Fatan dan Fadil adalah saudara kembar yang memiliki karakter berbeda. Fatan dengan karaktetnya yang tenang dan pendiam. Sedangkan Fadil dengan karakternya yang aktif, usil dan tengil. Namun keduanya sama-sama memiliki kepribadian yang baik. Karena dari kecil mereka sudah dididik dengan ilmu agama.
Suatu saat mereka bertemu dengan jodoh masing-masing.Pasangan keduanya berbanding terbalik dengan karakter mereka. Fatan dengan seorang wanita yang agak bar-bar. Sedangkan Fadil dengan seorang wanita yang pemalu.
Akankah mereka bisa bertahan dengan pasangan masing-masing?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunda RH, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Belajar mengaji
Jam 11.10. Fatan baru sampai di rumah Pak Kades. Spionnya sudah diganti. Semua bagian motor yang bermasalah sudah dibenahi. Makanya ia cukup lama di bengkel.
Fatan pun masuk ke dalam kamarnya. Ia segera mandi dan siap-siap shalat Dhuhur di Masjid.
Sementara Anisa, ia tidak bisa shalat berdiri karena lututnya sakit jika dibawa sujud atau duduk dengan posisi menekuk. Jadi ia shalat dengan cara duduk. Meski begitu ia shalat dengan khusuk.
Saat ini waktunya makan siang. Mereka sudah berada di meja makan kecuali Anisa.
"Bu, Nisa mana?"
"Masih di kamarnya."
"Panggil Bu!"
"Iya, Pak."
Bu Kades pun memanggil Anisa ke kamarnya. Diketuk berkali-kali tidak ada jawaban. Akhirnya Bu Kades memutuskan untuk membuka pintu kamar itu. Ternyata Anisa tertidur dengan mukenahnya.
"Sepertinya dia lelah, tidurnya lelap sekali."
Bu Kades pun pergi dari kamar itu dan kembali ke meja makan.
"Pak kita makan duluan saja. Sepertinya Anisa sangat lelah dan mengantuk. Habis shalat dia ketiduran."
"Oh, ya sudah ayo kita makan."
Mereka pun makan bersama. Namun entah kenapa ada sesuatu yang berbeda bagi Fatan. Tidak adanya Anisa di meja makan, seperti ada yang kurang.
"Ustadz, kok bengong? Monggo dimakan."
"Ah iya Pak."
Setelah selesai makan, Bu Kades menanyakan perihal motor Fatan.
"Ustadz, motornya sudah diperbaiki?"
"Iya, sudah Bu."
"Maaf kalau boleh tahu habis berapa semuanya."
Fatan tidak enak untuk berkata jujur. Namun ia juga tidak terbiasa berbohong.
"Eh... itu Bu tidak banyak kok."
"Pak, nanti tolong kasih untuk gantinya biaya bengkel." Ujar Bu Kades kepada suaminya.
"Tidak perlu, Bu, Pak."
"Sudah nggak pa-pa Ustadz. Nanti saya ganti."
Tidak ingin berdebat, Fatan pun tidak menjawabnya lagi.
Sudah jam 13.00 Fatan pun berangkat ke Madrasah. Ternyata di kantor yang datang masih satu orang, yaitu Ustadzah Azizah.
"Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikum salam." Jawab Azizah dengan tersenyum.
Fatan pun masuk ke dalam kantor dan duduk di kursi. Ustadzah Azizah sedang membuka kitabnya. Tidak ada obrolan diantara keduanya. Sampai akhirnya datanglah Ustadz Marwan. Ustadz Marwan terkejut karena di dalam kantor sudah ada Azizah juga padahal ia tidak melihat motor Ustadzah Azizah.
"Jadi mereka berdua." Batinnya.
"Ustadz, dari tadi?"
"Baru lima menit yang lalu, Ustadz."
"Oh.. iya, kirain dari tadi."
Ustadz Marwan pun duduk di kursi. Ia juga kerap mengajak Ustadzah Azizah ngobrol. Sedangkan Fatan hanya menyimak saja.
"Ustadzah, ke Madrasah jalan kaki?"
"Iya, Ustadz. Motor saya dibawa Bapak ngantar Ibu ke kondangan."
"Oh, nanti pulangnya biar saya antar."
"Tidak perlu, Ustadz. Saya bisa jalan kaki, lagian tidak terlalu jauh. Bitung-hitung olah raga."
Nampaknya Ustadz Marwan kecewa dengan penolakan Ustadzah Azizah.
Tidak lama kemudian, yang lain pun datang. Bel sekolah berbunyi, mereka pun masuk ke kelas masing-masing untuk memberikan pelajaran.
Sementara di rumah Pak Kades, Anisa baru terbangun.
"Ah, ternyata aku ketiduran." Ujar Anisa sambil merentangkan tangannya.
Anisa membuka mukenahnya kemudian keluar.
"Nis, kamu sudah bangun?"
"Iya tante."
"Tadi tante sudah ke kamar kamu, tapi kayaknya kamu kecapean. Jadi tante ndak bangunin."
"Iya nggak pa-pa tante."
"Kamu makan dulu, gih! Itu nasi dan lauknya ada di meja."
"Terima kasih, tante."
"Iya sama-sama."
Anisa pun makan sendirian.
Sore harinya.
Fatan akan pulang dari Madrasah. Nampak Ustadzah Azizah Azizah berjalan kaki. Fatan tidak mungkin membawa Azizah. Bukan mahram dan tidak pantas dipandang masyarakat. Ia pun hanya menyapa saja.
"Mari Ustadzah, saya duluan."
"Iya, Ustadz."
Sesampainya di rumah Pak Kades, Fatan melihat Anisa duduk di teras depan rumah.
"Assalamu'alaikum."
"Wa'alaikum salam."
Fatan turun dari motornya. Ia ingin masuk ke kamarnya, namun Anisa mengajaknya bicara.
"Maaf Ustadz, saya ingin bicara."
"Soal apa?"
"Itu, saya mau mengganti biaya bengkel anda."
"Tidak perlu, Pak Kades sudah menggantinya."
"Beneran Ustadz?"
"Iya."
"Oh ya sudah kalau begitu. Saya ada perlu lainnya sama Ustadz."
"Apa?"
"Ustadz, saya mau belajar tajwid. Saya bisa mengaji tapi tajwid saya masih kurang. Maukah Ustadz membantu saya?"
Dalam hal kebaikan, tentu saja, Fatan tidak bisa menolak. Apa lagi memberikan manfaat untuk orang lain.
"Oh iya bisa, nanti malam Mbak bisa barengan sama, Rafa juga."
"Alhamdulillah, Terima kasih Ustadz." Ucap Anisa dengan bersemangat.
"Hem.. "
Fatan pun masuk ke dalam kamarnya. Ia menelpon Bundanya karena tiba-tiba ia merindukan keluarganya.
"Assalamu'alaikum Bunda."
"Wa'alaikum salam, Bang."
"Bunda dan yang lain sehat?"
"Alhamdulillah kami semua di sini sehat. Kamu sendiri gimana?"
"Alhamdulillah Bunda."
"Gimana, betah ya di Malang?"
"Betah Bun, tempatnya sejuk."
"Nggak ada gadis yang bikin sejuk hati kamu gitu?" Goda sang Bunda.
"Hehe.. Bunda ini ada-ada saja. Fatan di sini nggak ada niat cari jodoh Bunda."
"Tapi kalau tiba-tiba ketemu jodoh, kan nggak pa-pa juga bang? Atau mungkin abang mau kami carikan?"
"Eh ndak, Bun. Ndak usah repot-repot."
Setelah ngobrol cukup lama dengan saling Bunda, Fatan pun menutup telponnya.
Malam pun tiba.
Fatan baru saja pulang dari masjid bersama Rafa. Setelah itu mereka makan malam. Menu malam ini ikan pindang, tahu-tempe, sambal terasi dan sayur bayam. Saat akan mengambil tempe. Fatan dan Anisa bersamaan. Mereka menyendok tempe yang sama. Keduanya sama-sama terpaku.
"Eh, silahkan... " Ujar Fatan.
Blush
Pipi Anisa merah merona.
"Eh iya.Fatan menyendok tempe yang lain.
"Cie... cie... Mbak Anisa sama Ustadz kompak. Jangan-jangan jodoh nih!" Ujar Rafa.
"Hus... Rafa, kamu ini ada-ada saja! Masih kecil sudah tahu jodoh-jodohan." Tegur Bu Kades.
"Hehe.. maaf Bu, habisnya mereka kompak banget."
"Maaf Ustad, Rafa memang suka ngasal." Ujar Bu Kades.
"Namanya juga anak-anak Bu."
Selesai makan mama kamu, Rafa dan Anisa menunggu Fatan di ruang tamu. Tadinya mereka mau belajar di Musholla yang ada di dalam rumah, namun kaki Anisa belum bisa dibawa duduk di bawah. Fatan baru saja muncul membawa Al-Qur'an.
"Bisa dimulai?"
"Iya, Ustadz."
Fatan pun memulai memberikan pelajaran materi macam-macam Mad atau bacaan panjang. Fatan pun membacakan contoh ayatnya.
"Masyaallah, merdu sekali suaranya. Ya Allah sisakan satu untukku yang sepertinya." Batin Anisa. Ia termenung mendengar suara Fatan.
"Mbak, Mbak Nisa!" Rafa menyenggol lengan Anisa.
"Eh iya."
"Ditanyain Ustadz tuh!" Bohong Rafa.
"Eh iya Ustadz?"
"Haha... emang enak dibohongin? Habis kamu belajar tapi malah bengong sih Mbak."
Fatan menggelengkan kepala melihat tingkah keduanya. Rafa memang anaknya suka jail.
Setelah memberi materinya, Fatan mulai mengetes Rafa dan Anisa bergantian.
Anisa grogi saat disuruh membaca satu Ayat.
"Rileks Mbak!" Ujar Fatan.
"Duh gimana bisa rileks Ustadz? Jantungku nggak aman kayaknya." Batin Anisa.
Setelah mencoba dua kali, Barulah Fatan membenarkan bacaan Anisa.
Bersambung...
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Meski sibuk masih up meski cuma 1 part ya kak. Terima kasih sudah mampir dan support author.
lanjut thor semoga author semangat untuk up nya
semangat Thor🥳
oh ya bu Alan tolong disiapkan ambulance saat kedatangan ustad Fatan dan kedua ortunya saat datang ke rumah anda melamar neng Anissa , takutnya nanti kaget dan syok setelah tahu siapa abi Tristan yang jauh lebih segalanya ??? /Panic//Drowsy//Tongue/