Jodoh Si Kembar

Jodoh Si Kembar

Disangka Maling

Hari ini pagi-pagi sekali Orang tua Fadil sedang menjemputnya ke Bandara Juanda . Fadil pulang dari Mesir untuk menghadiri acara empat bulanan adik kembarnya, Fatin. Sudah dua tahun Fadil tidak pulang. Ia memang sengaja tidak pulang sampai kuliahnya selesai. Dan saat ini ia sudah menyelesaikan kuliahnya, tinggal wisuda saja.

"Bunda... Fadil rindu." Fadil memeluk erat sang Bunda.

"Jangan lama-lama, itu milik Abi!" Protes Abi Tristan.

"Hem, pawangnya galak Bun!"

"Haha... kayak nggak tahu Abinya saja."

"Kapan acara empat bulanan adek?"

"Lusa, besok adikmu sudah pulang dari Jakarta."

"Bang Fatan sudah pulang?"

"Dia masih sibuk sidang skripsi, mungkin lusa baru bisa pulang."

Abi Tristan hanya diam dan menjadi pendengar istri dan putranya.

Akhirnya mereka pun sampai di rumah. Winda dan Windi menyambut kedatangan abangnya. Mereka sangat senang melihat abangnya pulang setelah sekian purnama tidak bertemu. Meski mereka sering telpon dan kadang video call namun tidak seperti saat bertemu langsung.

"Ih abang, kenapa pakai jenggot segala? Kelihatan tua!"

"Ish kata siapa? Handsome gini dibilang tua! Jenggot ini yang bikin cewek kelepek-klepek, haha... "

"Mana buktinya? Abang saja masih jomblo!"

"Hem.. abang hanya memenuhi janji sama Abi dan Bunda. Kalau tidak, mungkin bukan satu cewek saja yang jadi pacar Abang."

Mendengar candaan anak-anaknya, Abi Tristan pun berkomentar.

"Lihat itu Bun, kelakuan Fadil!"

"Kayak nggak ngerti Fadil kamu By!"

"Maksud abang, ngapain pacaran? Kalau ada yang cocok di hati langsung saja bawa ke KUA. Iya kan bi?" Sahut Fadil.

"Hem... iya, tapi urus dulu perusahaan. Kalau satu tahun oke, langsung cari calon."

"Kalau cari calon dulu nggak boleh?"

"Terserah kamu saja! Intinya jangan melanggar perintah Allah! Jangan merusak anak orang! Kamu pasti lebih paham dari Abi."

"Tuh kan, belum sehari sudah kena ceramah." Lirih Fadil.

"Apa kamu bilang, Dil? "

"Eh, nggak bi. Aku lapar! Bunda ayo sarapan."

"Iya ayo, Bunda sudah meminta Bibi masak kesukaanmu."

Akhirnya mereka pun makan bersama. Fadil sangat menikmati makan siangnya. Sudah lama ia tidak makan masakan rumah. Di Mesir ia selalu makan mie instan atau masak makanan Jung food. Kadang juga ia pesan makanan dari luar.

Bunda Salwa sangat senang melihat Fadil makan dengan lahap.

"Kamu makan apa kesetanan, dil?"

"Ih, jangan bilang gitu dong by! Sudah bagus anaknya makan banyak." Tegur Bunda Salwa.

"Ini makanan yang aku rindukan bi. Jadi makannya harus cepat, biar nggak keduluan yang lain."

"Yaelah, habisin saja Bang. Aku nggak suka urap-urap taoge." Sahut Winda.

"Sudah, ayo dilanjut makannya!"

Kalau sudah ngumpul, meja makan tidak akan sepi. Bunda Salwa tersenyum melihat anak-anaknya.

Setelah sarapan, Fadil masik ke kamarnya. Ia beristirahat untuk menghilangkan lelah karena menempuh perjalanan yang cukup lama. Fadil pun tidur di pagi hari.

Sekitar satu jam Fadil tidur, akhirnya ia bangun karena ada panggilan telpon dari temannya. Fadil tidak bisa tidur lagi. Ia pun mengganti celananya dan mengenakan sarung serta kaos oblong. Fadil teringat burung peliharaan Abinya yang selalu berkicau saat ia menelpon ke rumah. Karena penasaran, Fadil pun pergi ke halaman belakang dekat paviliun. Semua burung koleksi Abi Tristan di gantung di sana.

"Oh ini burungnya... Abi ada-ada saja. Sudah berumur malah suka koleksi beginian. Sayang sekali uangnya." Monolog Fadil.

Sementara seseorang dari dalam paviliun baru saja keluar dan hendak berangkat ke Galery. Dia adalah Kamelia, yang sudah 6 bulan ini tinggal di paviliun. Kamelia bekerja kepada Fatin, saudara Fadil. Kamelia berasal dari Bogor. Tadinya ia tinggal bersama Fatin di Jakarta. Namun setelah satu tahun kemudian Kamelia dipindah tugas ke Surabaya untuk membantu menjaga Galery Fatin di Surabaya. Dan Fatin menitipkan Kamelia di rumah orang tuanya.

Kamelia sudah siap dengan tas ransel kecil yang selalu ia bawa. Ia memainkan kunci sepeda motornya. Sepeda motor tersebut adalah milik Fatin, namun sudah Fatin berikan kepadanya sebagai fasilitas transportasi untuk pergi bekerja. Kamelia melihat seorang laki-laki yang asing di samping paviliun, ia pun menghentikan langkahnya dan memperhatikan orang tersebut dari belakang.

"Wah ini jenis burung yang mahal. Sudah bersertifikat kayaknya. Lumayan juga bisa untuk beli i-phone nih hehe..... " Monolog Fadil. Dan masih bisa didengar oleh Kamelia.

Fadil pun menurunkan sangkar burung tersebut, ia berniat ingin merekam bunyinya. Namun tiba-tiba seseorang memukulnya dengan tas.

"Maling... maling kamu ya! Tolong....! Tolong....!" Kamelia memukuli punggung dan kepala Fadil dengan yang ia gendong.

"Eh... eh... ampun! Aku bukan maling woiii!"

Fadil tersungkur ke bawah. Saat Kamelia akan memukulnya lagi, kaki Kamelia tersandung kaki Fad dan ia jatuh menindih tubuh Fadil.

"Au...! " Pekik Fadil

Sejenak keduanya saling pandang.

"Manis juga." Batin Fadil.

Namun mereka segera sadar.

"Astagfirullah... " Ucap keduanya bersamaan.

Kamelia pun berusaha untuk bangun. Fadil mengerutkan keningnya. Ia masih heran dengan wanita tersebut.

"Kamelia, ada apa kok teriak?" Tanya bi' Jum.

"Ini bi' tadi ada yang mau nyolong burungnya Tuan. Ini orangnya! " Kamelia menunjuk Fadil yang masih duduk di bawah.

"Den Fadil!"

"Bi', tolong bangunkan aku!"

"I-iya Den."

Bi' Jum membantu dengan cara menarik tangan Fadil. Fadil memang sudah terbiasa manja kepada bi' Jum dari sejak dirinya SD.

Kamelia melongo melihat Bi' Jum sangat menghormati laki-laki tersebut.

"Kamelia ini Den Fadil, saudaranya Non Fatin yang baru pulang dari Mesir."

Kamelia menutup mulutnya. Ia sangat malu karena telah salah sangka kepada Fadil.

"Ma-maaf Den, saya benar-benar tidak tahu. Soalnya saya kira tadi maling."

"Ya Salam... seganteng ini dibilang maling? Kamu.... "

"Dia Kamelia Den, asistennya Non Fatin yang bekerja di Galery. Dia memang tinggal di paviliun sejak enam bulan lalu."

"Oh... "

"Sekali lagi saya minta maaf Den." Kamelia menundukkan kepala dan menangkupkan kedua tangannya di dada."

Timbul ide jahil dalam pikiran Fadil.

"Aku akan memaafkanmu, tapi dengan satu syarat."

"Apa itu, Den?"

"Selama dua minggu kamu yang cuci bajuku."

"Tapi kan itu sudah tugas Mirna den... " Sanggah Bi' Jum.

"Sstt.. Bibi' jangan ikutan dulu. Ini masalahku dan dia. Siapa namamu tadi?"

"Kamelia, Den."

"Bukan penyanyi dangdut kan?"

Sontak Bi' Jum tersenyum mendengar pertanyaan Fadil kepada Kamelia.

"Eh bu-bukan, den! Nama saya Nur Kamelia Husna bukan Kamelia Malik." Jawabnya polos

Hal tersebut membuat Fadil menahan senyumnya.

"Nama yang cukup bagus. Jangan lupa tugasmu!" Ujar Fadil seraya berlalu dari hadapan Kamelia dan bi' Jum.

Sebenarnya pinggang Fadil sakit tapi ia menahannya karena gengsi.

"Bi', saya takut."

"Tenang saja Kamelia, Den Fadil baik kok. Makanya lain kali kamu harus perhatikan dulu ya! "

"Iya bi'. Kalau begitu saya mau berangkat ke galery dulu."

"Iya hati-hati."

Seperti biasanya, Kamelia mencium punggung tangan Bi' Jum. Selama dia tinggal di rumah itu, Kamelia sudah menganggap bi' Jum sebagai orang tuanya. Jika melihat Bunda Salwa, ia juga pasti berpamitan kepadanya.

Bersambung...

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Terpopuler

Comments

Dzaky Fadillah

Dzaky Fadillah

aku hadir othor
lanjuuuuut semangaaaat

2024-05-27

1

Jannah Sakinah

Jannah Sakinah

semangat nulisnya thor

2024-06-21

1

Anonymous

Anonymous

tiwi123527

2024-06-18

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!