Sarah harus menelan pil pahit, suami yang dicintainya malah menggugat cerai. Namun, setelah resmi bercerai Sarah malah dinyatakan hamil.
Kenyataan pahit kembali, saat ia akan mengatakan bahwa dirinya hamil, ia malah melihat mantan suaminya bersama teman wanitanya yang terlihat lebih bahagia. Sampai pada akhirnya, ia mengurngkan niatnya.
Sarah pergi dari kehidupan mantan suaminya. Akankah mantan suaminya itu tahu bahwa dirinya hamil dan telah melahirkan seorang anak?
Ini hanya sekedar hiburan ya, jadi jangan berkomentar tak mengenakan, jika tidak suka skip saja. Hidup itu harus selalu dibawa santai😊😊
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon febyanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 26
Putra tengah terbaring, tubuhnya lemas setelah kepergian orang tuanya. Sarah sampai bingung, padahal tadi pagi anaknya itu baik-baik saja, kenapa mendadak panas begini?
Kini, Sarah tengah duduk di kursi sisi brankar. Ia terus menggenggam tangan Putra, mengusap jari-jemarinya dan mengecupnya. Tak lama, bi Ami pun datang setelah dijemput oleh Pandi. Berniat menemani Sarah di sana.
"Bi," lirih Sarah dengan pipi yang basah karena terus menangis.
"Gimana kondisi Putra?" tanya bi Ami.
"Mending, Bi. Sudah diberi penurun panas," jawab Sarah.
"Papa ...," ucap Putra dengan mata terpejam.
"Sarah, apa kamu tidak ngasih tau pak Farhan?"
Sarah menggelengkan kepala karena ia memang tidak mempunyai kontak pria itu. Tapi, kalau ia berniat ia bisa memintanya pada staff di kantor.
"Hubungilah, bagaimana pun pak Farhan sangat dibutuhkan apa lagi sejak tadi Putra ingin bersama papanya," bujuk bi Ami.
Sarah pun menurunkan egonya, ia mencoba menghubungi Ramdan karena ia yakin pria itu pasti bisa mendapatkan kontak pimpinan dengan cepat. Untungnya, pria itu mau membantu setelah Sarah menceritakan semuanya.
Wanita itu akhirnya menghubungi mantan suaminya, tersambung tapi tak kunjung ada jawaban.
"Kemana sih, giliran dibutuhin malah gak ada!" gerutu Sarah.
"Gimana?" tanya bi Ami.
Sarah menggelengkan kepala sebagai jawaban.
"Nanti aku coba hubungi lagi, mungkin dia lagi sibuk," jawab Sarah. Tak lupa ia memberikan pesan, semoga pria itu membacanya dan segera menghubunginya kembali.
***
Farhan bukan sibuk, tapi ia tengah melamun di ruangannya. Ia tahu sejak tadi ponselnya berdering, karena ponsel yang berdering memang khusus untuk orang kantor. Farhan tidak ingin diganggu untuk saat ini.
Akhirnya, pria itu beranjak. Ia putuskan lebih baik pulang ke Jakarta karena ia berniat menyelesaikan urusannya dengan Celine. Mau menerimanya atau tidak, calon istrinya itu harus bisa terima dengan keputusan yang diambilnya. Sebenarnya, ia serba salah. Tapi inilah yang harusnya terjadi, dari salah satu mereka memang akan ada yang tersakiti.
Tak lama, ponsel pribadinya berdering. Ia segera mengangkatnya karena Amel, sang ibu sang menghubunginya. Ibunya itu menghubunginya karena Celine tadi siang datang ke rumah sambil membawa beberapa contoh surat undangan.
Tak berpikir panjang lagi, Farhan segera ke Jakarta. Saat diperjalanan, ia sambil menghubungi calon istrinya itu. Sayangnya, ponsel wanita itu tidak aktif. Farhan mengerti statusya yang sebagai dokter mungkin wanita itu tengah sibuk karena ia tahu jadwal dokter itu. Hari di mana, wanita itu bagian malam berjaga di rumah sakit.
Dua jam lebih diperjalanan, akhirnya ia sampai di kediaman orang tuanya. Farhan bertemu dengan ibunya, dan ia langsung menceritakan semuanya tentang keadaan Sarah juga Putra.
Ibu mana yang tega mendengar kisah menantunya dalam keadaan susah seperti itu? Seratus persen, mama Amel mendukung Farhan kembali bersama Sarah.
"Semoga Celine bisa menerimanya," ujar mama Farhan.
Farhan tengah memegang beberapa contoh surat undangan, ini tidak boleh dibiarkan lama-lama ia harus segera menemui Celine.
***
Keesokan paginya.
Farhan menemui Celine ke apartemennya, tapi sayangnya wanita itu tidak ada. Ia tahu dari asiaten rumah tangga yang bekerja di sana.
Yang katanya tengah mengadakan pertemuan dokter di kota Bandung.
Lagi-lagi, ia harus bolak-balik antara Jakarta-Bandung.
"Terima kasih, Mbak," ucap Farhan pada asisten di sana.
"Iya, Pak. Sama-sama."
Pria itu segera ke Bandung pagi itu juga. Pergi ke rumah sakit yang diberitahukan asisten tadi. Rumah sakit terbesar di kota Bandung.
Tibalah ia di sana, lama Farhan menunggu kedatangan Celine. Karena wanita itu tengah rapat. Saat sedang menunggu, Farhan tak sengaja mendengar suara yang dikenalnya. Ia menoleh ke loket apotik di sana.
"Sarah," ucapnya. Karena penasaran, ia segera menemui mantan istrinya itu.
"Mas," kata Sarah saat mereka bertemu. Sarah tersenyum karena ia mengira kedatangan Farhan memang untuk menemuinya karena pesan yang ia kirim semalam. "Syukurlah kamu datang, Putra selalu memanggilmu, dia sekarang ada di ruangan sebelah," terang Sarah.
Farhan tidak mengerti apa yang diucapkan Sarah. Tapi ia mengikuti ke mana wanita itu pergi. Tiba di ruangan, Farhan terkejut melihat kondisi anaknya. Putra terbaring di brankar dengan jarum yang menancap di punggung tangannya.
Orang tua mana yang tak khawatir jika melihat anaknya seperti ini.
"Anak-ku," lirih Farhan.
Putra yang mendengar pun membuka mata. "Papa ..." Anak kecil tangguh itu pun akhirnya menangis.
"Jangan menangis, Papa ada di sini." Farhan memeluk dan menciumnya. "Apa Sarah menghubungiku?" batinnya. Tak ingin terjadi salah paham lagi, ia tak menanyakan apa pun pada wanita itu. Ia menemani Putra.
"Mas, mungkin kalau kamu yang bujuk mungkin Putra mau makan. Aku sudah mencobanya tapi dia tetap tidak mau," kata Sarah.
"Sini, mana makanannya biar Mas yang suapi."
Sarah mengambil makanan di atas meja nakas sebelah brankar dan memberikannya pada mantan suaminya.
"Putra, sekarang makan dulu ya biar cepet sembuh," bujuk Farhan.
Anak kecil itu mengangguk dan mulai menerima suapan dari papanya.
"Syukur kalau sudah mau makan, hanya papanya yang diinginkannya saat ini, Sarah," kata bi Ami yang baru sampai di ruangan itu. "Cobalah kamu pikirkan untuk menerimanya, setiap orang berhak mendapatkan kesempatan kedua. Buang jauh-jauh egoismu itu, demi Putra juga kebahagiaanmu," kata bi Ami lagi.
Sarah pun diam dan berpikir.
"Bibi tunggu di luar," pamit bi Ami.
Sarah menghampiri Farhan dan ikut duduk di sisi brankar, menemani mantan suaminya yang tengah menyuapi Putra.
***
Saat bi Ami keluar dan menutup pintu, ia tak sengaja seseorang dari belakang ada yang menabraknya.
"Maaf, Bu. Saya tidak sengaja," kata orang itu.
Bi Ami membalikkan tubuhnya dan melihat pakaian orang itu, dari pakaiannya saja bi Ami sudah tahu siapa dia.
"Iya, Bu Dokter. Tidak apa-apa," kata bi Ami. Posisi bi Ami yang berada di dekat pintu yang terdapat kacanya, sehingga dokter itu bisa melihat ke dalam ruangan itu.
"Mas Farhan," batin dokter itu yang tak lain adalah dokter Celine. "Sedang apa dia di sana? Anak siapa yang tengah disuapinya?" batinnya bertanya-tanya.
"Ibu sedang menjenguk?" tanyanya, padahal basa-basi karena penasaran dengan calon suaminya yang ada di dalam sana. Bahkan ada seorang wanita di sebelahnya, tapi tak begitu jelas karena terhalang tubuh Farhan.
"Iya, lagi jenguk cucu," jawab bi Ami.
"Itu orang tuanya?" tanya dokter itu sambil melihat ke ruangan itu melalui pintu yang ada kacanya.
"Iya," jawab bi Ami tanpa berbelit-belit.
Dokter Celine cukup lama melihat, sampai akhinya ia bisa melihat wajah wanita yang ada di sebelah calon suaminya.
"Itu 'kan?" Dokter Celine masih ingat dengan wajah Sarah yang ia jumpai di butik waktu itu. Andai ia dokter di sana, mungkin ia ada keberanian untuk masuk ke dalam. Tapi demi nama baiknya, ia tak melakukan hal itu.
"Saya permisi kalau begitu, maaf ya Bu saya tidak sengaja," kata dokter itu sekali lagi pada bi Ami.
Bi Ami mengangguk. "Ramah sekali," ucap bi Ami setelah kepergian dokter yang tidak diketahui namanya itu. Ia juga melihat ke ruangan melalui kaca, ia tersenyum melihat mereka.
"Berbahagialah kalian," ucap bi Ami.
aku nie mula bersuami pun xpandai, suami yg ajarkan🤭🤣🤣