mohon," pinta tiara pada damian yang menghela nafas kemudian berdiri.

Rafa dan Rama masih bergulat di depan sana sementara Kenan hanya menyaksikan. Dia malas ikut campur apalagi dalam hal sepele seperti ini.

"Damian hiks!"

"Jijik," desis Aurora meludah ke lantai karena tingkah tiara.

Saat damian pergi, Aurora mengekor cepat sembari mengacungkan jari tengahnya pada seisi kelas dengan jahil. Kelas yang ribut mengundang perhatian anak-anak lain sampai berkerumun di depan. Beruntung damian dan Aurora cepat meloloskan diri atau tidak mereka akan terperangkap dalam kerumunan masa.

"Kau mengkhawatirkan-ku ?" tanya Aurora mengekori damian masuk ke dalam lift.

"Aku tahu kau khawatir. Iya-kan?"

Damian tetap diam dengan kedua tangan masuk ke dalam saku celananya. Aurora hanya bisa menghela nafas akan sikap dingin damian yang tidak pernah berubah terhadapnya.

"Aku harap kau tidak menyukai Tiara. Dia cukup berbisa."

"Kau tidak lebih baik darinya."

"Ck! Apa kau tidak bisa menyenangkan hati pacar-mu ini sedikit saja hum" renggut

Aurora memeluk lengan kekar damian posesif. Damian melepas pelukan Aurora tapi bukannya terlepas, kedua tangan gadis itu makin erat membelitnya.

"Maaf."

Damian melirik Aurora yang bersandar di bahunya. Lift sudah terbuka hingga damian berjalan keluar tanpa mau menunggu Aurora melanjutkan ucapannya.

"Maaf aku membuatmu kesal. Lain kali aku akan bermain cantik. Seperti ini contohnya."

"Jangan mengurusi orang lain jika mengurus dirimu sendiri tidak bisa," tegas damian melepas paksa pelukan Aurora kemudian dia masuk ke ruangan privat miliknya.

Aurora ikut masuk dan Damian langsung berhenti. Detik berikutnya mata elang lelaki itu menghujam manik santai Aurora.

"Ada apa?"

"Keluar!"

"Aku tak dengar. Ada masalah dengan... Ehh!!" Aurora tersentak saat damian menarik tangannya dan di dorong pelan ke luar dan..

Brakk!!

Dia menutup pintu dengan kasar membuat wajah Aurora tertekuk masam. Kakinya menghentak kesal ke atas lantai karena susah sekali menjinakkan pejantan Theodore ini.

"Butuh berapa tahun lagi agar kau bisa menjadi kekasihku, haaa?! Kau...kau ini punya hati atau tidak?!" dongkol Aurora menendang pintu.

Damian mendengar segala makian Aurora tapi dia hanya menganggap nya angin lalu

Damian menelepon orang kepercayaannya untuk menyelidiki siapa yang telah membantu Aurora.

"Iya Tuan?"

"Aku menginginkan laporan tentang orang yang membantu Aurora dari luar. Secepatnya!"

"Baik, Tuan!"

Damian mematikan ponselnya. Dia duduk di sofa ditengah ruangan menatap lurus kedepan.

"Tidak akan gratis," gumam Damian dengan ekspresi wajah amat serius. Sementara di luar sana. Aurora langsung mendapat panggilan dari anak buah Mr Aldo. Sedikit menjauh dari pintu, Aurora mengangkat panggilan tersebut.

"Sudah selesai sesuai permintaanmu."

"Bagus. Memang itu yang ku mau," jawab Aurora puas dengan pekerjaan mereka.

"Ingat. Ini tidak gratis. Kau harus mengan tar barang lagi malam ini."

"Aku mengerti," jawab Aurora mematikan sambungan. Dia menghela nafas. Memang tidak mudah tapi mau bagaimana lagi. Hanya ini yang bisa ia lakukan untuk melindungi diri. Entah-lah, melindungi diri atau lebih tepatnya mencari mati.

****

Sudah 6 jam berlalu. Anak-anak lain berangsur beranjak pulang karena semua kelas hari ini telah selesai. Tapi Aurora, dia masih menunggu di depan pintu ruangan khusus damian karena teringat akan ucapan arsenio di kelas tadi. Dia malas bertemu lelaki itu dan lagi jika turun pasti akan ada perdebatan dari para pemuja Tiara. Saat Bell berbunyi suara riuh memang terdengar. Tapi Aurora memang belum mau turun menunggu damian keluar dan suasana sekolah jadi sepi. Duduk bersandar di pintu sembari mendengarkan musik. Sampah camilan dan kuaci sudah berserak berantakan di sekelilingnya tapi lagi-lagi Aurora bukan tipe yang rapi dan cekatan. Salah satu hobbynya adalah bermalas-malasan.

"Hoaamm!! Damian!!"

Aurora mengusap dan menggedor-gedor pintu ruangan.

"Rora ngantuuk!! Ayo pulaang!!" manjanya mulai kembali pada stelan lebay teramat lebay.

Tidak ada sahutan dari damian. Alhasil Aurora memejamkan matanya sembari bersandar memeluk dirinya sendiri Satu jam kemudian pintu terbuka. Damian tersentak sigap menahan bahu damian yang mau tumbang saat ia menarik pintu tersebut. Mata Aurora tertutup dengan headset masih terpasang di telinganya. Damian menatap datar sampah camilan di sekitar Aurora kemudian menghela nafas.

"Kenapa harus ada gadis seperti-mu?"gumam Damian terpaksa menggendong Aurora yang tertidur bak orang mati. Sekali-pun gedung ini roboh mungkin dia masih akan duduk di depan pintu ini.

1
Nuzul'ea
damian ini cuek tapi perhatian,yaa walaupun aurora gak tau
بنتى بنتى
next
N Kim
terima kasih😊
Dewi hartika
next thor terus, berinspirasi selalu, semangat.
Nuzul'ea
kak semangat terus up nya aku tunggu,ceritamu kerenn/Ok//Good//Good//Good/
Dewi hartika
hem udahlah tinggalkan damian itu, karna tak menghargai perjuanganmu, lebih baik jalani hidup dengan kebahagiaan, dari pada kecewa dan rasa sakit, next thorr.
Sribundanya Gifran
lanjut thor
Sribundanya Gifran
lanjut
Aisyah Azzahra
Saya sangat menyukai cara penulis menggambarkan suasana.
N Kim
terima kasih sudah mau membaca ceritaku/Smile/
Tsumugi Kotobuki
Ceritanya asik banget thor, jangan lupa update terus ya!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!