Sugih Ronggeng merupakan kisah terdahulu hingga kini yang tidak pernah usai (terkecuali). Nadia merupakan gadis cantik dari keluarga Kartaca yang ia ketahui bahwa dirinya merupakan cucu ke 7. Banyak kejadian yang tidak Nadia pahami, namun Nadia yakin, di ujung sana "pasti ada penawarnya".
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RAYYA , isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Naik Pitam
Arum yang memiliki rasa rindu kepada kakaknya Atik berniat berkunjung ke kediaman Atik.
Alih - alih niat berkunjung. Telpon rumah pun berbunyi.
"Krining... Krining"
(Panggilan telpon di kediaman Arum).
"Haloo" Tanya Arum.
"Maaf ini dengan ibu Arum?" Tanya seseorang di balik telpon.
"Betul, saya berbicara dengan siapa ya?" Jawab Arum.
"Bu maaf, saya bukan siapa - siapa. Saya hanya ingin mengabarkan bahwa Bapak yang bernama Surya meninggal dunia. Saya melihat beliau terkapar di samping sumur. Sumur tersebut terletak di samping rumah saya. Ketika saya ingin menimba air, saya kaget ada seseorang yang terkapar dan akhirnya saya lapor RT dan warga pun membawanya ke rumah sakit, identitasnya sudah terungkap yakni Bapak Surya dan saya mendapatkan nomor telpon Ibu karena ada di buku catatan dan tercatat sebagai keluarga Kartaca" Jawab orang yang menghubunginya.
Arum pun tidak menjawab apapun. Tangan Arum gemetar dan langsung mencari suaminya Amirudin dengan posisi telpon masih tergantung.
"Akanggggggggg... Akanggggg" Ucap Arum.
"Kumaha Neng, aya naon? Naha meni rareuwas" (Kenapa Neng, ada apa?) Tanya Amirudin.
"Akang, tadi aya nu nelpon, Kang Surya, Kang Surya" (Akang, tadi ada yang telpon, Kang Surya, Kang Surya) Arum belum selesai mengatakan apa yang ingin Arum katakan kepada suaminya, Arum pun pingsan.
30 menit kemudian, Arum sadar dan
"Akang ih naha masih di dieu? Hayu urang ngalayat ka bumina Ceu Atik" (Akang ih kenapa masih di sini? Ayo kita melayat ke rumahnya Teh Atik) Ucap Arum sembari panik.
Mendengar ucapan istrinya, tidak membutuhkan waktu lama, mereka pun menyambangi kediaman Atik dan Surya.
Terlihat bendera kuning di kediamannya. Warga sekitar pun banyak yang datang dan mendoakan.
Arum merasa tercengang kembali, karena apa yang di lihatnya yakni dua mayat. Arum bertanya pada dirinya, yang satu Kang Surya, lantas satunya lagi siapa.
Sinta dan Santi, anak perempuan Atik dan Surya menangis sejadi - jadinya sembari memeluk Arum sebagai bibinya.
"Bibiiiiiiiii" Tangisan keduanya pecah.
"Teh Santi, Teh Sinta, naha ieu aya dua?" (Teh Santi, Teh Sinta, kenapa ini ada dua?) Tanya Arum sembari memeluk keduanya.
"Bibiiiii, nembe oge urang teh kaleungitan Sandi, ayeuna Ibu sareng Bapak sakaligus teu aya" (Bibiiii, baru saja kami kehilangan Sandi, sekarang kehilangan Ibu dan Bapak sekaligus) Jawab salah satu keponakannya itu.
"Inalilahi, Eceuuuuuuuuuuuu" (Inalilahi Teteh) Teriak Arum menghampiri mayat Atik.
Ya, Surya dan Atik meninggal secara bersamaan. Mereka pun di kuburkan berdekatan dengan kuburan Sandi.
Arum yang masih syok dengan kejadian beruntun membuatnya banyak pikiran. Kenapa bisa, apakah ada korban selanjutnya, Arum pun selalu di hantui rasa cemas setiap harinya.
"Akang, Neng sieun" (Akang, Neng takut) Ucap Arum kepada suaminya.
"Sieun kunaon Neng?" (Takut kenapa Neng?) Tanya Amirudin.
"Turunan Kartaca meni serempak mararaot, Neng sieun ayeuna giliran Neng, karunya ka Neng Nadia, mun urang maot, Neng Nadia sareng saha?" (Turunan Kartaca secara serentak meninggal. Neng takut sekarang giliran Neng, kasian kepada Neng Nadia, kalo kita meninggal, Neng Nadia sama siapa?) Jawab Arum disertai tangisan.
"Hussss, teu kenging gaduh pemikiran anu awon, atos wae pasrahkeun ka Gusti Allah" (Hussss, tidak boleh memiliki pemikiran buruk seperti itu, kita pasrahkan saja kepada Allah SWT) Timpal Amirudin sembari menenangkan istrinya.
Mendengar percakapan orangtuanya itu, Nadia pun naik pitam. Sebenarnya ada apa ini? Bertanya tidak pernah ada jawaban, akhirnya Nadia pun memutuskan untuk mencari tahu sendiri tanpa memberi tahu siapapun termasuk orangtuanya.