Dihadapkan pada kenyataan bahwa lelaki yang dicintai tidak bertanggung jawab, Alana nekat bunuh diri. Namun, ibu Daffa memohon kepada Gafi, anak tertuanya, untuk menikahi Alana menggantikan adiknya, padahal lelaki itu sudah punya kekasih.
Gafi terpaksa setuju demi menyelamatkan aib keluarga dan anak dalam kandungan Alana. Namun, Gafi membuat persyaratan, yaitu keduanya akan bercerai setelah Alana melahirkan.
Sesuai kesepakatan yang telah dibuat, keduanya pun bercerai. Alana membawa anaknya dan hidup bahagia. Namun, kebahagiaan itu tak bertahan lama. Daffa dan Gafi kembali untuk menagih cinta yang dibuang dahulu.
Persaingan cinta antara dua bersaudara, siapakah yang menjadi pilihan Alana?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Dua Puluh Sembilan
Setelah menutup sambungan telepon dengan asisten sutradara itu, Alana ikut membaringkan tubuhnya. Hari ini tubuhnya terasa lelah. Mungkin bukan fisiknya yang lelah tapi hatinya. Apa lagi setelah mendengar keinginan sang putri.
Tubuhku tidak sakit tapi aku sibuk mencari sembuh. Tubuhku tidak terluka tapi aku menangis. Entah kenapa dan apa sebabnya. Sial ... separah apa lukamu hati? Jangan menyiksa aku begini. Aku ingin tetap kuat. Aku ingin tetap tegar. Jangan buat aku lemah.
Alana mencoba memejamkan mata dan berdoa semoga besok adalah awal kesuksesan dan keberhasilannya. Dia ingin memberikan semua isi dunia hanya untuk sang putri tercinta.
**
Alana mendandani putrinya. Dia mengikat rambut panjang sang anak. Adele tampak sangat cantik dan menggemaskan.
"Mau kemana, Mi?" tanya Adele.
"Kita mau pergi ke tempat kerja Mami. Saat nanti Mami mengobrol, Adel jangan ribut ya. Bawa aja tabletnya. Biar bisa main saat mami rapat," ucap Alana.
"Mami kerja di mana?" tanya Adele lagi. Bocah itu selalu saja ingin tahu. Dia belum puas jika belum paham apa yang maminya katakan. Pertanyaan demi pertanyaan akan diajukan hingga mengerti.
"Beberapa hari lagi, mami akan kerja di kantor. Kalau saat ini mami hanya ikut rapat untuk novel Mami yang akan diadaptasi menjadi film layar lebar," jawab Alana. Dia lalu mencoba menjelaskan lagi hingga sang putri paham.
Setelah rapi, Alana dan Adele segera menuju ke lokasi yang telah dikirim sang asisten sutradara. Dia menyetir sendiri menuju ke tempat tujuan yang ditempuh dalam waktu dua jam perjalanan.
Sampai di tempat tujuan, setelah berkenalan dengan tim produksi film, Alana di minta masuk ke ruang rapat. Adele juga ikut dengan ibunya itu.
Saat Alana sedang mengobrol, tanpa dia sadari sang anak keluar dari ruangan. Mungkin merasa bosan.
Adele lalu duduk di bawah pohon yang kebetulan ada anak kucing. Dia bermain dengan kucing itu. Tiba-tiba kucing berlari, Adele mengejarnya. Tanpa melihat dia menabrak seseorang. Beruntung cepat di sambut sehingga bocah itu tidak tersungkur.
"Maaf, Om. Aku tak sengaja. Aku mau mengejar kucing itu," tunjuk Adele ke arah kucing yang sudah jauh berlari hingga ke jalan raya.
Pria yang ternyata Gafi itu memandangi wajah bocah itu tanpa kedip. Pandangannya jatuh ke kalung yang dipakainya. Seperti mengenalnya.
Gafi lalu berjongkok untuk menyamakan tingginya dengan Adele. Dia lalu tersenyum dengan manisnya.
"Kamu harus hati-hati, Cantik. Seandainya kamu tidak menabrak Oom, pasti sudah mengejarnya hingga ke jalan raya. Itu sangat berbahaya. Mobil dan motor melaju dengan kencang," balas Gafi.
Adele hanya tertunduk sedikit takut. Dia menganggukan kepala tanda setuju dengan ucapan Gafi.
"Kamu datang ke sini dengan siapa?" tanya Gafi lagi. Entah mengapa dia merasa tertarik dengan gadis cilik itu.
"Dengan Mami," jawab Adele.
"Maminya sekarang ada dimana? Kenapa kamu bisa dibiarkan sendirian di luar?" tanya Gafi lagi.
"Mami aku lagi kerja di dalam. Aku bosan, diam-diam keluar," jawab Adele dengan jujur.
"Jadi mami kamu tak tau kamu keluar?" Kembali Gafi bertanya.
Adele menjawab dengan menggelengkan kepala. Gafi lalu berdiri. Dia meraih tangan mungil itu. Entah karena ada ikatan darah antara mereka, bocah itu menyambut tanpa curiga. Dia membalas menggenggam tangan pria itu.
"Pasti mami kamu kehilangan nanti. Sebaiknya kita masuk," ajak Gafi.
Baru beberapa langkah, terlihat Alana berlari. Dia memandangi kiri kanan. Langkahnya terhenti saat melihat sang putri. Namun, dia belum menyadari kehadiran Gafi karena terlalu fokus dengan putrinya saja.
"Sayang, kamu kemana? Mami sudah bilang, jangan kemana-mana saat mami bicara!" ucap Alana.
Jantung Gafi seolah berhenti saat melihat wanita yang selama empat tahun ini dia cari keberadaannya, ada di depan mata. Pria itu terdiam terpaku, tak tahu harus berkata apa.
Alana lalu memandangi wajah pria yang bersama dengan putrinya. Kali ini Alana yang tampak sangat terkejut. Dia tak percaya dengan apa yang dilihatnya.
"Alana ...," ucap Gafi.
Alana menggenggam tangan putrinya. Dia menarik napas untuk menghilangkan rasa terkejutnya. Jantungnya berdetak lebih cepat. Seperti Gafi, dia terdiam tak tahu harus berkata apa.
"Alana, benarkan ini kamu?" tanya Gafi. Dia melihat banyak perubahan pada wanita itu. Selain makin cantik, dia tambah makin dewasa.
"Apa kabar, Mas?" Alana bukannya menjawab pertanyaan Gafi, justru balik bertanya.
"Kabarku tidak pernah baik lagi sejak istri dan anakku pergi meninggalkan rumah kami," jawab Gafi dengan suara lirih.
Alana tak tahu harus bereaksi apa mendengar ucapan Gafi. Apakah bahagia atau bersedih jika semua itu benar. Namun, dia memang melihat banyak perubahan pada pria itu. Dia tampak sedikit kurus. Dan pakaiannya tidak begitu rapi.
"Mami, apa Mami sudah kenal dengan Oom ini?" tanya Adele. Pertanyaan bocah itu membuat Alana kembali tersadar. Dia lalu tersenyum dengan anaknya.
"Iya, Sayang. Oom ini teman lama Mami. Sekarang kita masuk. Kamu ucapan terima kasih dulu," ucap Alana.
"Terima kasih, Om. Aku pamit, mau masuk dulu," ucap Adele. Gafi yang masih tak percaya akan pertemuannya dengan Alana, masih bingung dan terpaku.
Saat Alana dan Adele beranjak pergi, dia pun tersadar dan langsung mengejar kedua wanita yang selama empat tahun ini sangat dia rindukan. Gafi menahan tangan Alana agar tak bergerak pergi lebih jauh lagi.
"Alana, apa aku boleh bicara denganmu sebentar saja?" tanya Gafi sedikit gugup.