Alena merupakan putri dari pasangan Abimanyu dan Zahra. Abimanyu merupakan pengusaha yang sangat sukses. Kekayaannya tidak main-main. Mungkin sampai tujuh turunan kekayaan itu tidak akan habis.
Alena merupakan anak tunggal. Dia selalu dimanja dan dilimpahi kasih sayang yang berlimpah. Meski begitu tidak membuat Alena menjadi sombong.
Kehidupan Alena berubah seratus delapan puluh derajat semenjak tragedi yang menimpah keluarganya.
Kedua orang tua Alena terbunuh saat mereka sedang merayakan ulang tahun Alena yang ke tujuh belas tahun. Keduanya di tembak di depan matanya.
Alena sendiri berhasil selamat dari kejaran pembunuh, karena loncat kedalam jurang. Beruntung nyawanya masih bisa terselamatkan.
Bagaiamana Alena melanjutkan hidupnya?
Akankah ia berhasil membalas orang yang sudah membunuh kedua orang tuanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nurul Senggrong, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Latihan Bersenjata
Dor!
Dor!
Dor!
Hari ini Alena mulai belajar menembak. Pertama pelatih mengajari Alena cara memegang senjata dengan baik. Setelah itu bagaimana cara membidik sasaran dengan tepat.
Setelah mendapatkan contoh dari pelatihnya, ia pun mempraktekannya. Meski awalnya cukup susah, namun akhirnya ia mulai terbiasa.
Alena berhasil membidik sasaran di titik tengah. Sebagai seorang pemula kemampuan Alena sungguh menakjubkan.
Daffa yang diam-diam menyaksikannya cukup terkesan. Awalnya ia fikir butuh waktu lama bagi Alena untuk mempelajarinya. Sayangnya belum satu hari ia belajar tapi pencapaiannya sungguh menakjubkan.
Plok!
Plok!
Plok!
"Kamu yakin ini latihan pertamamu? " tanya sang pelatih dengan takjub. Alena pun menoleh kearahnya. Kebetulan latihannya juga sudah selesai.
"Benar pelatih. "
"Wow, untuk seorang pemula penampilanmu sungguh luar biasa, " puji sang pelatih yang bernama Bobi. Usianya sudah sekitar empat puluh tahunan. Diusianya yang ke empat puluh ia dikaruniai dua orang putri yang masih berusia lima tahun. Kebetulan keduanya kembar.
"Pelatih terlalu memuji. Keahlian saya masih sangat rendah, " sahut Alena merendah.
Tiba-tiba ponsel Bobi berdering. Bobi yang hendak mengucapkan sesuatu jadi mengurungkannya. Dia menjawab panggilan itu sambil berjalan menjauh dari Alena,
Alena menyimpan peralatan latihan di tempat semula. Setelah itu ia pun berniat kembali ke kamarnya. Apalagi latihan juga sudah selesai.
Ditengah perjalanan ia bertemu Daffa yang ingin pulang. Tujuan kedatangannya memang hanya untuk melihat Alena berlatih.
"Hallo bos! " sapa Alena dengan ramah.
Daffa menghentikan langkahnya sebentar. Kemudian dengan acuh melanjutkan langkahnya tanpa mengucapkan satu katapun.
"Dasar bos arogan, " gumam Alena dengan lirih. Untungnya Daffa tidak mendengarnya.
Alena tidak langsung ke kamarnya. Dia berjalan ke belakang gedung yang menjadi tempat tinggalnya. Dari kamarnya, Alena dapat melihat ada taman disana.
Ternyata bukan hanya Alena saja yang berada di taman. Beberapa pengawal wanita juga bersantai disana.
"Kemarilah! " panggil seseorang yang sedang berkumpul dengan temannya. Alena pun berjalan mendekati mereka.
"Ada apa? "tanya Alena setelah berdiri di depan mereka.
"Siapa namamu? "
"Rara, " jawab Alena.
Alena memang sudah kembali dengan penyamarannya. Panggilannya tetap Rara.
"Duduklah. Pasti kamu lelah. "
"Terimakasih, " ucap Alena sambil duduk di kursi yang masih kosong.
"Kenapa kalian memanggilku?" tanya Alena.
"Ada yang ingin kami tanyakan. Kami tidak ingin membicarakanmu di belakang. Lebih baik bertanya langsung padamu. "
"Soal? "
"Identitas mu. "
"Kenapa memilih jadi pengawal? padahal masih banyak pekerjaan yang lebih mudah, " lanjut yang satunya.
"Entahlah. Kakak sendiri kenapa ikut jadi pengawal?"
"Sejak kecil aku memang bercita-cita jadi pengawal."
"Kenapa ? "
"Entahlah... "
"Ternyata kita sama saja, " ucap Alena dengan terkekeh.
Cukup lama Alena berbincang dengan teman barunya . Ternyata tidak semua pengawal berwajah datar. Ada sebagian besar juga yang berwajah ramah.
"Aku ke kamar dulu ya kak."
"Barengan Lah. Aku juga mau ke kamar."
Alena berjalan bersama teman-temannya kembali ke kamar. Mereka berpisah di lantai yang berbeda.
Setibanya di kamar Alena langsung pergi mandi. Setelah itu menunaikan ibadah sholat ashar. Ia mencoba untuk memperbaiki kualitas ibadahnya yang jauh dari kata sempurna.
Alena ingin mendoakan kedua orang tuanya. Karena hanya sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan do'a anak sholeh yang akan dibawah oleh orang yang sudah meninggal.
...****************...
Daffa saat ini sudah berada di dalam pesawat pribadinya. . Dia berencana untuk kembali ke Jakarta untuk saat ini juga. Sedari semalam ia sudah di teror oleh mamanya. Daffa tidak ingin membuat sang Mama tambah murka.
Bagas senantiasa mendampinginya hingga tiba di rumah. Setibanya di rumah, Daffa meminta Bagas untuk langsung pulang. Lagipula rumahnya hanya berjarak lima ratus meter.
"Kamu bisa langsung pulang, " ucap Daffa sebelum keluar dari mobil.
"Baik Tuan. "
Daffa mamasuki rumahnya sambil mengucapkan salam. Tetapi kondisi rumah dalam keadaan sepi. Hanya ada pembantu yang masih menyelesaikan tugasnya.
"Kemana orang-orang ,Bi? " tanya Daffa pada pembantunya.
"Ada dikamar Tuan."
"Suruh Paman Ari untuk membawakan koperku ke kamar. Aku ingin ke atas dulu."
"Baik Tuan. "
Daffa sudah tidak sabar untuk segera beristirahat. Tubuhnya terasa lelah setelah perjalananya.
Setibanya di dalam kamar, Daffa langsung melepas jas dan juga sepatunya. Kemudian merebahkan tubuhnya diatas ranjang. Hampir saja matanya terlelap, namun dering ponsel miliknya membuatnya terganggu. Mau tidak mau ia harus menjawab panggilan itu.
"Hallo... "
"... "
"Baik."
"... "
"Maaf saat ini aku masih capek. Besok aku main ke apartemen. "
".. "
"Ada di rumah. "
"... "
"Oke."
semangat terus berkarya kak author 🙏👍🏻
Tetap semangat kak author dalam berkarya 👍👍♥️