Mencari nafkah di kota Kabupaten dengan mengandalkan selembar ijazah SMA ternyata tidak semudah dibayangkan. Mumu, seorang pemuda yang datang dari kampung memberanikan diri merantau ke kota. Bukan pekerjaan yang ia dapatkan, tapi hinaan dan caci maki yang ia peroleh. Suka duka Mumu jalani demi sesuap nasi. Hingga sebuah 'kebetulan' yang akhirnya memutarbalikkan nasibnya yang penuh dengan cobaan. Apakah akhirnya Mumu akan membalas atas semua hinaan yang ia terima selama ini atau ia tetap menjadi pemuda yang rendah hati?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Muhammad Ali, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tolong Obati Dia, Dik!
"Ooo itu. Hm...bisa dibilang begitu. Saya cuma sekedar berusaha, Alhamdulillah, ternyata Allah izinkan."
"Jadi benar itu kamu?! Aku sudah mencari mu ke mana-mana selama ini." Perasaan Erna campur aduk. Senang, gembira, haru dan rasa tak percaya menjadi satu.
Erna lalu menceritakan usahanya untuk mencari tabib yang bernama Mumu tapi tidak berhasil. Jangankan tahu orangnya, nomor kontak pun tak berhasil dia dapatkan.
Di saat mereka mendapat musibah dicopotnya Pak Sukamto sebagai Direktur Utama Perusahaan Sagu, malah mereka menemukan Mumu di sini.
Buk Yenny tak kuasa menahan haru setelah mengetahui pengorbanan anaknya untuk kesembuhan suaminya.
"Mumu, jika kamu memang mempunyai keahlian dalam ilmu pengobatan, tolong obati suami Ibuk!" Ucap Buk Yenny dengan nada memohon.
"Saya hanya mengerti sedikit ilmu pengobatan, Buk. Saya akan berusaha sebatas kemampuan saya, namun terkait kesembuhan kita serahkan saja kepada Yang Maha Kuasa."
Ibu dan anak itu serempak menganggukkan kepalanya tanda mengerti.
Mumu meminta izin melihat kondisi suami Buk Yenny, Pak Sukamto.
Hanya sehari waktu berlalu, kondisi Pak Sukamto menjadi semakin payah. Mungkin ini efek peristiwa tadi malam yang masih membekas di hati dan pikirannya sehingga secara tak langsung memperparah kondisi tubuhnya yang memang sudah semakin payah itu.
Mumu segera menyiapkan peralatan akupunturnya. Kondisi Pak Sukamto sangat mengkhawatirkan.
Setelah terlebih dahulu mengecek kondisinya lewat nadi, Mumu segera melakukan proses pengobatan.
Mumu sekarang semakin mahir dalam mengurut, menotok dan menggunakan jarum akupuntur.
Tapi hal tersebut tidak lah membuat ia jumawa. Dia tetap ingat ungkapan 'Di atas langit masih ada langit' sehingga Mumu tetap bekerja dengan hati-hati dan rendah hati.
Satu jam berlalu. Kondisi Pak Sukamto tidak lagi dalam keadaan kritis, matanya tidak lagi kuyu. Walaupun organ tubuhnya yang sebelah kiri belum bisa berfungsi normal tapi sudah ada kemajuan di sana.
Dia sudah mulai bisa mengucapkan sesuatu, lidahnya sudah mulai berfungsi kembali.
Yang sangat membantu adalah semangatnya untuk bisa sembuh begitu membara sehingga Mumu bisa mengobatinya dengan maksimal.
Walaupun begitu pengobatan ini tidaklah bisa dilakukan sekali jalan. Melihat kondisi Pak Sukamto yang sudah lama sakit terlepas dari semangatnya untuk pulih, Mumu masih memerlukan waktu untuk bisa menyembuhkan penyakit Pak Sukamto.
"Hari ini cukup sampai di sini proses pengobatannya, Buk. Insya Allah lusa saya datang kembali."
Saat ini mereka berada di ruang tamu. Buk Yenny dan Erna lebih banyak diam. Ibu dan anak itu masih syok melihat kehebatan ilmu pengobatan Mumu.
Baru satu kali pengobatan, penyakit Pak Sukamto yang awalnya tidak mempunyai harapan sembuh sama sekali kini mulai membaik.
Ini lah katanya hanya punya sedikit kemampuan? Sedikitnya saja sudah begini, bagaimana jika kemampuan pengobatannya sudah mumpuni?
Mereka sangat kagum dengan kepribadian Mumu, masih sangat muda tapi sudah mempunyai ilmu pengobatan yang mumpuni. Meskipun begitu dia tidak sombong.
...****************...
Amran berlari di sepanjang pasar Jalan Juling Selatpanjang. Sepuluh menit kemudian dia masuk ke sebuah kedai kopi yang dalam keadaan kosong. Dia tak terlalu memperhatikan keadaan tersebut. Ada yang lebih dia khawatirkan. Tubuhnya yang sakit akibat dipukul Mumu jadi bertambah sakit karena berlari memaksakan diri. Nafasnya sudah ngos-ngosan pertanda tubuh minta istirahat.
Tapi dia tak perduli. Tanpa melambatkan langkahnya, Amran langsung menaiki tangga menuju ke tingkat atas. Ternyata kedai kopi itu mempunyai dua tingkat.
Sampai di bagian atas, di sebuah ruangan rahasia, Amran masuk. Matanya menyapu ke sekitar ruangan mencari sesuatu di ruangan yang sudah porak-poranda itu.
"Abang!!!" Teriaknya. Tapi tidak ada jawaban.
Amran panik. Tak pernah sebelumnya ruangan menjadi seperti ini. Ini adalah ruangan rahasia tak sembarang orang yang bisa masuk ke sini. Tapi sekarang ruangan sudah porak-poranda bagaimana hati Amran bisa tenang.
Dia mencari-cari di setiap sudut ruangan tapi tak ketemu dengan apa yang dicarinya.
"Abang!! Apakah kamu ada di sini??" Teriaknya panik.
"Abang, jawab aku, Bang!!!"
Tiba-tiba sudut matanya menangkap sedikit gerakan di antara puing-puing di sudut ruangan sebelah kiri.
Amran segera membongkarnya.
"Abang, abang!!!" Tangannya gemetar dan mempercepat gerakan membongkar puing-puing saat dia melihat sesosok tubuh di bawah tumpukan puing tersebut.
Tubuh Handoko penuh dengan luka dan memar. Posisi tangan dan kakinya dalam keadaan aneh seperti tak bertulang.
Amran terisak sambil membuang sisa puing yang menutupi wajah abangnya.
"Bang, bangun, Bang!" Diusapnya wajah Handoko yang pucat seperti tak berdarah.
Tak ada jawaban dari abangnya. Amran meletakkan telinganya ke dada Handoko, hanya terdengar detak jantung yang sangat samar.
Amran panik tak tahu mau berbuat apa.
Jika ada orang yang bisa mencelakakan abangnya pasti bukan orang sembarangan. Lagi pula ini adalah ruangan rahasia, pasti orang dalam yang melakukannya. Kalau pun tidak secara langsung tapi pasti masih terkait sehingga Amran tidak bisa sembarangan minta bantuan kepada anak buah abangnya.
Dia tak tahu siapa pengkhianat di antara mereka.
Yang lebih aneh lagi, abangnya mempunyai ilmu kebal jadi siapa dan bagaimana orang itu bisa menganiaya abangnya menjadi sedemikian rupa?
Jika abangnya cedera seperti bagaimana dia bisa membalas dendam dengan pemuda sombong yang bernama Mumu itu??
...****************...
Saat itu pagi hari. Cuaca sedikit mendung. Mumu baru saja selesai latihan pernafasan dan beladiri. Saat ini tubuhnya terasa penuh tenaga.
Rencananya jam 09.00 wib nanti ia akan ke rumah Pak Sukamto untuk melanjutkan proses pengobatannya.
Handphonenya berdering. Nomor tak dikenal menelponnya.
Semenjak Mumu mulai menolong orang dengan ilmu pengobatannya, ia mulai sedikit terkenal. Sudah beberapa kali ada orang yang menelponnya untuk berobat sehingga melihat panggilan dari nomor yang tidak dikenal, ia sudah tidak kaget lagi.
Mumu menjawab telponnya.
"Hallo,"
"Ya, hallo, apakah ini dengan Pak Mumu?" Terdengar suara wanita dari seberang sana.
Mumu tersenyum, biasanya orang yang memanggilnya dengan sapaan 'Pak' akan terkejut dan tak percaya saat bertemu. Karena orang yang dipanggil 'Pak' ternyata masih sangat muda.
"Ya, saya Mumu. Ada yang bisa saya bantu?"
"Saya ingin minta tolong obati penyakit teman saya yang lumpuh."
Ada sedikit penekanan saat suara wanita itu menyebut teman.
"Biar saya coba cek dulu kondisinya nanti baru bisa dipastikan apakah saya mampu atau tidak mengobatinya. Boleh kah saya tahu alamat rumahnya?"
Wanita itu menyebut sebuah alamat yang lengkap. Ternyata dekat saja. Rumahnya ternyata berada di Jalan Kelapa Gading.
Mumu memutuskan untuk langsung ke sana sebentar lalu ke rumah Pak Sukamto. Dia pun segera bersiap-siap.
Saat Mumu sampai di rumah berdasarkan alamat yang diberikan tadi, dia sedikit terkejut.
Rumah ini sangat besar dan bertingkat dengan halamannya yang luas dan dipenuhi dengan berbagai macam tanaman buah-buahan hasil cangkok dan bunga-bungaan.
Seorang wanita muda keluar sambil mendorong kursi roda yang berisi seorang laki-laki yang gagah dan tampan. Setelah kaget sejenak saat Mumu memperkenalkan diri, mereka langsung menuju kursi yang berada di bawah pohon mangga.
"Saya Atika yang menelpon adik tadi." Wanita itu segera mengubah panggilannya setelah melihat tampang Mumu. "Dan ini Pak Mahesya. Tolong obati dia, Dik!"