Bertahan Sakit Berpisah Sulit

Sudah hampir tiga bulan berjalan Adrian bekerja dengan begitu baik di perusahaan milik Papa Alina. Sebentar lagi waktunya Adrian memberikan keuntungan sebesar sepuluh persen untuk perusahaan sesuai kesepakatan. Adrian yakin dengan kerjasama bersama Saddam sangat menguntungkan, ditambah dengan proyek-proyek lain.

Hari yang dijanjikan sekitar 5 hari lagi, namun Alina dan Adrian mulai sedikit gelisah sebab mereka takut hasilnya tidak sesuai ekspektasi mereka. Apalagi tiba-tiba saja ada keganjilan dalam beberapa laporan terkait produk dengan Saddam sebagai investor nya.

"Mas, di minum dulu. Coba cek ulang, jangan terlalu khawatir."

Malam itu di rumah mereka, keduanya masih memeriksa problematik yang tiba-tiba muncul, sebenarnya Alina juga ikut panik namun dia harus menenangkan suaminya.

“Coba lihat ini, Lin. Bukankah harusnya ada tanda tangan Saddam di persetujuan berkas ini, kenapa sekarang malah kosong? Jika begini, kalau aja terjadi sesuatu pada produk... kita yang akan disalahkan sepenuhnya dan tentunya akan mendapatkan kerugian yang sangat besar.“

Alina mengambil berkas itu dari tangan Adrian, benar saja ternyata Saddam tidak ikut menandatangani di berkas salah satu persetujuan.

“Mas mau menghubungi Saddam, nggak? Coba tanyain sama dia, kenapa berkas ini dia nggak tanda tangan.“

Adrian mengangguk. “Sebaiknya iya, Mas harus telepon dia dan segera menyelesaikan masalah ini.“

Adrian gegas menelepon Saddam, namun panggilan nya tidak diangkat. Beberapa kali mencoba akan tetapi tetap saja tak dijawab oleh Saddam.

“Mungkin dia sedang sibuk, Mas.“

"Tapi ini sudah pukul 8 malam, apa mungkin masih di perusahaan nya?" entah kenapa Adrian merasa curiga pada Saddam.

“Nah, mungkin saja dia lagi ada perjamuan makan malam atau pesta dengan para kolega bisnis nya. Kita nggak tau kehidupan Saddam seperti apa, bukan. Besok pagi kita pergi ke perusahaan nya... jika dia enggak jawab panggilan kamu terus, oke.“

"Oke dong sayang! Mas pasti nurut sama istri cantik Mas ini...“

“Gombal terus,“ Alina terkekeh.

Hufff!

Tiba-tiba tubuh Alina melayang, “MAS!“

"Waktunya kita memanjakan tubuh kita, kata Dokter kandungan... kita bisa pelan-pelan melakukan HB nya, Mas kangen tengok dede di perut kamu sayang..."

Cup!

Alina mengecup bibir suaminya, tandanya mengiyakan keinginan Adrian. Dia mengalungkan kedua tangan di leher suaminya itu.

Akhirnya keduanya pun larut dalam kegiatan suami istri malam itu, mengenyahkan pikiran-pikiran kusut akibat pekerjaan.

.

.

Di rumahnya, tepatnya di balkon kamar. Saddam sedang menyandarkan tubuh bagian depan di pagar pembatas. Dia meminum soft drink dingin untuk menghilangkan kegelisahan nya karena sebentar lagi akan mengecewakan Alina, mata pria tampan itu menerawang jauh.

"Sorry, Lin. Aku harap kamu nggak marah terlalu lama padaku... aku melakukannya agar perusahaan Ayah mu goyah! Bahkan aku sudah menghubungi beberapa kenalan Papa ku agar tidak memberikan investasi pada perusahaan Papa mu jika mengalami goncangan akibat penarikan investasi besarku." Saddam melihat panggilan tak terjawab dari Adrian sebanyak enam kali, dia sengaja tidak menjawab karena menduga Adrian ingin membicarakan tentang masalah produk kerjasama mereka.

"Kak, sedang apa?" Emma masuk ke dalam kamar Saddam hanya dengan memakai celana hotpants dipadukan kaos kekurangan bahan yang memperlihatkan belahan da da dan juga bagian perut.

"Ganti bajumu, udara sangat dingin! Nanti kamu flu!" tegur Saddam, entah kenapa semakin kesini adik angkatnya itu semakin berani jika berpakaian di depan nya. Namun Saddam masih berpikiran positif, Emma belum tahu jika dirinya adalah kakak angkat Emma alias anak angkat kedua orang tua kandung dari gadis yang berusia 21 tahun itu.

Mata Emma menyipit mendengar nada tegas dalam suara Saddam padanya, tadinya malahan dia akan memakai lingeriee sexy untuk menggoda Saddam.

Dua tahun lalu, tanpa sengaja Emma mengetahui jika Saddam bukanlah kakak kandung nya. Sejak hari itu perasaan cinta yang seharusnya salah telah tumbuh di hati Emma pada Saddam, gadis itu melihat Saddam sebagai laki-laki bukan seorang kakak.

"Aku begini hanya di depan kak Saddam, di luar aku selalu berpakaian sopan kok." Emma menduga Saddam marah karena dia memakai pakaian minim, padahal Saddam sangat terganggu dengan penampilan sexy adiknya itu di sekitar nya.

Usia Emma sudah 21 tahun, bukan lah lagi gadis kecil seperti dulu yang seenaknya memakai pakaian apapun di tubuhnya di depan Saddam. Tubuh Emma sudah membentuk lekukan, bahkan kedua gumpalan daging di da da sudah tumbuh besar.

Saddam memang tidak pernah berpikiran aneh atau kotor, namun tingkah Emma selama beberapa bulan ke belakang membuatnya sedikit risih. Jika kedua orang tua angkatnya tidak menelepon meminta tolong menjaga Emma saat liburan di Indonesia, Saddam tidak ingin berdekatan dengan gadis itu.

Salah satu alasan Saddam memutuskan pindah dari Belanda ke Indonesia karena pria itu ingin menghindar dari Emma. Gadis itu selalu posesif terlalu ikut campur urusan pribadi Saddam, juga berperilaku impulsif selalu melakukan sesuatu tanpa berpikir panjang atau mempertimbangkan konsekuensinya terlebih dahulu.

Grep!

Emma bergelayut manja di lengan Saddam, dia meletakkan kepalanya di bahu lelaki itu karena posisi tubuh Saddam sedikit membungkuk ke pembatas pagar.

"Emma! Jangan begini! Sana tidur, udah malam!"

"Ish! Bentar aja, Kak!" Emma masih tidak mau melepaskan lengan Saddam.

Saddam bernafas gusar, dia menghela nafas beberapa kali.

"Apa kakak tau tentang kabar mantan tunangan kakak, si ja laang Grace?“

“Enggak! Sejak kami putus, kami nggak ada saling menghubungi lagi.“

"Bagus deh!" Emma tersenyum aneh.

"Kenapa tiba-tiba bertanya tentang dia?"

"Aku mendapat kabar kalo dia akan segera menikah," ujar Emma.

"Dengan siapa?"

"Laki-laki yang kakak lihat di hotel sedang berpelukan bersamanya."

"Hm, biarkan saja. Itu udah bukan urusan kakak lagi..."

Emma mengangguk senang.

Ya, kehancuran pertunangan antara Saddam dan Grace adalah ulah Emma. Karena tidak ingin Saddam menikah dengan wanita lain selain dirinya, Emma telah memfitnah Grace bahkan pernah mengancam Grace akan melenyapkan wanita itu agar menjauhi Saddam.

Segila dan se-obsesi itu lah Emma pada Saddam!

Kini dia sengaja datang menyusul ke Indonesia sebab dia mendapatkan informasi jika Saddam pernah dekat dengan seorang wanita yang sudah menikah. Bahkan beberapa kali Saddam bertemu dan berduaan dengan wanita itu yang tak lain adalah Alina.

Jika Saddam terbukti mempunyai hubungan apapun atau mencintai Alina, maka Emma akan berbuat hal gila lainnya seperti yang ia lakukan pada mantan tunangan Saddam.

Ternyata kisah Adrian pun terjadi pada Saddam, laki-laki itu pernah percaya pada fitnahan sang adik angkat hingga hubungan nya berakhir dengan Grace, cinta pertama Saddam.

Emma lebih mengerikan dari Calista!