NovelToon NovelToon
Takdir Cinta Sang CEO

Takdir Cinta Sang CEO

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / CEO / Cinta pada Pandangan Pertama / Wanita Karir / Ibu Mertua Kejam / Ibu Tiri
Popularitas:5.5k
Nilai: 5
Nama Author: relisya

Aruna Nareswari, seorang wanita cantik yang hidup sebatang kara, karena seluruh keluarganya telah meninggal dunia. Ia menikah dengan seorang CEO muda bernama Narendra Mahardika, atau lebih sering dipanggil Naren.
Keduanya bertemu ketika tengah berada di tempat pemakaman umum yang sama. Lalu seiring berjalannya waktu, mereka berdua saling jatuh cinta dan memutuskan untuk menikah.
Mereka berharap jika rumah tangganya akan harmonis tanpa gangguan dari orang lain. Namun semua itu hanyalah angan-angan semata. Pasalnya setiap pernikahan pasti akan ada rintangannya tersendiri, seperti pernikahan mereka yang tidak mendapatkan restu dari ibu tiri Naren yang bernama Maya.

Akankah Aruna mampu bertahan dengan semua sikap dari Maya? Atau ia akhirnya memilih menyerah dan meninggalkan Narendra?

Jangan lupa tinggalkan jejak setelah membaca ya, terima kasih...

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon relisya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 26

Saat Narendra melewati depan ruang keluarga, Maya, Diandra dan Haikal yang penasaran pun langsung mengikutinya dari belakang. Mereka bertiga memang sengaja menunggu Narendra di ambang pintu ruang keluarga.

"Aruna kenapa Ren?" lontar Maya yang berjalan di belakang Narendra.

Narendra tak menggubris pertanyaan sang ibu. Ia lebih fokus pada Aruna yang terlihat lemah. Ingin segera sampai di kamar, agar sang istri bisa segera istirahat.

Sebenarnya Maya merasa kesal karena tak mendapatkan respon. Namun, ia yang penasaran membuang segala amarahnya itu, dan tetap mengikuti Narendra ke kamar.

.

Sesampainya di kamar, Narendra langsung membaringkan tubuh lemah sang istri ke atas tempat tidur. Lalu mengatur beberapa bantal yang ada di sana untuk sandaran sang istri agar lebih nyaman.

Maya, Diandra dan Haikal pun langsung berdiri di tepi tempat tidur, mengelilingi Aruna dan Narendra yang berada di sana.

"Sebenarnya ada apa Naren?" Maya kembali bertanya.

"Iya kak, dari tadi loh mama tanya, tapi nggak ada jawabannya," timpal Diandra, sedikit kesal karena sang kakak telah mengabaikan sang ibu.

"Ck! Bisa diam dulu nggak sih?!" Narendra yang kesal dengan ocehan mereka pun langsung meninggikan suaranya.

Seketika itu juga Maya dan juga Diandra langsung terdiam. Mereka menyingkir dari sana, dan memilih untuk duduk di sofa yang berada di dalam kamar tersebut.

"Untung aja gue diem, nggak ikut tanya-tanya." Batin Haikal, sembari mengikuti Maya dan Diandra yang berjalan menuju sofa.

.

Tak lama kemudian, Bi Ainur tiba di kamar itu dengan tergesa-gesa. Ia membawa segelas air putih di tangannya, dengan raut wajah paniknya.

"Ini non, diminum dulu." Ujar Bi Ainur, sembari mengulurkan gelas tersebut ke hadapan Aruna yang sudah memposisikan tubuhnya bersandar di sandara tempat tidur.

Tanpa banyak berkata-kata Aruna langsung meneguk air tersebut, untuk menghilangkan sedikit rasa lemasnya, dan sedikit rasa pahit yang masih tertinggal di mulutnya.

"Terima kasih bi," ucap Aruna setelah meneguk setengah air di dalam gelas.

"Nggak usah bilang seperti itu non," jawab Bi Ainur seraya menaruh gelas yang ada di tangannya ke atas nakas samping tempat tidur.

"Oh iya, non Aruna baik-baik saja kan?" tambahnya lagi, ingin memastikan kondisi wanita itu.

Aruna tersenyum manis, "Aku baik-baik aja kok bi! Bibi nggak usah khawatir,"

"Syukurlah kalo non baik-baik saja," ujar Bi Ainur bernapas lega.

"Kalo gitu saya lanjut kerja lagi ya tuan, non. Kalo butuh apa-apa panggil bibi aja," sambungnya lagi sebelum mengundurkan diri dari sana.

"Iya bi, terima kasih." Ucap Aruna dan Narendra hampir bersamaan.

Bi Ainur hanya tersenyum manis saja, lalu bergegas pergi dari sana. Ia melewati belakang sofa yang diduduki oleh Maya, Diandra dan Haikal begitu saja. Tanpa menyapa, karena posisinya yang memang berada di belakang.

Sedangkan ketiganya sendiri bersikap bodoamat, karena bagi mereka Bi Ainur memanglah orang yang tidak penting di rumah itu.

Setelah Bi Ainur tidak terlihat lagi, ketiga orang tadi kembali menghampiri Aruna dan Narendra. Mereka berdiri di samping tempat tidur, dengan tatapan intimidasi dari Maya dan Diandra.

"Kenapa?" tanya Maya ketus, dengan kedua tangan yang ia lipat di depan dada.

Aruna yang mendapat pertanyaan pun memaksakan senyumannya, "Nggak papa kok ma, mungkin masuk angin atau kecapean saja,"

"Gitu aja manja banget!" cetus Maya.

"Tau tuh! Padahal cuma masuk angin doang!" seru Diandra tak kalah pedas dari sang ibu.

"Orang nggak tau diri emang gitu Di!" ujar Maya.

"Iya ma, pengen banget usi-,"

"Cukup!!!"

Narendra yang tidak senang dengan perkataan Maya dan Diandra langsung memotong ucapan gadis itu. Bahkan kini ia menatap tajam keduanya, yang sejak tadi memang tidak mau diam.

"Kalo kalian nggak bisa tenang, pergi dari sini!" bentak Narendra.

"Istriku butuh istirahat! Bukan ocehan nggak jelas kalian!" imbuhnya lagi.

Diandra yang sebenarnya ketakutan berusaha bersikap biasa saja. Ia langsung memeluk lengan sang ibu, namun masih menunjukkan sifat angkuhnya.

"Ayo ma, kita pergi aja dari sini!" ajak Diandra, yang langsung menarik tangan sang ibu.

"Ck!" Maya hanya berdecak saja, namun mengikuti langsung sang anak.

Kedua wanita pengganggu itu pun akhirnya pergi dari sana, dengan kaki yang sedikit dihentakkan.

Narendra membuang napasnya kasar, lalu kembali menatap sang istri dengan sendu. Ia kasihan setiap kali melihat Aruna yang selalu dipojokkan oleh ibu dan adik tirinya itu.

"Nggak papa sayang," ucap Aruna yang mengerti arti pandangan mata sang suami, dengan senyuman yang dipaksakan.

"Emm... Semoga cepet sembuh ya Na," ucap Haikal sedikit takut, yang ternyata masih tertinggal di sana.

Aruna melirik ke arah laki-laki tersebut, "Makasih Kal,"

"Iya Na, Gue pergi dulu."

Karena takut Narendra akan memarahinya, akhirnya Haikal memutuskan untuk segera menyusul Maya dan Diandra yang sudah berada di luar.

Setelah sampai di ambang pintu, Haikal yang melihat keberadaan Maya dan Diandra pun memutuskan untuk menutup pintu kamar tersebut.

Setelahnya, barulah ia menghampiri kedua wanita beda usia, namun memiliki sifat yang hampir sama.

"Tuh kan, apa mama bilang! Dia itu cuma masuk angin biasa!" tegas Maya merasa menang.

"Belum pasti ma," ucap Diandra dengan cepat.

"Tapi, semoga aja memang begitu," sambungnya lagi.

"Aku juga berharap seperti itu tan, biar nanti nggak menghidupi anak orang lain," ujar Haikal yang masih berharap suatu saat bisa menikah dengan Aruna, dan hidup bahagia.

"Lebih baik kita kembali ke ruang keluarga! Bahaya kalo ada yang dengar ucapan kita ini!" ajak Maya, sembari celingukan untuk memastikan kondisi di sana.

"Iya, mama benar!" Diandra pun menyetujuinya.

"Yaudah, ayo kita kembali ke sana." Ajak Haikal yang juga setuju.

Akhirnya mereka bertiga kembali ke ruang keluarga, untuk mengobrol sembari menonton acara televisi yang mereka lihat tadi.

.

Di dalam kamar, raut wajah Narendra masih terlihat begitu mengkhawatirkan kondisi sang istri saat ini. Walaupun istrinya itu sudah tidak selemah tadi, namun tetap saja rasa khawatir itu ada sebelum mengetahui apa yang sebenarnya terjadi pada Aruna.

Narendra duduk setia di pinggiran tempat tidur, sembari mengusap lembut punggung tangan sang istri. Sesekali pula ia akan mencium tangan tersebut, untuk melupakan segala rasa khawatirnya.

"Sayang, kamu beneran nggak papa kan?" tanya Narendra. Entah sudah berapa kali ia melontarkan pertanyaan yang sama.

Aruna tersenyum manis. Ia tidak akan pernah bosan untuk menjawab pertanyaan dari suaminya itu, "Iya sayang, aku nggak papa kok!"

"Mungkin aku cuma kecapekan aja. Apalagi akhir-akhir ini di butik sedang ramai pelanggan," sambung Aruna lagi.

"Atau jangan-jangan kamu lagi hamil yang?"

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!