Rasa bersalah karena sang adik membuat seorang pria kehilangan penglihatan, Airi rela menikahi pria buta tersebut dan menjadi mata untuknya. Menjalani hari yang tidak mudah karena pernikahan tersebut tak didasari oleh cinta.
Jangan pernah berharap aku akan memperlakukanmu seperti istri, karena bagiku, kau hanya mata pengganti disaat aku buta - White.
Andai saja bisa, aku rela memberikan mataku untukmu - Airi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yutantia 10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 5
Bu Soraya tak kuasa menahan tangis melihat Airi yang duduk didepan meja rias dengan kebaya putih lengkap dengan sanggul dan hiasan pengantin lainnya. Ibu mana yang tak sedih jika putrinya harus menikah dengan pria yang tidak dicintai, selain itu, pria tersebut juga buta.
"Bu, berhentilah menangis. Aku baik-baik saja," Airi menggenggam tangan Bu Soraya yang saat ini berdiri disebelahnya. Berusaha meyakinkan jika dia sedang baik-baik saja.
Bu Soraya menggeleng sambil menyeka air mata. "Tidak ada yang baik-baik saja Ai. Kebahagianmu dipertaruhkan saat ini. Ibu memang tak mau Bian dipenjara, tapi Ibu juga tak mau kamu menderita Nak. Pikirkan sekali lagi sebelum semuanya terlambat. Masih ada waktu jika kamu ingin mundur."
Airi menyeka air mata ibunya, tetap tersenyum meski saat ini, dia memang tak baik-baik saja. "Keputusan Airi sudah bulat Bu. Mungkin ini cara Tuhan mempertemukan Airi dengan jodoh Airi. Percayalah, Tuhan tahu apa yang terbaik untuk Ai."
Ucapan Airi sama sekali tak bisa menenangkan perasaan Bu Soraya. Dia tetap cemas memikirkan masa depan putrinya.
"Ibu takut kau tak bahagia, Nak. Pria itu pasti membencimu karena Abian yang menyebabkan dia buta. Ibu takut, takut dia membalaskan sakit hatinya padamu."
"Batalkan saja pernikahan ini."
Bu Soraya dan Airi langsung menoleh kearah pintu saat mendengar suara Abian. Entah sejak kapan, Abian ada didekat pintu. Pemuda yang berjalan menggunakan tongkat tersebut masuk kedalam kamar yang digunakan Airi berias.
"Kita batalkan saja pernikahan ini. Aku tak mau Kakak menderita seumur hidup karenaku. Aku tak akan sanggup menahan rasa bersalah seumur hidup. Aku tak masalah dipenjara beberapa tahun, dari pada Kakak menderita seumur hidup." Mata Abian berkaca-kaca. Dia tidak mau menukar masa 2 atau 3 tahun dipenjara, dengan penderitaan Kakaknya yang mungkin seumur hidup. Ini tak adil bagi sang kakak.
Airi bangkit dari duduknya lalu menghampiri Abian. "Cowok gak boleh nangis." Airi menyeka air mata Bian. "Apa kata cewek satu SMA Pertiwi jika sang ketua basket ketahuan nangis."
"Gak lucu," sahut Abian kesal.
"Masak sih?" Airi tertawa ringan. Bagaimanapun perasaannya saat ini, dia harus tetap terlihat baik-baik saja didepan keluarganya.
"Aku mohon, batalkan pernikahan ini Kak. Masih ada waktu," Abian menatap Airi dengan raut memohon.
Airi menggeleng. "Apa kau tidak lihat seperti apa calon kakak iparmu? Dia sangat tampan, dan satu lagi," Airi mendekatkan bibirnya ketelinga Abian. "Dia kaya raya."
Abian berdecak pelan. "Ayolah Kak, sekarang bukan saatnya becanda. Aku tahu, kau mencintai Bang Ryu kan. Aku juga tahu kalian sudah berencana menikah setelah Bang Ryu pulang dari Japang."
Airi seketika menunduk, dia benci ini. Kenapa Abian harus membahas Ryu. Dada Airi sesak, mengingat kembali kekasih hatinya yang saat ini tengah menempuh pendidikan S2 di Jepang. Dan kemarin, melalui pesan, dia memutuskan kekasihnya tersebut.
"Kak," Abian memegang bahu Airi. "Kita batalkan pernikahan ini ya?"
Airi menyaka air matanya lalu mengangkat wajah. "Ini pilihan Kakak." Sejujurnya, selain tak mau Abian dipenjara, Airi juga ingin menebus kesalahan adiknya tersebut. Hatinya telah mantap untuk menjadi mata sekaligus mengabdikan diri sebagai istri untuk White.
"Mbak Airi, ayo segera keluar. Acara ijab kabul akan segera dimulai," panggil seseorang dari ambang pintu.
.
.
White, pria itu duduk didepan penghulu. Dia hanya bisa mendengar suara riuh rendah disekitar tanpa bisa melihat. Bahkan wanita yang saat ini duduk disebelahnya dan akan segera menjadi istrinya, dia tak tahu seperti apa rupanya.
"Calon istrimu sangat cantik, Sayang." Mama Nuri berbisik ditelinga White.
White hanya tersenyum getir. Dia yakin mamanya bicara seperti itu hanya untuk membesarkan hatinya. Dia tak yakin jika wanita yang akan dia nikahi itu cantik. Karena yang ada dipikirannya, tak mungkin ada wanita cantik mau menikah dengan pria buta sepetinya, meskipun itu terpaksa.
"Bisa kita mulai acaranya sekarang?" tanya Pak Penghulu yang akan menikahkan mereka. Hari ini, Abian mewakilkan posisinya sebagai wali pada penghulu.
"Iya Pak, dimulai saja," sahut papa Sabda.
"Baiklah kalau begitu. Saudara White, tolong jabat tangan saya." Papa Sabda yang duduk didekat White membantu putranya untuk menjabat tangan penghulu. "Saya nikahkah dan saya kawinkan, engkau saudara White Mahendra bin Nurida____"
"Saya terima nikah dan kawinnya Airi Daniza binti alm. Putra____"
"Bagaimana para saksi, sah?"
"SAH."
Bersamaan dengan itu, air mata Airi luruh. "Maafkan aku Kak Ryu," gumamnya dalam hati.
Setelah doa bersama, Airi meraih tangan White lalu menciumnya. Dia bertekad, mulai detik ini, dia akan mengabdikan diri untuk White. Menjadi istri yang baik dan berusaha mencintainya. Selesai dia mencium punggung tangan White, dia menuntun tangan tersebut ke atas kepalanya.
White menyentuh kepala Airi. Dia masih berharap jika ini hanyalah mimpi. Raya, masih nama itu yang ada dihatinya, dan hanya wajahnya yang selalu dia ingat.
ada haidar anak rania
lovely anak saga
ryu anak meo
anak asep jg nongol bentar/Good/