Aku Richie, pria jomblo tampan, kaya raya yang tak mau menikah. Ayah ku memaksa aku menikahi Alya, gadis cantik yang sabar, tegar dan keras hati.
Entah sejak kapan Alya mencintai ku aku tak tahu. Aku sangat membenci nya, Aku ingin ia hidup tersiksa bersama ku.
Ku pikir, menghadirkan Farah, sebagai kekasih bayaran untuk merusak rumah tangga ku akan membuat ia pergi dan minta cerai dari ku.
Tapi Aku salah. Aku justru terperangkap oleh drama yang ku buat sendiri.
Kehadiran Mario yang sangat tergila-gila pada istri ku membuat hati ku tak rela melepaskan Alya.
Benih-benih cinta yg mulai tumbuh di hati ku, justru membuat aku menderita.
Aku tak yakin, Alya sanggup bertahan dari godaan Mario.
Haruskah ku biarkan cinta Alya direbut oleh Mario yang berpredikat play boy?
CUSSSS,, BACA NOVEL NYA !!!
Jangan lupa, pantau juga karya ku yang lain y 🤗
SUBSCRIBE, LIKE, KOMEN,VOTE ⭐ ⭐ ⭐ ⭐ ⭐ Jika kamu suka y 🤗
Bantu support with GIFT Biar Author tetap semangat ❤️❤️❤️🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Afriyeni Official, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PERASAAN BERSALAH YANG MENYIKSA
Aku terpaku menatap Alya yang di bimbing Mario berdiri dari posisi jatuh nya.
Alya tampak tertatih-tatih, aku ingin membantu nya. Namun kehadiran Mario di samping nya telah membuat ku patah hati.
Untuk apalagi aku mempedulikan Alya. Aku hanya lah seorang pecundang yang dulu hampir mencelakai nya. Alya sudah terlalu banyak tersakiti oleh ku. Aku malu, malu pada Alya dan juga Mario. Mereka berdua adalah korban kelakuan ku yang selama ini egois dan suka seenak nya.
Apakah Mario benar-benar terlanjur jatuh cinta pada Alya? Jika benar, aku telah melakukan kesalahan besar. Aku tak tega membuat si play boy itu patah hati untuk yang pertama kali nya.
Perbuatan masa lalu ku pada Alya, akan kah dia memaafkan nya? Alya pasti akan selalu mengingat nya selama hidup nya. Aku tak sanggup di dera perasaan bersalah seumur hidup terhadap istri ku.
Harus kah ku biarkan Alya dan Mario bersatu? Mereka seperti nya pasangan yang serasi. Batin ku bergelut rasa cemburu berkepanjangan.
Amarah, kecewa dan cemburu kembali bernyanyi di sanubari ku.
"Lepaskan tangan mu dari nya Mario!" aku menghampiri Alya dan Mario.
Ku singkirkan tangan nya dari pundak Alya.
Mario meradang dan mendengus kesal sembari memandang ku nyalang.
"Jika kau tak sanggup menjaga Alya, aku bisa menggantikan mu dengan lebih baik kak Richie!" ucapan nya membakar dada ku.
Aku membalas pandangan nya, dengan gusar ku dorong tubuh nya agar menjauh dari Alya.
"Jangan ikut campur urusan ku terlalu dalam! Ku peringatkan kau, Mario!" aku masih menahan diri karna kami masih ada dalam lingkungan kantor.
"Aku begini karna kau! Kau yang memulai permainan ini!" hardik Mario mengingatkan ku.
Mulut ku bungkam tak sanggup menjawab ucapan nya.
Mario jadi uring-uringan tak menentu saat Alya merapat ke tubuh ku.
Ku tatap Alya yang tampak meringis menahan sakit karna pergelangan kaki nya yang memerah dengan penuh rasa iba.
"Naik lah ke punggung ku. Biar ku gendong." Ku tepuk pundak ku dan menuntun lengan Alya agar bergayut di pundak.
"Cih! Sejak kapan kau punya perhatian? Kau cuma manusia batu yang tak punya perasaan. Wanita yang hidup bersama mu akan tersiksa. Aku tak kan membiarkan Alya hidup tersiksa dengan mu." teriak nya jengkel melihat aku berjongkok di hadapan Alya agar dia naik ke punggung ku.
Aku tak menggubris teriakan nya yang mencaci maki diri ku. Yang terpikirkan saat ini, hanya keadaan Alya yang ku rasa terkilir karna jatuh setelah mengejar ku tadi.
"Cepatlah, aku lelah mendengar ocehan nya." ucap ku memaksa Alya segera naik ke punggung ku.
Senyuman tipis, tersungging di bibir Alya saat mendengar ucapan ku. Tanpa ku perintah dua kali, Alya melingkarkan kedua lengan nya ke leher ku.
Lumayan berat, namun aku bahagia. Menggendong Alya di depan Mario yang memandang ku dengan penuh kecemburuan dan kebencian di mata nya cukup membuat hati ku puas.
Terserah, Mario menilai diriku seperti apa. Aku memang egois, aku tak peduli meski pun ia akan terluka. Alya adalah istri ku, aku tak kan melepaskan nya pada Mario.
"Apa kau tersiksa hidup dengan ku?" aku bertanya pada Alya saat ia ku duduki di atas mobil.
"Semua tergantung niat mu pada ku Richie." jawab Alya ambigu.
Huffh..! Aku menghembuskan nafas kuat. Aku masih butuh waktu banyak untuk menata hati Alya yang telah sering kali ku sakiti.
Tanpa banyak bicara lagi, aku melajukan mobilku menuju rumah. Cuma rumah tempat ku ternyaman untuk bicara dengan Alya. Suasana hati ku masih tak baik-baik saja.
Begitu juga dengan Alya, ia mungkin masih shock karna kepergok sedang bicara dengan Mario. Sepanjang perjalanan pulang, Alya hanya diam tak bicara.
Sesampai nya di rumah.
"Leon, bawakan aku sebuah handuk kecil dan se baskom air hangat ke dalam kamar." jerit ku pada Leon yang tampak kebingungan karna aku membopong Alya ke kamar.
"Iya tuan muda, segera!" jawab Leon tergopoh-gopoh pergi mengambil yang aku perintahkan pada nya.
Aku membaringkan kan Alya di atas ranjang. Peluh ku bercucuran karna energi ku cukup terkuras menggendong tubuh nya.
"Ini tuan muda." Leon telah berada di dekat ku sembari menyerah kan baskom berisi air hangat dan sehelai handuk kecil.
Aku pun merendam handuk itu dan meremas nya kemudian menaruh nya di atas pergelangan kaki Alya yang memerah karna terkilir.
"Ough...!" Alya meringis sedikit saat aku menekan bekas terkilir di kaki nya.
"Apa itu sakit sekali?" tanya ku cemas.
"Lumayan, kau menekan nya terlalu keras." ujar Alya meringis.
"Tidak, aku cuma menekan nya sedikit. Justru ini paling pelan tanpa tenaga." ucap ku tersenyum geli melihat reaksi nya yang seperti cacing kepanasan.
"Pelan gimana, tangan mu kan besar. Sedikit bagi mu, itu kuat bagi ku." ujar nya sewot.
Saat Alya sewot begitu, ia makin terlihat cantik. Aku jadi gemas melihat bibir nya yang mencuat maju sepuluh senti. Rasa nya ingin ku gigit.
Aku tersadar, Leon masih berdiri dalam kamar, memperhatikan ku.
"Kau, ngapain lagi kau masih berdiri disitu? Sana keluar!" usir ku kesal.
Leon kaget dan cuma nyengir kuda.
"Maaf tuan, saya keluar. Permisi." ucap Leon seraya bergegas keluar kamar mengikuti perintah ku.
"Tutup pintu nya Leon!" teriak ku lantang.
"Iya tuan!" sahut Leon berbalik dan menutup pintu kamar ku yang terbuka dengan cepat.
Aku menghembuskan nafas lega. Akhir nya, ada kesempatan untuk bermesraan dengan Alya. Sedari tadi, aku sudah tak tahan ingin memeluk dan mencium nya. Tapi aku takut, Alya akan marah pada ku gara-gara sikap ku yang mengabaikan nya hingga ia jatuh terkilir.
"Maafkan aku, gara-gara aku kamu begini." ujar ku merasa bersalah.
Alya memandang ku dengan sendu.
"Aku tahu, kau pasti kesal pada ku." ujar nya mengabaikan permintaan maaf ku.
"Aku tidak kesal, aku cuma malu pada mu." sahut ku menyingkirkan rasa gengsi ku di depan nya.
"Malu, malu kenapa? Apa aku tidak salah dengar?" Mata Alya membulat sempurna merasa heran mendengar ucapan ku.
"Aku malu karna ingat masa lalu ku pada mu." ujar ku lirih.
Perasaan bersalah, masih menggerogoti hati ku.
Alya mengerutkan dahi nya, ia tampak bingung mencerna setiap perkataan ku.
"Masa lalu yang gimana?" desak Alya penasaran.
Ia tak mengerti kemana arah pembicaraan ku.
"Aku malu karna selalu ber prasangka buruk pada mu. Aku malu karna telah berdrama dengan mu sehingga Mario yang harus nya tak ada dalam hubungan kita jadi ikut terlibat." desah ku berat.
Perasaan malu dan bersalah pada Alya membuat seluruh kekuatan ku runtuh. Harga diri ku jatuh sudah.
"Aku juga malu, jika setiap kali teringat masa kecil kita. gara-gara aku kau hampir mati. Dan tadi, kau terjatuh juga gara-gara aku. Aku sungguh tak berguna untuk mu." raut penyesalan di wajah ku membuat Alya termangu.
"Maafkan aku Alya. Mau kah kau memaafkan ku?" tanya ku penuh harap pada nya.
Aku berharap, setiap kata maaf ku akan membuat Alya bisa melupakan semua kenangan buruk tentang diri ku dan diri nya.
Maukah Alya memaafkan ku?
.
.
.
BERSAMBUNG